Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Jam makan siang telah tiba dan disaat Mehmet akan pulang ke rumah.
Ia dikejutkan dengan kedatangan Tasya yang barusan masuk.
"Mau pulang?" tanya Tasya.
Mehmet berdiri mematung dan ia yang akan menjawab langsung menganggukkan kepalanya.
Tasya membuka kotak bekal yang ia bawa tadi masak di apartemennya.
"Aku masak lapis daging, Cah Brokoli sama puding kesukaan kamu." ucap Tasya.
Mehmet tersenyum dan langsung menggenggam tangan kekasihnya.
"Aku minta maaf soal semalam, ya. Tapi, aku janji akan menceraikan Stela kalau sudah..."
Mehmet menatap Tasya dengan wajah panik setelah tanpa sengaja menyebut bahwa ia mengunci Stela di gudang.
“Tasya, aku harus pulang sekarang,” ucap Mehmet sambil berdiri dan mengambil jasnya dengan tergesa.
Tasya langsung berdiri dan meraih lengan Mehmet yang akan meninggalkannya.
"Pulang? Kamu mau ninggalin aku lagi? Setelah semua yang kulakukan buat kamu, Met?”
Tasya sangat kecewa dengan Mehmet yang tidak menghargai dirinya.
“Tasya, bukan itu maksudku. Aku cuma harus memastikan Stela baik-baik saja. Tadi pagi aku sangat berlebihan saat menghadapi Stela."
Tasya menatap wajah kekasihnya dengan penampilan kecewaan.
“Dia lagi, dia lagi! Selalu perempuan itu yang kamu pikirkan!”
“Tasya, tolong jangan mulai lagi. Aku cuma mau memastikan—”
Sebelum Mehmet sempat menyelesaikan kalimatnya, Tasya langsung pingsan dan jatuh ke arah Mehmet.
“Tasya!” Mehmet langsung menangkap tubuhnya yang terkulai.
“Tasya! Bangun, Sayang!” panggilnya panik sambil menepuk pipi kekasihnya pelan.
Namun Tasya tak merespons, matanya terpejam rapat.
Tanpa pikir panjang, Mehmet langsung membopong tubuh Tasya dan membawanya keluar dari ruang kerjanya.
Ia langsung memasukkan Tasya ke dalam mobil dan segera Sopir membawa mereka ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan, Mehmet menatap wajah Tasya yang pucat di pangkuannya, tangannya terus menggenggam jemari wanita itu.
“Tasya, kamu dengar aku, kan? Aku janji nggak akan ninggalin kamu. Tapi tolong, buka matamu dulu.” ucap Mehmet dengan wajah khawatir.
Tasya yang sedang pura-pura pingsan tetap tidak membuka matanya.
"Kamu milikmu, Mehmet. Dan sampai kapanpun aku tetap akan akan menjadi milikku." ucap Tasya dalam hati.
Tak berselang lama mereka telah sampai di rumah sakit.
Mehmet turun dan memanggil perawat agar membawa ranjang dorong.
Ia kembali membopong tubuh Tasya dan menaruhnya di atas ranjang.
Perawat segera membawa Tasya masuk ke ruang UGD.
“Perawat! Tolong, cepat periksa dia. Dia tiba-tiba pingsan!” ucap Mehmet.
Salah satu dokter yang sedang berjaga datang menghampiri, lalu memberi isyarat agar Mehmet menunggu di luar.
“Tenang, Pak. Kami akan tangani dulu, silakan tunggu di luar.”
Mehmet mengangguk pelan, lalu duduk di kursi tunggu dengan kedua tangan yang masih gemetar.
Ia menunduk dan mencoba menenangkan napasnya, tapi pikirannya justru semakin berantakan.
Di satu sisi, ia khawatir dengan keadaan Tasya.
Namun di sisi lain asa rasa bersalah terhadap Stela yang ia masukkan ke dalam gudang.
“Kenapa aku malah ninggalin dia sendirian." gumam Mehmet.
Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruangan UGD dan menghampiri Mehmet.
"Bagaimana keadaannya, dok?" tanya Mehmet.
“Pasien hanya kelelahan dan tekanan darahnya turun, Pak." jawab Dokter.
"Boleh saya lihat dia?”
“Silakan, tapi jangan membuat pasien terlalu banyak bicara,” jawab dokter.
Mehmet melangkah masuk ke ruang UGD dan melihat Tasya yang sudah sadar.
“Sayang, syukurlah kamu sudah sadar. Kamu bikin aku khawatir.” ucap Mehmet sambil menggenggam tangan Tasya.
Tasya meatap wajah Mehmet yang sedang duduk disampingnya.
“Jangan pergi lagi, Met. Aku cuma takut kehilangan kamu.”
Mehmet terdiam saat mendengar perkataan dari Tasya.
Tapi di saat bersamaan, bayangan Stela yang terkurung di gudang kembali menghantui pikirannya.
“Tasya, kamu istirahatlah dulu, ya. Aku harus keluar sebentar. Aku ada urusan penting ” ucap Mehmet n
Tasya menggenggam tangannya lebih erat.
“Jangan bohong lagi, Met. Kamu mau pulang kerumah kan? Kamu mau melihat perempuan itu?”
Mehmet menunduk, terjebak antara kejujuran dan rasa bersalah.
“Aku cuma mau memastikan semuanya baik-baik saja.”
Tasya menghela nafas panjang saat mendengar perkataan dari Mehmet.
