Aira memergoki suaminya selingkuh dengan alasan yang membuat Aira sesak.
Irwan, suaminya selingkuh hanya karena bosan dan tidak mau mempunyai istri gendut sepertinya.
akankah Aira bertahan bersama Irwan atau bangkit dan membalas semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fazilla Shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Ketika Aku Pergi Tanpa Menoleh Lagi
"Hamil? Bukannya aku udah minta agar kamu selalu menggunakan pil kontrasepsi agar bisa mencegah kehamilan?" tanya Irwan.
"Udah sih, Mas. Tapi, aku nggak tau kenapa akhir-akhir ini mudah lelah banget, mana sering mual juga kalau pagi-pagi. Kayaknya nggak mempan ini obatnya, apalagi kalau kamu ngajakin itu sampai berkali-kali. Kamu nggak mungkin ninggalin aku setelah aku hamil kan?" tanya Lisa. Tentu saja itu hanya bohong belaka untuk menggertak Irwan.
"Ah, mana mungkin. Kayaknya kamu cuma asam lambung aja deh Sayang, sebaiknya sih jangan hamil dulu. Aku nggak ingin anak kita lahir di luar pernikahan," jawab Irwan sedikit panik takut Lisa hamil.
"Yaudah kalau kamu nggak mau mengakui, aku akan cari pria lain aja yang mau nerima aku apa adanya kalau aku benar-benar hamil," ucap Lisa pura-pura merajuk.
"Sayang, jangan gitu dong. Aku pasti tanggung jawab kok, tapi kan itu juga masih belum pasti iya kan? Jadi, jangan berpikiran terlalu jauh dulu," jawab Irwan dengan membujuk.
Lisa tetap saja cemberut, dan melihat ke arah jendela. Ia harus memikirkan cara agar Irwan tidak bisa mengelak lagi dan mau segera menikahinya.
Danu hanya bisa menghela napas, karena ia tidak bisa gegabah untuk langsung menikah lagi. Kuasa perusahaan masih sepenuhnya milih Aira, dan rumah serta aset yang lainnya juga masih milik Aira. Butuh waktu bagi Irwan untuk bisa merebut semuanya sebelum akhirnya ia akan membuang Aira.
*****
"Jadi, menurut paman langkah pertama apa yang harus aku lakukan?" tanya Aira yang kini sedang berbicara serius dengan Pak Dani di kantin rumah sakit.
Sementara di ruang rawat Syifa, ada Bu Melati yang menjaganya.
"Kamu harus pulang, ambil semua surat penting. Baik itu rumah, mobil, dan semuanya yang kamu miliki sebelum kamu menikah dengan Irwan. Jangan lupa surat nikah kalian juga," jawab Pak Dani menjelaskan apa aja yang harus Aira bawa.
"Apa aku juga harus membawa barang-barangku, Paman?" tanya Aira lagi.
"Bertahap aja Aira, jangan malah langsung semuanya malam ini. Yang penting surat-surat penting udah kamu amankan, nanti kamu cari alesan aja pura-pura pergi karena kamu tau kalau Irwan selingkuh. Paman udah nyuruh orang untuk mendapatkan buktinya," jawab Pak Dani menjelaskan lagi.
"Masalah perusahaan gimana, Paman? Aku ingin perusahaan segera beralih ketanganku. Aku nggak ingin Mas Irwan menikmati banyak uang perusahaan," ucap Aira.
"Paman masih ingin kamu kembali setelah kamu berubah kurus dan juga cantik seperti dulu. Tapi, kalau kamu udah nggak sabar kamu bisa segera duduk di perusahaan kapanpun kamu inginkan. Tapi, kamu tau dampaknya apa kalau kamu muncul sekarang? Kamu hanya akan di tertawakan, di hina, dan di rendahkan oleh Irwan di depan investor dan juga para karyawan. Apa kamu siap menanggung itu semua? Biarkan aja dulu dia terlena dan bersenang-senang, semuanya udah terlanjur. Tapi, paman nggak akan membiarkan satu rupiah pun dari hartamu nantinya akan dinikmati oleh Irwan," jawab Pak Dani.
Mengetahui kondisi Alexander Group yang menurun di era kepemimpinan Irwan saja sudah membuat Pak Dani sangat murka. Di tambah perlakuan Irwan pada Aira, Pak Dani tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika tidak bisa menyelamatkan perusahaan milik sahabatnya.
Aira menghela napas. Apa yang Pak Dani ucapkan ada benarnya juga, ia tidak bisa sembarangan langsung terjun dengan kondisi dirinya yang seperti ini.
"Baiklah, aku lebih setuju dengan saran dari paman tadi."
"Apa mertuamu juga sama seperti Irwan?" tanya Pak Dani.
Aira menganggukan kepalanya. "Setelah dibangunkan rumah yang bagus, mertuaku juga memiliki toko bangunan, Paman. Itu semua hasil dari perusahaan Alexander Group."
