Bisakah kalian bayangkan, gadis 17 tahun yang baru masuk universitas di paksa untuk menjual tubuhnya kepada pria hidung belang? ya, Siera tidak akan pernah mau melakukan itu. melawan paman dan bibinya yang berbuat jahat padanya. bertemu seorang pria dan langsung mengajaknya menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shafrilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jahat sekali
"Dasar wanita genit murahan." ejek Amanda.
"Emang gue pikirin." jawab Sierra yang kemudian masuk ke dalam kelas.
Amanda memang selalu dibuat kesel ketika dia bertemu dengan Sierra, Sierra seperti musuh bebuyutannya, dia tidak pernah bisa mengalahkan Sierra. "Aku benar-benar benci dengan wanita itu, ingin sekali aku mencongkel matanya." ujarnya.
"Aku juga kesal padanya, Sierra itu sok cantik sok pintar dan dia itu sok baik hati." jawab teman Amanda yang kemudian akhirnya ikut masuk ke ruangan kelas mereka.
ketika Sierra baru duduk, tiba-tiba ponselnya terus berdering. "Siapa yang menelpon, Sierra?" tanya Emilia.
"Nggak tahu." jawab Sierra yang kemudian melihat ponselnya. di layar ponsel itu nama paman dan bibinya kedua orang itu memang selalu mengganggu Sierra.
Sesaat kemudian beberapa notifikasi masuk ke ponsel Sierra, pesan yang bertuliskan mengenai rumah ziarah yang akan disita oleh bank. Membaca surat itu tentu saja kedua mata Sierra langsung terbelalak dia tidak akan pernah berpikir kalau rumahnya akan ikut disita oleh bank karena perbuatan paman dan bibinya.
"Aku mau pergi dulu." ucap Sierra yang langsung mengambil tasnya. buru-buru dia meninggalkan kelas pelajarannya untuk segera kembali ke rumahnya.
"Sierra, ada apa!" tanya Emilia.
"Aku pulang dulu." jawab Sierra yang sudah pergi dengan terburu2.
Sierra yang sudah pergi, di berjalan terburu-buru tanpa melihat ke depan. langkah kakinya yang terburu-buru itu tanpa sengaja terhenti ketika dia menabrak seseorang. Sierra mendongakkan kepalanya menatap sosok orang yang dia tabrak itu, ternyata orang yang dia tabrak itu tidak lain dosen killer.
"Tuan killer..," ucap Sierra tanpa sengaja. setelah itu dia menutup mulutnya kemudian mencoba untuk menata situasi canggung itu. "Eh salah, profesor Christopher." Sierra tertawa cengengesan.
"Kamu mau ke mana?" tanya Christopher ketika melihat Sierra hendak pergi dengan membawa tas ransel yang sudah menempel di punggungnya.
"Oh itu pak, saya ada urusan sebentar." jawab Sierra yang hendak pergi namun sayangnya ketika dia mau melangkahkan kakinya Christopher langsung menarik tas ranselnya hingga membuat langkah kaki Sierra terhenti.
"Ini waktunya mata kuliahku kan? kamu mau kabur ke mana?" tanya Christopher kembali. pria berkacamata itu menatap Sierra dengan begitu tajam.
Sierra sedikit terdiam dia tidak berani menatap dosen killer yang ada di depannya itu, namun ketika Christopher lengah Sierra yang tinggi badannya hanya 160 cm itu langsung melesat lari dengan kecepatan kilat.
Melihat itu Christopher tersenyum sembari menyentuh dahinya, langkah kaki pria bertubuh tinggi 191 cm itu nampak tidak akan kesusahan ketika dia mengejar Sierra.
"Aduh, aku harus segera kabur dari sini." ucap Sierra yang panik. ketika dia berada di tempat parkir sepeda motornya Sierra hendak menghidupkan sepeda motor itu, namun tiba-tiba Christopher sudah duduk di belakangnya.
Merasakan ada seseorang yang sudah berada di bangku belakang motornya, Sierra menoleh dia menatap dosen killer yang sudah berada di jok motor belakang. "Profesor, apa yang profesor lakukan di sini?" tanya Sierra dengan nada bingung sekaligus dia sudah terburu-buru.
"Cepat masuk, jika tidak aku pasti akan menarikmu. Kalau tidak aku akan mengangkatmu masuk ke kelasku." ujar Christopher.
