Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu (?)
Pagi itu, suasana kantor terasa lebih hidup dari biasanya. Para staf tampak bersemangat, sebagian karena penasaran tentang kabar bahwa pewaris White Companies kini akan memiliki asisten pribadi sudah menyebar begitu cepat.
Apalagi saat mendengar nama Josh Grebel yang akan menjadi asisten Anaya langsung.
"Kudengar, Tuan Grebel itu tangan kanan Tuan White. Andai aku jadi Anaya White, aku akan mati di tempat. Itu sama saja dengan tidak dipercaya, kan?" ucap salah seorang karyawan sambil berbisik pelan.
Temannya mengangguk setuju. Dia menundukkan kepalanya dan menutup ujung mulutnya saat berbicara. "Benar. Aku pun lebih memilih mati saja daripada harus dipermalukan di forum besar seperti itu."
Karyawan yang tadi kembali mengangguk setuju. Kepala mereka semakin dekat dan bisikan mereka semakin halus, nyaris tak terdengar.
"Ehem, selamat pagi. Seru sekali sepertinya, apa ruangan saya sudah siap?" Anaya tiba-tiba saja datang dan mengetuk meja mereka.
Kedua wanita itu gelagapan. "Ah, oh, Nina White. Selamat pagi. Kami sudah menyiapkan ruangan Anda, Nona. Silakan."
"Oke. Kopi saya? Snack pagi? Penghangat ruangan? Bantal? Semua sudah siap?" Anaya bertanya dengan nada kesal.
Dia paham sekali kalau dirinya sedang dibicarakan pagi itu karena kesalahan di forum rapat kemarin.
"K-kopi? Saya akan segera memesankan untuk Anda, Nona. T-tapi, Tuan Grebel, a-ada ...." Salah satu wanita itu mengangguk dengan wajah gugup dan berlari kecil menuju kafe.
Kening Anaya mengerut. "Tuan Grebel? Di ruangan saya? Sedang apa dia?"
Anaya berusaha menata langkahnya seanggun mungkin saat memasuki ruang kerjanya, namun detak jantungnya tak bisa berbohong.
Di sana, Josh sudah duduk lebih dulu, membuka laptop, mengenakan kemeja putih yang digulung di pergelangan tangan.
“Pagi, Nona White.” Josh tersenyum. Nada suaranya rendah dan tenang, tapi senyum di bibirnya membuat udara terasa lebih hangat dari AC ruangan.
Anaya menaruh tasnya di meja, berusaha menjaga jarak. “Se-selamat pagi. Kenapa kau ada di sini?"
Josh mengangkat alis. “Aku datang untuk bekerja. Tapi kalau kehadiranku membuatmu gugup, aku akan duduk di sofa saja."
Anaya mendengus. “Aku tidak gugup.”
Namun, ketika dia duduk di kursinya, tangannya sedikit gemetar saat membuka berkas laporan.
Josh memperhatikan gerak-gerik itu dengan mata yang seolah tahu segalanya. “Apa kau tahu, kau lucu kalau sedang gugup.”
Anaya mendongak tajam. “Aku tidak gugup, Tuan Grebel.”
“Bagus,” ujarnya santai. “Karena mulai hari ini, kita akan bekerja sangat dekat. Kadang mungkin bahkan harus berbagi laptop, berbagi ruang, mungkin juga kita akan berbagi ...."
Wajah Anaya memerah. Dia tahu ke mana arah pembicaraan Josh.
“Berbagi udara,” potong Anaya cepat. “Aku tahu.”
Josh tersenyum tipis. “Kupikir kau akan bilang berbagi sesuatu, hehehe.”
Anaya berusaha fokus pada dokumen di depannya. Tapi setiap kali Josh berjalan mendekat, aroma maskulin pria itu memenuhi udara.
Saat mereka sama-sama membungkuk melihat laporan keuangan di layar, bahu mereka hampir bersentuhan.
Napas Anaya tertahan. “Jangan terlalu dekat,” gumamnya.
