NovelToon NovelToon
Om Duda Genit

Om Duda Genit

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Lune

Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.

Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dingin tapi Memikat

Mobil hitam mewah milik Arga berhenti tepat di depan gedung tinggi menjulang milik perusahaannya Argana Corp, perusahaan besar yang terkenal di bidang properti dan investasi. Seorang petugas keamanan segera berlari kecil untuk membukakan pintu mobil, sementara sopir pribadi Arga segera turun dan menunduk hormat.

Arga keluar dengan langkah tenang. Jas hitamnya rapi, sepatu kulitnya berkilau, dan aroma parfum maskulin langsung terbawa angin ketika ia berjalan menuju pintu utama gedung. Sorot matanya tajam, wajahnya tanpa ekspresi dingin seperti biasa.

Begitu pria itu melangkah masuk ke lobi, suasana yang semula ramai langsung berubah. Semua karyawan yang tadinya mengobrol mendadak berdiri tegak, sebagian bahkan pura-pura sibuk menatap layar komputer atau menunduk hormat.

"Selamat pagi, Pak Arga," ucap beberapa staf dengan suara hati-hati.

Arga hanya menanggapi dengan anggukan kecil tanpa sedikit pun perubahan di wajahnya. Tatapannya datar, tapi cukup untuk membuat siapa pun yang melihatnya menelan ludah gugup. Aura wibawanya terlalu kuat, membuat semua orang otomatis menjaga jarak.

Dari arah lift, seorang wanita dengan langkah cepat namun elegan menghampiri. Sepatunya berhak tinggi, setiap langkah terdengar jelas di lantai marmer. Dia mengenakan rok pensil hitam dan kemeja putih dengan blazer abu muda modis dan profesional.

Itulah Selina, sekretaris pribadi Arga yang terkenal bukan hanya karena kecantikannya, tapi juga karena kedisiplinannya. Rambutnya diikat rapi, bibirnya berlipstik merah muda lembut, dan matanya berbinar ketika melihat atasannya datang.

"Selamat pagi, Pak Arga," sapanya dengan senyum ramah yang disembunyikan di balik kesopanan formal.

Arga hanya menoleh sedikit. "Pagi." Suaranya dalam dan datar, tapi entah kenapa, cukup membuat Selina merinding kecil bukan karena takut, tapi karena pesonanya yang dingin dan tak tersentuh.

Mereka berjalan berdampingan menuju lift pribadi. Setiap orang yang melihat, otomatis menunduk. Begitu pintu lift menutup, suasana di lobi kembali berdenyut, napas semua orang lega seolah baru selesai ujian nasional.

Di dalam lift, Selina menatap layar kecil di atas pintu sambil melirik Arga sekilas. Ia ingin mengajak bicara, tapi tahu betul, pria itu tidak suka basa-basi.

Namun tetap saja, rasa kagum (dan sedikit cinta diam-diam) membuatnya tak tahan untuk berbicara.

"Agenda Bapak hari ini padat, tapi saya sudah susun agar rapat dengan investor bisa dimajukan jam sepuluh. Setelah itu, ada meeting dengan tim marketing jam satu," ucap Selina sopan, memecah keheningan.

Arga menatap sekilas dokumen di tangannya. "Baik," jawabnya pendek.

Tidak ada senyum. Tidak ada tatapan lama. Hanya respon dingin tapi tetap membuat Selina merasa dadanya berdebar aneh.

Lift berhenti di lantai paling atas. Begitu pintu terbuka, ruangan besar dengan dinding kaca menyambut mereka. Dari sana, pemandangan kota terlihat jelas. Arga melangkah masuk ke ruangannya ruangan luas bergaya minimalis dengan warna dominan hitam dan abu-abu, mencerminkan karakternya yang tegas dan tenang.

Selina meletakkan beberapa dokumen di meja kerja pria itu, lalu berdiri tegak di depan sambil menatapnya sesaat.