"Ya ampun profesor, aku ini sedang sibuk, aku harus menyelesaikan masalahku." jawab Sierra yang memasukkan kunci sepeda motornya. namun Christopher langsung mencabut kunci tersebut. "Ya ampun profesor, Ini orang kenapa sih.. orang sudah bilang aku ini masih ada kerjaan kok." kesal Sierra yang mencoba meraih kunci yang sudah dibawa oleh Christopher.
"Hai gadis kurcaci, cepat masuk. jika tidak aku akan menghukummu." ujar Christopher.
"Hai tuan jerapah, Aku ini sudah bilang kan kalau aku ada pekerjaan yang harus aku lakukan, jika tidak rumahku bakal disita bank. aku harus pulang profesor...," Sierra nampak memohon. Di sakunya ponselnya terus berdering.
Christopher melihat raut wajah panik dari Sierra, hal itu membuat Christopher membungkukkan badannya kemungkinan menatap Sierra. "Apa yang terjadi?" tanya Christopher.
"Aku harus segera pulang, profesor..., rumahku mau di sita sama bank." jawab Sierra yang menghentakkan kakinya sembari menggerutu.
Christopher malah tersenyum ketika melihat tingkah lucu dari Sierra dia yang dari tadi melihat itu kemudian duduk di sepeda motor. "Ya ampun Ini jerapah Kenapa tetap di sini sih, aku harus segera pulang, jika tidak rumahku bakal disita, kalau disita aku jadi gelandangan. Mau pulang ke mana aku? memasak aku mau tidur di bawah jembatan sih." gumam Sierra dalam hati sembari membayangkan bagaimana jika dirinya benar-benar tidur di bawah jembatan layang.
melihat dari tadi tidak ada reaksi yang ditunjukkan geh oleh Christopher Sierra kemudian mulai memikirkan rencana licik. Siara terdiam berdiri sembari menatap Christopher yang masih duduk di jok motornya. "profesor, apa profesor mencari profesor christian ini di sini orangnya ucap Sierra sembari berteriak ke arah salah satu ruangan Christopher yang percaya kemudian dia menoleh ketika dia tidak dalam keadaan seimbang Sierra langsung meraih kunci motornya kemudian mendorong Christopher hingga membuat pria itu terjatuh ke lantai titik setelah itu siaran menghidupkan motornya melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan Christopher yang masih terduduk tidak percaya. maaf profesor nanti kalau urusannya sudah selesai Aku bakal minta maaf terus ziarah yang sudah meninggalkan area.
"Dasar kurcaci nakal." ucap Christopher yang kemudian berdiri sembari membersihkan celananya.
Sesaat kemudian Emilia datang dengan nafas yang tersendat. "Prof.. profesor, di mana Sierra?" tanya Emilia.
"Tuh, sudah pergi." jawab Christopher.
"Kok malah ninggalin aku sih, nanti aku pulangnya bagaimana ini?" Emilia menata nafasnya. Sedangkan Christopher berlalu pergi meninggalkan Emilia masuk berjalan menuju salah satu kelas untuk mengajar.
Di sepanjang jalan Sierra terus mengumpat, dia menyumpahi paman dan bibinya karena berani menjual rumah peninggalan kedua orang tuanya. Sesampainya di rumah Sierra langsung mematikan sepeda motornya di sembarang tempat, dia langsung berlari, dia ingin berbicara dengan pihak bank mengenai penyitaan rumahnya. Namun ketika masuk ke dalam rumah tak ada satu orang pun di sana, tak ada pihak bank yang datang ke rumahnya.
"Lho? Kok sepi?" ucap Sierra bingung.
Sesaat kemudian Sierra berjalan masuk hendak menaiki anak tangga, tiba-tiba saja dari belakang ada seseorang yang membekap wajahnya hingga membuatnya tidak sadarkan diri.
"Hahaha...," tawa Sean setelah berhasil membius Sierra.
"Akhirnya anak brengsek ini tidak sadarkan diri juga, setelah ini kita harus membawa kepada si bos." ucap Dorothy.
"Tentu saja ibu, kita harus segera membawanya ke pria tua itu, kalau setelah itu kita akan mendapatkan banyak uang. Anak brengsek ini benar-benar sangat mengganggu, dia ini selalu membuat aku pusing." ucap Sean.
"Sudah jangan banyak bicara, kita harus segera membawanya ke tempat si tua Bangka itu, jika tidak dia tidak akan memberi kita uang." kata Alan yang kemudian menyuruh Sean membantunya menggendong Sierra dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Kamu benar sekali sayang, setelah ini kita akan mendapatkan banyak uang, aku sudah tidak sabar ingin shopping." jawab Dorothy yang kemudian tersenyum begitu bahagia.
*bersambung*