Josh menunduk sedikit, suaranya nyaris berbisik. “Aku tidak mendekat, kau yang menarikku masuk.”
“Ck! Bicaramu seperti orang tidak punya filter," decak Anaya kesal bercampur malu tertahan.
Josh terkekeh kecil. “Dan kau masih belum tahu bagaimana caraku menahan diri.”
Anaya berdiri, menegakkan tubuhnya. “Kau ini benar-benar mengesalkan, Tuan Grebel!”
Josh semakin mendekat dan mempertipis jarak di antara mereka tanpa meninggalkan senyumnya. "Oh ya? Tapi, kau suka, kan?"
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Salah satu dari wanita yang sedang bergosip tadi memasuki ruangan Anaya.
"Oh, maafkan aku mengga-, ...."
"Apa masalahmu, Nona? Apa yang ingin kau sampaikan?" tanya Anaya sambil menginjak ujung sepatu Josh.
Josh menggigit bibir bawahnya. "Yazz! Jadi, kau mengerti, kan, Nona White? Kecepatanmu sungguh luar biasa."
Lalu, Josh kembali ke tempatnya sambil mempersilakan wanita itu berbicara.
"Nona, ada yang mencari Anda atas nama Jack Scout. Tuan White mengizinkan Tuan Scout masuk ke ruangan Anda. Apa bisa saya persilakan beliau masuk sekarang?" tanya wanita itu sambil sesekali melirik ke arah Josh.
Anaya memejamkan matanya dan menekan-nekan pulpen ke pelipisnya. "Okelah, suruh dia masuk!"
Wanita itu mengangguk patuh. "Baik, Nona."
"Leona, tolong lupakan apa yang baru saja kau lihat. Tidak etis rasanya kalau kau membicarakan sesuatu tanpa kau ketahui kebenarannya. Kalau aku melihatmu melakukan itu lagi, aku akan pro rata gajimu!" kata Anaya dengan penekanan yang tegas dan nada mengancam.
Wanita bernama Leona menelan salivanya, lalu mengangguk. "B-baik, Nona. Saya tidak akan mengulangi kejadian tadi dan saya akan melupakan apa yang saya lihat hari ini. Permisi, Nona."
Anaya mengibaskan tangannya, meminta Leona keluar.
Tak lama, seorang pria dengan jas biru tua masuk sambil tersenyum ramah. Tangannya menggenggam sebuket bunga berwarna putih cantik.
“Maaf menganggumu, Nona White. Aku hanya ingin bertemu sebentar denganmu," kata pria itu sambil memberikan buket bunga putih pada Anaya.
Anaya menerimanya dengan sungkan. "Thanks, Jack. Seharusnya kau bisa berkirim pesan kepadaku dan tak perlu repot-repot datang ke sini."
"Tidak masalah. Aku juga baru selesai meeting dengan Tuan Robert dan beliau memintaku untuk menemuimu di sini," kata Jack sambil melihat seisi ruangan kerja Anaya.
Pandangan matanya jatuh pada Josh yang duduk di seberang meja kerja Anaya. Josh membalas tatapan pria itu dengan ekspresi dingin.
“Kami juga baru selesai meeting internal. Apa ada yang bisa aku lakukan untukmu, Jack?” tanya Anaya sopan.
Jack menatap sekilas ke arah Josh. “Sebenarnya, aku ingin mendiskusikan kelanjutan proposal merger minggu lalu. Tapi, sepertinya lebih baik jika kita bicarakan sambil makan malam. Restoran baru di lantai bawah sedang buka hari ini.”
Josh menyela cepat, “Kami bisa jadwalkan di kantor saja, Tuan Scout. Tidak perlu formalitas berlebihan. Kami di sini sedang menghemat anggaran perusahaan."
Jack menatap Josh santai. "Bukannya Anda Josh Grebel, tangan kanan Tuan Robert?”
Josh mengangguk singkat dan menjawab tanpa senyum. “Josh Grebel. Saat ini, saya adalah asisten pribadi Nona White."
