Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Tak ada damai di rumah Bintang
Setelah latihan taekwondo berakhir, Bulan dan Bintang pun berpisah menuju tujuan masing-masing. Bulan berjalan menuju rumahnya, sementara Bintang langsung pergi untuk menjemput Reva.
Bulan tidak ada hak melarang Bintang untuk pergi dengan gadis itu, karena Bulan sadar ia bukan siapa-siapa Bintang selain seorang sahabat. Perasaan itu masih sama, tapi Bulan memilih untuk memendam perasaannya daripada harus mengorbankan persahabatan mereka.
Tiba di rumahnya, Bulan langsung bergegas menuju kamarnya. Ia merasa lelah dengan semua kegiatan di sekolahnya hari ini. Ia memutuskan untuk mandi dan beristirahat.
Sementara itu, di lain sisi, Bintang sedang berjalan bersama kekasihnya itu. Bintang menuruti semua keinginan Reva apapun yang ia minta.
Bintang begitu memanjakan Reva, padahal mereka berpacaran baru hitungan minggu. Kini, mereka berdua mengunjungi sebuah restoran yang terbilang mewah. Reva tidak ingin makan makanan di pinggir jalan, berbeda dengan Bulan yang tidak memilih-milih.
Bintang tidak mempermasalahkan itu, baginya yang penting dirinya dan kekasihnya merasa senang. Terlebih Bintang yang selalu tertekan di dalam rumahnya, sehingga ia mencari sesuatu untuk membahagiakan dirinya sendiri.
"Makasih sayang, aku seneng banget hari ini." Ujar Reva sambil memegang tangan Bintang.
Bintang hanya tersenyum tipis dengan anggukan singkat. Bintang benar-benar menyukai Reva sejak lama, bahkan sejak awal masuk SMA. Dan ternyata, kini perasaannya itu terbalaskan.
"Sama-sama, jangan ngambek lagi ya?" Ujar Bintang diangguki Reva dengan senyum manisnya.
Bintang tidak memberikan perhatian lewat sentuhan seperti yang biasa ia lakukan pada Bulan. Bintang pun tidak mengerti mengapa ia tidak bisa memperlakukan Reva sama seperti perlakuannya terhadap Bulan.
Mungkin karena Bulan adalah sahabatnya sejak lama, sehingga Bintang tidak canggung lagi dengan gadis itu. Ya, setidaknya begitulah yang Bintang pikirkan saat ini.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Bulan sedang menonton film di depan laptopnya, dengan posisi tengkurap dan boneka beruang yang menjadi bantalnya.
Bulan mencoba mengalihkan perhatian dan pikirannya dari Bintang yang sedang menikmati waktu berdua bersama Reva, tapi tetap saja pikirannya tertuju pada hal yang sama.
Bulan menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Sesekali ia menepuk-nepuk pelan ubun-ubun nya menyadarkan perasaannya sendiri.
"Bulan stop mikirin Reva! Bintang cuma sahabat lo, gak seharusnya lo cemburu berlebihan gitu!" Gumam Bulan lirih.
"Ekhem, gue boleh masuk gak dek?" Ujar Aksa yang ternyata memperhatikan Bulan sedari tadi.
Bulan yang terkejut langsung menoleh, ia merasa malu mungkin saja kakaknya itu mendengar gumamnya tadi.
"Eh, bang? Boleh masuk aja." Ujarnya.
Aksa pun masuk dan duduk di sebelah Bulan. Ia tersenyum mengejek, jelas saja ia mendengar gumaman Bulan tadi.
"Gue tebak lo suka sama Bintang, iya?" Ujar Aksa langsung pada intinya dengan nada menggoda.
Bulan langsung tersipu, terlihat jelas dari wajahnya yang merona. Tapi, Bulan tidak ingin menunjukkan perasaan itu di depan sang kakak. Ia justru memasang wajah kesal dan langsung berkilah.
"Apa sih bang? Enggak kok, aneh lo. Masa iya gue suka sama sahabat sendiri."
Aksa justru tertawa dengan alasan sang adik, padahal Aksa sendiri mendengar jelas apa yang ia dengar dari mulut Bulan.
"Udah gak usah bohong gitu. Tuh, muka lo udah merah." Ujar Aksa sambil menunjuk ke arah wajah Bulan, membuat Bulan refleks langsung menyentuh wajahnya.
"Apa sih bang?! Lo ngeselin deh!" Ujar Bulan kesal.
"Gue tau lo suka Bintang, persahabatan antar cewek cowok mustahil kalo gak melibatkan perasaan." Ujar Aksa sambil menaik-naikkan alisnya, ia mengambil jeda sejenak menikmati ekspresi Bulan yang kesal.
"Gue juga pernah ada di posisi lo. Jadi gue tau, kalo tebakan gue gak meleset." Ujar Aksa sambil berjalan pergi.
Bulan tidak bisa menyangkal apa yang dikatakan oleh kakaknya. Ia membenarkan perkataan kakaknya itu, tapi Bulan tidak mengatakan apa-apa selain menatap Aksa dengan tatapan berpura-pura kesal.
Sementara itu di lain tempat, tepatnya di rumah Bintang, ia baru saja pulang ke rumahnya setelah menghabiskan waktu bersama Reva.
Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya menuju kamarnya, tiba-tiba sang ayah berteriak dari arah ruang tamu.
"Bintang!! Kesini kamu!"
Bintang menghela nafas panjang, ia tahu persis bahwa akan terjadi konflik lagi. Hubungan dengan ayahnya memang tidak baik-baik saja setelah ibunya pergi begitu saja beberapa tahun lalu.