Dulu, mertuanya itu sangat baik kepadanya. Sehingga ketika mertuanya minta untuk dibangunkan rumah dan juga memiliki usaha agar mempunyai penghasilan Aira langsung mengiyakan permintaan mertuanya itu.
"Paman curiga kalau dulu kamu di guna-guna, Aira. Kamu bahkan senurut itu sama suami dan juga mertuamu, dan sekarang mereka memperlakukan kamu dengan buruk. Sepertinya paman akan melakukan cara yang lebih ekstrim untuk bisa merebut milik mertuamu juga," jawab Pak Dani yang tidak habis pikir sama Aira yang nurut begitu saja.
"Apa nggak keterlaluan, Paman?" tanya Aira yang merasa kasihan jika ia harus mengambil milik mertuanya juga.
"Nggak ada yang keterlaluan Aira, justru perlakuan mereka yang udah keterlaluan sama kamu. Udah banyak jasa dan juga bantuan yang udah kamu berikan, tapi buktinya apa? Mereka malah semena-mena sama kamu. Rasa sakit kamu berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun harus dibayar dengan rasa sakit yang sama, biarkan aja Irwan berdiri dikakinya sendiri. Bukannya dia selalu sombong dan menganggap kalau dirinya hebat? Jadi, kita tinggal buktikan aja nanti. Bisa apa dia tanpa adanya Alexander?" ucap Pak Dani panjang lebar.
"Baiklah, aku akan ikut apa yang menjadi rencana paman aja," jawab Aira.
"Sekarang pulanglah, bilang aja kamu perlu mengambil beberapa barang kalau kamu bertemu dengan Irwan," ucap Pak Dani. Ia akan mendidik cara pola pikir Aira agar tidak selalu kasihan.
"Tapi, dari semalam bibi belum pulang sama sekali. Aku takut bibi akan kecapekan paman, apa nggak sebaiknya bibi aja yang pulang?" tanya Aira tak enak hati pada Bu Melati.
"Bibi kamu kuat, Aira. Dia nggak akan kecapekan kalau hanya untuk menjaga Syifa," jawab Pak Dani.
"Baiklah, aku akan ke kamar Syifa dulu sebelum aku pulang, Paman."
Pak Dani mengangguk kepalanya, karena ada hal lagi yang harus dia urus untuk bisa memuluskan rencananya.
Aira segera beranjak dari duduknya dan segera melangkahkan kakinya pergi menuju ke ruang rawat Syifa.
Aira membuka pintu kamar anaknya dengan sangat hati-hati takut anaknya sedang tidur, setelah dirasa aman, Aira pun masuk ke dalam.
"Anak Bunda udah bangun aja. Maaf ya Sayang, Bunda lama ya?" tanya Aira dengan lembut.
"Nggak apa-apa, Bunda. Kata Oma, Bunda sibuk jadi aku main sama Oma dulu," jawab Syifa dengan suara cadel karena belum terlalu jelas di usianya yang udah 3 tahun.
"Pinter sekali," ucap Aira.
Ia mencium tangan putrinya, salah satu kekuatannya untuk bisa merebut semuanya kembali dan membahagiakan dirinya dan juga Syifa.
"Bukannya paman udah minta kamu pulang?" tanya Bu Melati.
"Iya Bi, sebentar lagi. Aku ingin memeluk Syifa dulu," jawab Aira langsung memeluk Syifa dengan penuh kasih sayang.
"Sayangnya Bunda, apa nggak apa-apa kalau Bunda pulang sebentar?" tanya Aira dengan nada lembut dan pelan.
"Tapi, Bunda janji kan akan segera datang kesini lagi?" tanya Syifa.
Aira menganggukan. "Mana mungkin Bunda bisa jauh-jauh dari Syifa, Bunda akan segera kembali lagi kesini, Sayang. Bunda hanya mengambil barang-barang kita sebentar, kamu pasti udah rindu sama mainan kamu kan Sayang? Jadi, biar sekalian Bunda bawa dari rumah," jawab Aira.
"Baiklah, Bun. Bunda hati-hati ya di jalan," ucap Syifa yang sebenarnya takut kehilang Bundanya.
"Bunda pasti hati-hati, kamu juga jangan rewel ya sama Oma. Bunda akan secepatnya kembali lagi, istirahatlah kalau udah ngantuk, oke?"
"Oke, Bunda," jawab Syifa dengan riang.
"Aku titip Syifa lagi ya, Bi," kata Aira pada Bu Melati.
"Iya Aira. Kamu hati-hati di jalan, segera hubungi bibi kalau ada sesuatu," jawab Bu Melati yang tidak keberatan sama sekali untuk menjaga Syifa.
"Iya, Bi."
Aira pun mencium tangan Bu Melati dan segera keluar dari ruangan Syifa. Ia berjalan dengan cepat hingga akhirnya sampai juga di parkiran.
Setelah sampai di parkiran, Aira segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya sampai juga di rumahnya.
"Selamat malam, Nyonya," sapa Pak Satpam.