“Ah, asisten.” Jack menepuk bahunya pelan. “Kalau begitu, boleh saya pinjam atasan Anda sebentar malam ini?”
Anaya sempat melihat rahang Josh mengeras, tapi pria itu tetap tenang. “Tentu saja,” jawabnya datar. “Selama Nona White mengizinkan.”
Anaya menelan ludah. “Baiklah, makan malam bisnis. Tidak masalah.”
Malam hari pun datang dengan cepat. Anaya sudah berjalan menuju restoran bersama dengan Josh.
Kedua orang itu memasuki restoran yang bergaya elegan dengan dinding kaca yang memantulkan cahaya kota.
Di sana sudah menunggu Jack dengan laptopnya yang terbuka. Jelas sekali, Jack akan mengajak Anaya untuk membahas pekerjaan semalam suntuk.
Anaya mengembuskan napasnya panjang. Kepalanya berdenyut-denyut. "Hai, Jack. Sudah menunggu lama?"
Jack menggeleng. "Tidak. Silakan duduk, Nona."
Malam itu, Jack bersikap sopan dan hangat. Dia tidak membahas pekerjaan, bahkan menutup laptopnya saat berbicara dengan Anaya.
Pria itu bercerita tentang ambisinya, tentang bisnis yang sedang berkembang, dan sesekali menanyakan hal-hal pribadi Anaya.
Untuk pertama kalinya, Anaya merasa bisa bernapas lega tanpa tekanan Josh. Jack membuatnya merasa dihargai.
Namun saat tawa kecil keluar dari bibirnya, Anaya merasa aneh—l, seolah ada seseorang di luar sana yang tidak akan menyukai momen ini.
“Nona White,” suara Jack lembut. “Aku senang kita bisa makan malam berdua seperti ini.”
Anaya tertegun. “Berdua?”
Jack tersenyum. “Ya, aku ingin mengenalmu bukan hanya sebagai rekan bisnis.”
Sebelum Anaya sempat merespons, Jack perlahan menggenggam tangannya di atas meja.
Anaya berkelit berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Jack. “Jack, aku rasa ini, ....”
Tiba-tiba, suara berat memotong kalimatnya. "Sepertinya makan malamnya cukup menyenangkan. Apa kita sudah bisa kembali, Nona? Besok pagi, Anda ada meeting dengan klien besar."
Anaya menoleh kaget. Josh sudah berdiri di meja mereka dengan tatapan yang menusuk tajam.
“Josh? Apa yang kau lakukan di sini? Kau kan sudah punya tempat sendiri di sana!” sanggah Anaya.
Pria itu berjalan mendekat, setiap langkahnya mantap. Dalam satu gerakan cepat, dia melepaskan tangan Jack dari genggaman Anaya.
"Tuan Scout,” ucap Josh dengan nada datar. “Nona White tidak seharusnya menggenggam tangan rekan bisnisnya di depan umum.”
Jack menatapnya heran. “Tuan Grebel, Anda hanya seorang a-, ...,"
"Asisten,” potong Josh cepat, suaranya dingin “Sekaligus seseorang yang tidak suka melihat hal yang seharusnya tidak terjadi.”
Suasana meja itu menjadi hening menggantung.
Anaya menatap Josh, antara marah, malu, dan sesuatu yang lain, sesuatu yang membuat dadanya bergetar. "Apa maksudmu, Josh?"
Tanpa menjawab pertanyaan Anaya, Josh menarik tangan gadis itu untuk keluar dari restoran.
"Josh! Lepas! Lepaskan tanganku! Kenapa kau sangat menyebalkan! Kau tidak perlu mengatur-atur apa yang harus kulakukan dengan siapapun! Lepaskan kataku!" ucap Anaya memberontak.
Josh menariknya semakin kasar dan menghempaskan tubuh mungil Anaya ke badan mobil.
"Aku tidak suka kau bersentuhan fisik dengan pria lain selain aku, Gadis Kecil!" Setelah mengucapkan itu, Josh kembali melumat bibir Anaya dengan kasar dan dalam.
***