Bintang tidak mengindahkan perkataan ayahnya, ia justru langsung menuju ke arah pintu kamarnya. Baru saja memegang kenop pintu tiba-tiba saja Bintang di tarik oleh ayahnya.
Plaakk!
Satu tamparan ia dapatkan dari ayahnya tanpa sebab, membuatnya terhuyung ke samping dan ia pun langsung memegangi pipinya yang terasa panas.
"Pa, apa lagi sih?! Salah aku apa, Pa?!"
Bintang menatap ayahnya dengan perasaan campur aduk. Ia sama sekali tidak mengerti, mengapa ayahnya bisa berubah seperti itu sejak kepergian ibunya.
"Dari mana kamu?! Kenapa baru pulang jam segini?!" Bentak ayahnya menatap Bintang dengan tatapan penuh amarah.
Bintang tidak bergeming, untuk apa ayahnya menanyakan dirinya sementara adanya Bintang di rumah itu pun seakan tak berarti bagi sang ayah.
Bintang hanya menatap ayahnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca karena menahan rasa sakit di dadanya. Ia tidak mengatakan apa-apa, ia tidak ingin melukai hati sang ayah karena emosi di hatinya.
"Kenapa diam kamu?! Kamu bisu?!" Teriak ayahnya membuat Bintang semakin tidak betah berada di rumah.
Bintang hanya menggelengkan kepalanya dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Tanpa sadar, ia menutup pintu dengan keras membuat ayahnya semakin murka.
"Bintang! Semakin gak sopan ya kamu! Papa belum selesai berbicara dengan kamu!!"
Bintang menutup telinganya erat-erat, tidak ingin mendengar apapun perkataan sang ayah. Bahkan, terdengar suara pintu kamarnya digedor keras oleh ayahnya.
Bintang yang merasa frustasi langsung menjatuhkan beberapa benda di atas meja kamarnya, diikuti dengan satu pukulan keras ke arah dinding.
"Aku capek Pa! Aku capek diperlakukan seperti ini!!" Teriak Bintang membuat ruangan kamarnya terasa menggelegar dengan suaranya sendiri.
"Kenapa Pa?! Kenapa?!! Kenapa harus aku yang menjadi korban karena keegoisan kalian sendiri! Salah aku apa, Pa?!"
Bintang tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakan itu, hatinya benar-benar sakit mengingat keluarganya yang jauh dari kata cemara.
Kasih sayang dan cinta yang seharusnya ada di dalam keluarganya, kini justru terasa seperti duri yang sangat menusuk kalbu.
Bintang terduduk di lantai kamarnya, ia sempat mengacak-acak rambutnya penuh frustasi. Sebelum akhirnya ia terdiam tanpa kata di dalam rangkulannya sendiri.
"Tau apa kamu tentang Papa dan Mama?! Kamu cuma anak yang gak tau diri! Gak tau di untung kamu!" Bentak ayahnya dari luar kamar sebelum akhirnya berbalik pergi.
Bintang membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya, ia membiarkan air matanya menetes bersamaan dengan emosinya. Bintang memang terlihat kuat jika sedang bersama orang lain, tapi ia tetaplah lemah ketika sedang berada di rumahnya sendiri.
"Oh Tuhan, aku benar-benar lelah..." Gumamnya lirih.
Bintang merasa pasrah dengan keadaan ini. Ia tidak bisa berpikir jernih, hatinya benar-benar terluka melihat keluarganya yang hancur berantakan.
Kontras antara keluarga Bulan dan Bintang sangat jauh berbeda. Keluarga Bulan yang selalu terlihat harmonis, sangat berbanding terbalik dengan keluarga Bintang yang tak pernah ada kedamaian.
Ingin rasanya Bintang kembali ke masa itu, masa-masa dimana ia menemukan cinta dan kasih sayang dari keluarganya. Tapi, semua itu mustahil. Waktu tidak akan pernah bisa diputar ke masa lalu.
"Puaskah Ma? Puaskah Mama melihat aku menderita sekarang," ujar Bintang lirih sambil menahan sesak di dadanya.
Andai saja ibunya dulu tak pergi meninggalkan Bintang dan ayahnya hanya demi laki-laki lain, mungkin kehidupan Bintang tidak akan serumit ini.
Bintang mengingat jelas kejadian itu, dimana usianya baru menginjak usia 10 tahun. Dan sejak itu, kehidupan Bintang berubah drastis.
Bintang merasa kosong, ia kekurangan kasih sayang dari ayah dan ibunya. Ibunya pergi, sementara ayahnya semakin lama semakin tidak peduli.
Bintang pun meraih ponselnya dan menghubungi Zai. Beberapa saat berlalu, akhirnya panggilan telepon pun tersambung.
"Halo bro," ujar Zai dari seberang telepon.
"Bro, gue ke rumah lo ya. Gue butuh lo sekarang." Balas Bintang dengan suara yang masih terdengar serak karena tangisnya.
"Oke, ke apart aja. Lo selalu welcome di apart gue."
"Thanks." Ujar Bintang sebelum akhirnya mematikan sambungan telepon.
Bintang hanya menghubungi Zai jika ia sedang dalam masa sulit seperti ini. Hanya Zai yang tau pasti apa yang terjadi di keluarga Bintang setelah Bulan.
Bintang pun langsung mengambil kunci motornya dan meninggalkan kamarnya yang berantakan. Ia pun langsung menuju ke apartemen Zai dengan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.
^^^Bersambung...^^^