NovelToon NovelToon
Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pembaca Pikiran / Pelakor jahat
Popularitas:741
Nilai: 5
Nama Author: Tri Harjanti

Jarang merasakan sentuhan kasih sayang dari suami yang diandalkan, membuat Mala mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Perselingkuhan, penghinaan, dan pernah berada di tepi jurang kematian membuat Mala sadar bahwa selama ini dia bucin tolol. Lambat laun Mala berusaha melepas ketergantungannya pada suami.
Sayangnya melepas ikatan dengan suami NPD tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak konflik dan drama yang harus dihadapi. Walaupun tertatih, Mala si wanita tangguh berusaha meramu kembali kekuatan mental yang hancur berkeping-keping.
Tidak percaya lagi pada cinta dan muak dengan lelaki, tetapi jauh di dasar hatinya masih mengharapkan ada cinta tulus yang kelak melindungi dan menghargai keberadaannya di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Harjanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permainan Nakal

Groooom … groommm … ckiiittt ….

Suara ban mobil berdecit. Itu artinya Bram pulang membawa mobil dari bengkel. Mala menyambut keluar membuka pagar. Mia si bungsu berteriak menyambut kepulangan Papah yang ditunggu-tunggunya.

Ini sudah Senin sore. Isi kepala Mala mengeluhkan pikiran pertanyaan ke mana saja Bram sejak minggu pagi kemarin. Namun, melihat Bram, kepulangan Bram bersama mobil dan sepertinya juga suasana hati Bram sedang senang. Mala memilih untuk tidak meneruskan pikiran-pikiran yang bisa merusak kebahagiaan.

“Hore, kita jalan-jalan!” sorak Mia.

“Mau?” tanya Bram sambil menggendong Mia.

Jelas saja Mia mengangguk.

“Sana bilang Mamah, bilang juga ke kakak-kakak untuk siap-siap!” perintah Bram.

“Okey,” Mia mengacungkan jempol. Berteriak pada Mala yang tengah menutup pagar dan lanjut mengabarkan pada kakak-kakaknya di dalam rumah.

Bram masih di garasi, Mala menghampiri, tadinya hanya ingin meraih tas ransel Bram tapi Bram mencium keningnya. Ada aroma mint yang tercium oleh Mala. Bram menyodorkan sebuah nota dari bengkel yang diambil dari dasbor mobil. Kemudian menutup pintu mobil dan memanggul ranselnya sendiri.

Sekilas Mala melirik isi di dalam mobil. Salah fokus dengan kursi sebelah kiri yang berubah posisi. Hampir dalam posisi tidur, seakan baru saja diduduki. Jadi tadi … Bram tidak sendirian, batin Mala.

***

Musik berganti-ganti sesuai selera anak-anak. Mia banyak mengoceh. Dua kakak asyik bersenandung. Mala banyak terdiam.

Beruntungnya Bram tidak begitu menghiraukan wajah Mala yang kecut. Duduk di kursi yang sudah dibetulkan posisinya menjadi tegak kembali oleh Bram … Mala tetap duduk dengan gelisah. Sesekali tatapannya mengarah pada ujung sepatu yang dikenakan. Ujung sepatunya menginjak suatu benda. Diperhatikan diam-diam, itu menyerupai karet rambut. Mala tak tahu persis karena gelap, tapi saat kebetulan mobil mereka berhenti di bawah sorot lampu jalan … akhirnya Mala tahu … karet rambut itu jelas bukan miliknya, bukan milik anak-anak, ada helai rambut tersangkut yang lagi-lagi berwarna pirang.

“Kenapa, Mah? Kok diam saja?” tanya Bram baru menyadari Mala banyak melamun.

Mala menggeleng pelan. Dadanya bergemuruh. Tiba-tiba terbesit ide memancing reaksi Bram, sebetulnya sisi hati lain sudah berkata, jangan! Ngapain sih Mala! Nggak usah cari masalah!

Sayangnya Mala dengan sengaja mengabaikan intuisinya. Kemudian ia berpura-pura menggosok ujung sepatu, berdecih lirih dan bergerak menunduk memungut sesuatu. Karet terinjak itu ….

Entah apa mau Mala, membuat Bram emosi saat menyetir mobil bukanlah hal yang baik. Tapi emosi Mala menguasai.

“Karet rambut siapa ini ya, Pah?” tanya Mala dengan intonasi nada yang dibuat senaif mungkin. Bram melirik dan tersedak, raut muka pucat pasi. Hanya sesaat, karena orang seperti Bram mudah menguasai keadaan.

“Punya kalianlah, siapa lagi?!” serunya dengan nada marah.

“Maya, Moya … kalian punya ini?” tanya Mala menunjukan karet itu pada anak-anak, “Mamah nggak tanya ke Mia, ya, udah pasti karet sebesar ini, bukan milik Mia.”

Maya dan Moya kompak menggeleng. Saling berpandangan dan mengatakan tidak. Mala tersenyum puas. “Sudah kuduga,” ujarnya.