"Apakah ada yang perlu saya siapkan lagi, Pak?" tanyanya lembut.

Arga duduk di kursinya, menyalakan laptop, dan menatap layar tanpa mengangkat kepala. "Kopi hitam. Tanpa gula."

"Baik, Pak."

Selina berbalik, namun sebelum keluar, ia sempat menatap punggung Arga dari jauh. Dingin, tenang, tak tergoyahkan pria itu seperti misteri yang sulit ditebak, tapi justru membuatnya semakin ingin mengenalnya lebih dalam.

Sementara itu, Arga menatap kaca besar di depannya, melihat bayangan dirinya sendiri.

Hari baru dimulai dan seperti biasa, ia kembali mengenakan topeng dingin yang sudah menjadi bagian dari dirinya.

"Waktunya rapat," gumamnya pelan.

Selina masuk beberapa detik kemudian, membawa map dan tablet. "Rapat dengan tim investor sudah siap, Pak. Semua peserta sudah menunggu di ruang meeting lantai dua puluh."

Arga berdiri, membenarkan dasinya di depan kaca besar di dinding. "Baik. Siapkan juga salinan kontrak finalnya."

"Sudah saya letakkan di dalam map ini, Pak," jawab Selina cepat.

Arga mengambil map itu, menatapnya sejenak, lalu menatap Selina datar tapi tajam.

"Pastikan tidak ada kesalahan sekecil apa pun. Saya tidak suka pengulangan."

Selina menelan ludah kecil dan mengangguk. "Siap, Pak."

Tanpa banyak bicara lagi, Arga melangkah menuju pintu. Sepatunya berderap mantap di lantai marmer, langkah yang otomatis membuat semua staf di koridor menunduk atau menyingkir memberi jalan.

Rapat berlangsung di ruang meeting utama lantai 20, ruangan luas dengan dinding kaca transparan yang menampilkan pemandangan kota. Di tengah ruangan, meja panjang berwarna hitam mengilap sudah penuh dengan berkas, laptop, dan botol air mineral berjejer rapi.

Saat mereka berdua menunggu lift, Selina mencoba membuka percakapan ringan.

"Investor dari luar negeri itu, Miss Clara, sudah datang sejak setengah jam lalu, Pak. Sepertinya dia... sangat menantikan pertemuan ini."

Arga hanya menjawab datar tanpa menoleh.

"Kalau dia menunggu, berarti dia paham siapa yang sedang dia temui."

Lift terbuka. Arga masuk lebih dulu, berdiri tegap dengan tangan di saku. Selina berdiri di samping, diam, menatap pantulan Arga di dinding logam lift sosok pria dengan aura yang tenang tapi berbahaya, seperti seseorang yang bisa membuat ruangan senyap hanya dengan satu tatapan.

Begitu pintu lift terbuka di lantai dua puluh, Arga melangkah keluar.

"Buka pintu rapatnya," ucapnya singkat.

"Baik, Pak."

Selina segera membuka pintu ruang rapat yang besar itu. Semua kepala langsung menoleh ketika Arga masuk, dan suasana berubah hening dalam sekejap.

Arga tidak perlu bicara keras. Suaranya tenang tapi tegas ketika ia berkata:

"Kita mulai rapatnya sekarang."

Arga melangkah masuk dengan langkah tenang dan mantap. Semua orang yang sudah duduk langsung berdiri.

"Selamat pagi, Pak Arga," serempak mereka menyapa.

Arga hanya mengangguk kecil, menaruh tablet di meja, lalu duduk di kursi paling ujung. Dingin, tegas, tapi kharismanya tak terbantahkan.

Selina mengikuti dari belakang, membawa map berisi laporan serta secangkir kopi hitam yang baru dibuat. Ia meletakkannya di hadapan Arga dengan lembut, pandangannya sekilas menatap pria itu lalu duduk di sisi kanan, siap mencatat jalannya rapat.

Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Seorang wanita bergaun krem elegan masuk dengan senyum ramah.

Dialah Clara, perwakilan investor dari perusahaan luar negeri. Penampilannya anggun, pembawaannya percaya diri, dan matanya langsung tertuju pada Arga.

"Good morning, Mr. Arga," sapanya dengan nada lembut.

Arga menatap sekilas, lalu berdiri dan menjabat tangannya singkat. "Morning, Miss Clara. Please, have a seat."

Selina yang memperhatikan itu menahan diri agar tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Tapi matanya sempat melirik cara Clara menyentuh lengan jas Arga dengan ringan sesuatu yang tidak semua orang berani lakukan.

Clara duduk di hadapan Arga, membuka laptopnya, dan tersenyum. "Saya sudah lihat rancangan proyek resort baru Anda di Bali. Desainnya... luar biasa. Anda punya selera yang luar biasa, Pak Arga."

Arga menatapnya datar, namun suaranya tetap sopan.

"Terima kasih. Kami berusaha menjaga kualitas di setiap proyek kami."

"Dan Anda berhasil," balas Clara dengan senyum menggoda.

Beberapa karyawan saling pandang diam-diam. Suasana rapat jadi agak berbeda lebih... hangat.

Selina mengetik cepat di laptop, mencoba fokus, tapi matanya sempat melirik ekspresi Arga. Pria itu masih sama: dingin, fokus, tapi entah kenapa, kali ini sudut bibirnya sempat terangkat sedikit.

"Jadi, seperti yang saya katakan," lanjut Clara sambil menatap Arga penuh perhatian, "kami tertarik menjadi mitra utama. Tapi tentu saja, saya ingin memastikan semua detail sesuai dengan... harapan saya."

Nada suaranya menggantung manja tapi profesional.

Arga menatapnya lurus, matanya menembus tenang.

"Kami akan pastikan semua sesuai, Miss Clara. Argana Corp tidak pernah setengah-setengah dalam bekerja."

Kalimat itu singkat, tapi dengan nada rendah dan berat yang entah kenapa membuat Clara tersenyum makin lebar.

Selina diam. Ia mencatat sesuatu, tapi jarinya berhenti beberapa detik. Ada rasa aneh di dadanya.

Bukan karena cemburu atau mungkin, justru karena itu.

Rapat berlangsung selama hampir satu jam. Arga tetap memimpin dengan tenang, logis, dan penuh kendali. Setiap kali Clara mencoba menggoda dengan tawa atau pujian, ia hanya menanggapi dengan tatapan dingin dan jawaban singkat. Tapi justru itu yang membuatnya terlihat makin menarik di mata semua orang di ruangan itu.

Setelah rapat selesai, Clara berdiri dan menyalami Arga lagi.

"Senang bisa bekerja sama dengan Anda, Pak Arga. Saya harap kita bisa... bertemu lagi, di luar kantor mungkin?" ucapnya dengan nada samar.

Arga hanya tersenyum tipis. "Kita lihat nanti, Miss Clara."

Senyumnya itu dingin tapi menggoda cukup untuk membuat Selina menunduk cepat, berpura-pura membereskan dokumen agar tak terlihat raut wajahnya yang berubah sedikit.

Begitu Clara keluar dari ruangan, Selina masih berdiri di tempat.

"Selina," panggil Arga tenang tanpa menatapnya.

"Ya, Pak?"

"Pastikan semua dokumen kerja sama dengan Clara dikirim hari ini. Dan... tolong buatkan saya jadwal rapat baru untuk proyek Surabaya."

"Baik, Pak." Suaranya terdengar datar, tapi dalam hatinya... sedikit sesak.

1
Lembayung Senja
ceritanya mulai seru... semangat buat novelnya.....😍
Jen Nina
Jangan berhenti menulis!
Yusuf Muman
Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌
Yuri/Yuriko
Bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!