“Kalau kamu pergi sekarang, Met. Aku nggak tahu apakah aku masih mau lihat kamu lagi.”
Ucapan itu membuat langkah Mehmet terhenti di depan pintu.
Ia menatap yang wajah wanita yang selama ini dicintainya.
“Maafkan aku, Tasya. Tapi aku harus pergi.”
Ia keluar dari ruang rawat tanpa menoleh lagi dan segera ia menuju ke parkiran.
Begitu sampai di parkiran, ia langsung masuk ke mobil dan menyuruh sopir memacu kendaraan ke rumah secepat mungkin.
Sepanjang perjalanan, pikirannya terus dihantui suara Stela yang memohon dari balik pintu.
'Mehmet! Buka pintunya!!'
Beberapa menit kemudian ia telah sampai di rumahnya.
Ia lekas turun sampai lupa tidak mematikan mesin mobilnya.
Pintu rumah terbuka dengan keras dan
Mehmet langsung berlari masuk tanpa melepas sepatunya.
“Mbak Rini! Cepat ambil kuncinya!” serunya panik.
Mbak Rini yang sedang membersihkan ruang makan tersentak kaget, wajahnya pucat.
“Pak Mehmet, kuncinya ada di meja dapur!”
Mehmet langsung berlari ke dapur, mengambil kunci yang tergantung, lalu bergegas ke arah gudang.
Klik!
Ia membuka pintu dan melihat Stela yang bersandar sambil memegang perutnya.
"Stela, aku minta maaf. A-aku.."
Mehmet menjulurkan tangannya dan akan membantu Stela.
"Jangan sentuh aku!" ucap Stela sambil menyingkirkan tangan Mehmet.
Mehmet berdiri mematung saat melihat Stela yang begitu marah dengan dirinya.
Ia tak menyangka perbuatannya tadi pagi bisa sejauh ini.
“Stela, aku minta maaf. Aku bodoh. Aku nggak seharusnya mengurung kamu…”
Stela memalingkan wajahnya, matanya basah menahan air mata.
“Kalau kamu mau hukum aku, kenapa harus seperti ini, Mehmet? Aku cuma mau bekerja."
Mehmet merasakan dadanya yang sakit saat mendengar perkataan dari Stela..
"Stela, aku minta maaf. Aku tidak mau kamu kelelahan bekerja." ucap Mehmet yang tidak tahu harus berkata apa lagi.
Stela tidak menghiraukan perkataan dari Mehmet dan ia berjalan menuju ke kamarnya.
Namun hanya beberapa langkah, ia langsung jatuh pingsan.
“Stela!”
Mehmet refleks berlari dan menangkap tubuh istrinya sebelum membentur lantai.
Pelukannya erat, napasnya memburu, wajahnya panik.
“Stela! Bangun, sayang, bangun! Jangan begini… aku mohon…”
Ia menepuk pipi Stela pelan, tapi perempuan itu tetap tak bergerak.
Air mata yang jarang sekali keluar dari mata Mehmet kini menetes di pipinya sendiri.
“Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan…”
Tanpa menunggu lagi, ia langsung membopong tubuh Stela dan membawanya ke rumah sakit.
Mehmet juga mengajak Mbak Rini agar ikut ke rumah sakit.
Ia melajukan mobilnya sekencang mungkin menuju ke rumah sakit.
Beberapa menit kemudian, Mehmet tiba di rumah sakit dengan wajah panik dan langkah tergesa.
Perawat segera datang dengan ranjang dorong ketika melihat ia menggendong Stela yang tak sadarkan diri.
“Cepat! Tolong istriku! Dia pingsan!” seru Mehmet dengan suara bergetar.
Perawat segera membawa Stela ke ruang gawat darurat.
Mehmet berjalan mengikuti mereka dengan napas terengah, matanya tak lepas dari wajah pucat Stela yang terbaring lemah.
Setelah pintu UGD tertutup, salah satu perawat menghampiri Mehmet dan Mbak Rini yang berdiri di luar.
“Silakan tunggu di luar dulu, Pak. Dokter sedang memeriksanya.”
Mehmet hanya mengangguk lemah, duduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk.
Tangannya masih gemetar dengan dadanya yang terasa sesak oleh rasa bersalah yang semakin menghimpit.
Mbak Rini yang duduk di sampingnya menatap tuannya dengan raut cemas.
“Pak, Ibu Stela tadi memang kelihatan lemah dan sejak pagi dia juga belum sempat sarapan,” ucap Mbak Rini
Mehmet menatap kosong ke arah lantai dengan rasa bersalah.
“Seharusnya aku nggak ninggalin dia. Aku yang buat dia seperti ini,” gumam Mehmet.
Detik demi detik berganti hingga akhirnya pintu ruang UGD terbuka.
Seorang dokter keluar sambil menuliskan sesuatu di berkas medis.
“Pak Mehmet?” panggilnya.
Mehmet langsung berdiri dan menghampiri dengan cepat.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok? Apa dia baik-baik saja?” tanyanya penuh cemas.
Dokter menghela nafas panjang saat akan menjawab pertanyaan dari Mehmet.
“Istri Bapak mengalami gejala typus. Kondisinya drop karena kelelahan dan kurang istirahat.
Kemungkinan besar juga karena tidak makan sejak pagi. Tapi syukurlah, belum sampai tahap berbahaya.”
Mehmet memejamkan mata sejenak, menahan napas lega bercampur penyesalan.
"Kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan." ucap dokter yang kemudian kembali masuk ke ruang UGD.