Bram merasakan sesuatu yang tidak nyaman, seolah Mala tengah mengejeknya. Bram jelas tahu karet itu bukanlah milik anak dan istrinya. Sebab tadi siang Bram sendiri yang dengan agresifnya menarik karet rambut itu dari pemiliknya. Melintas adegan tadi siang yang ia lakukan di atas jok mobil yang kini tengah diduduki Mala. Wanita yang ia cumbu tadi siang itu, jelas bukan Mala―istrinya.

“Akh, sudahlah! Nggak penting punya siapa! Kita mau makan di mana sekarang?!” bentak Bram mengagetkan. Anak-anak terkejut dengan perubahan suasana ini. Celoteh Mia langsung berhenti. Pundak Maya dan Moya langsung menegang. Mereka sudah hafal dengan temperamen sang papah.

“Tadi kamu mau ajak kita ke mana, kita ngikut aja, Pah!” ujar Mala.

“Huh, ngikut-ngikut mulu, kamu sih apa-apanya ngikut nggak punya inisiatif! Aku udah nyetir masa harus mikir juga, masih harus ngeluarin uang juga!” bentak Bram dengan tatapan liar.

Mala bergidik. Sudah menduga Bram yang temperamental akan mengalihkan kecurigaan karet rambut dengan hal lain, dan pastinya malah berbalik emosi dan kisruh sendiri. Mala dan anak-anak terdiam. Menjawab apa pun percuma, Bram tetap ingin meluapkan emosi. Menjadikan istri dan anak-anak sasaran kemarahan. Entah yang meluncur dari bibirnya masuk akal atau tidak.

***

Mobil berbelok di sekitar daerah tugu. Ada sebuah resto dengan live musik yang akhirnya dipilih Bram dengan kesal. Melemparkan menu ke arah Mala, dan berseru … “Pilihlah!”

Mala mengangguk, suasana jadi canggung begini, dahi Bram masih berkerut.

Semua ini karena disinggung masalah karet rambut, Mala jadi menyesali tindakannya yang sengaja mengungkit soal karet. Keadaan berbalik bagi Mala. Ia yang seharusnya marah, tetapi Mala juga yang serba salah.

Hmm, playing victim, batin Mala ngedumel ... nyatanya, Bram melihat Mala mengatupkan bibir rapat-rapat.

Mereka mendapatkan meja menghadap band yang tengah memainkan musik. Perlahan suasana menjadi lebih nyaman karena musik membawa pada suasana rileks. Bram mulai tertawa bersama Mia. Maya dan Moya asyik memilih menu. Hanya Mala yang masih bingung harus menampilkan muka bagaimana. Melihat reaksi Bram tadi, jujur … Mala cemas, overthinking-nya benar-benar terjadi di atas jok mobil itu.

Lalu … bagaimana kalau iya, Mala? Bagaimana kalu benar Bram seling-

“Mala!!!”

Lamunan di kepala Mala terhenti. Bentakan Bram mengagetkannya. Bukan hanya bentakan memanggil nama yang mengejutkan Mala―sebab Bram biasa memanggilnya Mah, dan bukan nama aslinya―tetapi juga toyoran di kepala Mala.

Pelayan resto yang sedang mencatat menu di depan Mala sampai terkejut. Bukan main Mala detik itu juga ingin menangis, Bram nyerocos mengomelinya yang tidak dengar saat pelayan resto menayakan menu padanya.

“Kamu tuli ya, tuli ya, Mala?!” bentak Bram, di depan pelayan, di hadapan anak-anak mereka, dan entah siapa lagi yang melihat dan mendengarkan di sekitar mereka.

Mala ingin tenggelam ke inti bumi. Bram sama sekali tidak malu, mempermalukan istrinya di depan umum.

“Maaf, Kak. Tadi saya nggak dengar, bisa tolong ulangi, Kak?” tanya Mala lembut kepada pelayan.

Pelayan tersebut pun menjawab sopan, seolah memahami situasi dari pelanggannya. Pelayan laki-laki itu menjelaskan sekali lagi menu apa-apa saja yang tersedia dan yang tidak, karena tadi ada yang menuliskan menu yang habis, maka ia menanyakan gantinya pada Mala.

Bram tidak lagi mengganggu Mala, kini malah tertawa menggandeng Mia ke arah panggung musik. Dan ini tak luput dari perhatian Mala. Sungguh cepat perubahan suasana hati Bram, hmm, sebentar marah, sebentar tertawa.

Setelah menutup menu dan mengucapkan terima kasih pada pelayan. Mala termenung sekali lagi. Bram sedang mengajarkan Mia untuk memasukkan uang ke dalam wadah yang disediakan pemusik di atas panggung. Selembar uang warna biru.

Mala mengembuskan napas. Bram memang royal sekali dengan orang lain, tetapi tidak kepada dirinya. Mala sering berjuang dengan malu hanya untuk uang warna biru seperti itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Nurika Hikmawati
Semangat terus ya Mala... kamu pasti biaa bngkit
Nurika Hikmawati
gantian coba kamu yg di rumah Bram!
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
Nurhikma Arzam
agak seram ya boo
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
Janti: emang asem sie dia
total 1 replies
Nurhikma Arzam
kereen nih semangat thor
Janti: makasih yaa
total 1 replies
Meliora
🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.
Janti: Makasih yaa👍
total 1 replies
Dulcie
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
Janti: makasih kk udah mampir👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!