"Selamat malam juga, Pak. Apa Mas Irwan belum pulang, Pak?" tanya Aira.
"Tuan hanya tadi pagi pulang sebentar Nyonya. Setelah itu, belum ada datang lagi sampai sekarang," jawab Pak Satpam.
"Oh, yaudah kalau gitu Pak. Kalau Mas Irwan datang, Bapak langsung telepon aku ya. Tapi, jangan sampai Mas Irwan tau," ucap Aira.
"Baik, Nyonya," jawab Pak Satpam langsung mengiyakan.
Setelah gerbang di buka, Aira pun segera melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di depan rumah.
"Sepertinya sekarang waktunya aku bawa baju dan juga mainan milik Syifa. Aku nggak yakin kalau nanti bisa mengambilnya lagi," gumam Amira.
Ia buru-buru turun dari mobilnya dan segera berlari dengan cepat ke kamar anaknya dan memasukan semua barang milik anaknya. Setelah selesai, Aira langsung meletakkannya di mobil.
Ia juga berlari lagi menaiki tangga, mencari semua berkas dan juga surat penting yang sudah dikasih tau oleh Pak Dani. Baik surat mobil, surat rumah, dan juga perhiasan. Aira lupa jika ia memiliki perhiasan yang tidak Irwan ketahui. Aira segera mengamankannya dan kembali meletakan di mobil.
Akhirnya tinggal bajunya saja, Aira kembali menaiki tangga dengan cepat dan segera mengambil beberapa potong bajunya. Ia memasukan ke dalam tas dan kembali membawanya turun dengan cepat. Napasnya tersengal-sengal, baru kali ini ia olahraga se ektrim ini.
Semuanya sudah ada di mobil, dan mobil Irwan baru saja datang. Aira menyeka keringatnya, mengatur napasnya agar tidak membuat Irwan curiga.
Irawan yang melihat Aira pulang kerumah buru-buru turun dari mobilnya karena dia ingin memberikan Aira pelajaran.
"Mau kemana lagi, kamu?" tanya Irwan.
"Aku pulang karena ingin ngambil baju ganti untuk aku dan juga Syifa, Mas. Syifa masih belum bisa pulang, aku bahkan harus menitipkan Syifa ke suster karena kamu juga nggak akan mungkin mau di repotkan untuk ke rumah sakit menjaga Syifa kan? Apalagi sampai mengantar barangku dan juga Syifa," jawab Aira yang berusaha tenang.
"Bagus kalau kamu tau!" sahut Irwan yang langsung masuk kedalam rumah meninggalkan Aira.
"Mas, kenapa sih kamu tega-teganya selingkuh? Di saat anak kita membutuhkan kamu, kamu malah asik berduaan dengan wanita jalan itu," ucap Aira yang sudah tidak bisa lagi membendung rasa kecewa dalam hatinya.
"Tutup mulut kamu, Aira! Kamu sangat tidak pantas menyebutnya jalang. Kamu harus sadar diri, apalagi pake tanya apa alesanku sampai selingkuh, tentu aja karena badan kamu yang udah nggak menarik lagi, udah gendut, dekil lagi. Suami mana yang bakalan betah dan aku juga akan segera menikahinya dalam waktu dekat. Ada atau tidaknya restu dari kamu, aku akan membawanya kerumah ini dan kamu nggak boleh menolaknya!" jawab Irwan dengan tidak berperasaan. Apalagi tadi Lisa juga ngambek karena Irwan belum bisa menikahinya dalam waktu dekat.
"Kamu benar-benar jahat, Mas. Apa kamu udah melupakan semua kisah kita dari dulu hah? Ada Syifa yang membutuhkan kasih sayang dari kamu, Mas!" teriak Aira.
Dadanya benar-benar sesak, suaminya terang-terangan mengatakan akan menikahi wanita lain dalam waktu dekat.
"Alah! Aku nggak butuh ceramah dari kamu!" ucap Irwan yang buru-buru menaiki tangga.
Aira segera menghapus air matanya dan segera pergi keluar. Keputusannya untuk meninggalkan rumah ini sekarang juga adalah keputusan yang sudah tepat. Untung saja dia tadi memiliki waktu untuk membereskan semuanya.
Irwan sampai di kamarnya, ia segera membersihkan tubuhnya yang sudah lelah. Apalagi dia juga harus membujuk kekasihnya yang sedang merajuk.
"Aku akan segera mencari cara agar Aira mau tanda tangan pengalihan perusahaan padaku, atau aku paksa aja si Aira dengan menahan Syifa nanti? Bukankah Syifa adalah kelemahannya? Sepertinya itu ide yang bagus daripada harus susah payah membunuhnya. Aira yang bodoh itu pasti akan melakukan apapun untuk anaknya, aku akan menunggu mereka pulang. Dan nanti, aku akan segera ngajak Lisa tinggal dirumah ini dan mengurus pernikahan. Kamu sangat cerdas sekali, Irwan!"