Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kondangan
pov Daniza
Kemarin tersinggung dengan sikap Haneul yang tiba-tiba pergi, saat aku hampir sampai lapak penjual sepatu sendal tapi hari ini mataku justru terus mencari diacara kondangan ini. Bagaimana hati ku bisa seperti ini, berubah-ubah dengan begitu mudah kadang merajuk pada Haneul yang bahkan tidak tahu tentang perasaan ku, terkadang tidak sabar ingin melihatnya lagi.
"Duhai, senangnya pengantin baru" biduan diatas panggung sudah menyanyikan alasan mengapa sekarang aku disini, tapi aku malah menjadikan alasan ini untuk melihat Haneul hari ini.
"Duduk bersanding bersenda gurau" kesempatan dari mana lagi, hari libur bisa melihatnya.
"Bagaikan raja dan permaisuri" tapi mataku belum juga bisa menemukannya, mungkinkah keluarganya tidak dapat undangan.
"Daniza ayo duduk sini" mau bagaimana lagi kalau begitu, lebih baik aku menikmati semangkok bakso. Salah Haneul tidak bisa aku lihat hari ini dan sebaliknya dia tidak bisa melihat ku yang berpenampilan cukup cantik, itu pun bila dia peduli kepadaku.
"tersenyum simpul bagaikan bidadari" Mungkin hari ini memang belum beruntung untuk bisa bertemu dengannya, atau bisa saja karena aku sudah mengambilnya dipasar.
"Kalian lihat biduan yang rambutnya warna merah itu, semalam heboh sekali goyangan nya sampai"Aca yang duduk dihadapanku menunjuk dada nya sendiri, lalu melanjutkan menyendok bakso makanan prasmanan.
"Duhai, senangnya menjadi pengantin baru" lalu aku beralih melihat kearah panggung, biduan yang dimaksud tengah berkipas seraya mengobrol dengan MC lelaki disebelahnya.
"Dada nya berguncang"lanjutnya seusai mengunyah bakso bulat- bulat, "wajarlah namanya juga biduan harus mencolok agar menarik" imbuh lani yang duduk disampingku, lalu menyeruput kuah sotonya.
"Disaat kau berbulan madu ingatlah dimasa depan mu" aku berpaling ke kursi disampingku saat merasakan pergerakan kursi, dan mataku terbelalak saat melihat siapa orang yang menarik kursi seraya tersenyum melihat kearahku.
"Woi ikut gabung, oke" dia langsung duduk setelah itu tanpa menunggu persetujuan.
"Ngapain gabung dimeja cewek, tempat lain emang nggak ada"Dia mengedik bahu lalu menatap sekeliling.
"Ada satu disamping Aca, tapi meja kursi ini emang ada keterangan nya tempat cewek doang. Perasaan semua tempat sama aja, ngak ada yang pilih kasih.Campur"
"Terserah deh.."tapi aku merasa tidak nyaman, makan bakso pun jadi tidak selera. Rasanya aku ingin minggat ke meja Mama dan Ibu-ibu lain yang ada didepan sana.
"Semalam biduan nya juga ada bencong, ngeri bangat panggung hampir roboh gara-gara goyangannya"Obrolan pun juga jadi tidak menarik, gerakan ku pun ikut kaku. Aku tidak menyukai dekat lelaki asing, mungkin karena aku tidak pernah berteman dengan lelaki.
"Semalam kamu nonton Dan..?"dan sekarang dia mengajak ku mengobrol, aku menoleh dan akan membuka suara tapi tertahan saat aroma Mint memenuhi indra penciuman, saat tangan menyela diantara aku dan Ali menjadi penghalang dan saat itu juga profil wajah seseorang yang mataku cari hari ini memenuhi pengelihatanku, begitu dekat sampai aku bisa melihat jelas kulit wajahnya yang ternyata bersih.
"Permisi, mau ambil piring kotor" aku melirik tangannya yang lain, yang ternyata bertengger diatas sandaran kursi plastik tempat yang aku duduki.
"Loh, Haneul ternyata"Haneul menoleh kesamping, lalu tersenyum pada Ali.
"Jadi bagian tukang ngumpul piring kotor, Han?"aku berpaling menghadap kedepan, mencoba fokus pada makanan dengan jantung berdebar semakin kencang.
"Begitulah, bantu Dimas. biar nggak ngerjain sendiri"aku memang ingin melihatnya hari ini tapi tidak sedekat ini, karena tangan ku mulai gemetar memegang sendok.
"Daniza kenapa?, tanganya kok gemetar" aku meletakkan sendok ku sampai berbunyi lalu menyembunyikan tanganku dibawah meja, meremas lutut aku mendongak melihat Aca yang kawatir.
"Nggak apa-apa kok"tapi mata Aca kini berganti menyipit seraya menunjukku, "gugup karena berdekatan dengan Ali ?"
"Nggak.."aku menggeleng dengan keras menolak pernyataan Aca, tapi Aca belum puas dia justru mengejek ku dengan'Cieee'.
Sungguh menyebalkan memang terjebak dalam situasi seperti ini."nggak apa kalau nggak ngaku namanya juga malu, apalagi ada orangnya disamping"kali ini dia menaik turunkan alisnya seraya melihat Ali, yang mengusap rambutnya kebelakang sambil terkekeh dengan telinga yang memerah. Apa dia malu?tapi kenapa?, apa wajar dia merasa malu?sedangkan aku mulai muak dan ingin berteriak akan paksaan Aca yang tidak peduli pada ungkapan ku.
"Belum makan, pasti karena itu. Daniza..seharusnya kamu ambil yang rendang atau ayam kari bisa juga gado-gado yang penting ada nasi. Bakso mungkin nggak cukup buat ngenyangin apalagi porsinya kecil. Perut indonesia memang begitukan,belum makan kalau belum makan nasi."begitu kata Haneul seakan ingin menyelamatkanku dari situasi, tapi aku tidak bisa menoleh melihatnya padahal ingin.
Itu karena aku terlalu gugup, perutku sampai mules dan aku juga berkeringat dingin. Haneul pergilah dari posisi mu saat ini, bawa piring kotornya lalu aku akan menyusul menemui Mama agar Selamat dari keadaan mencekam saat ini.
"Benar Daniza?"aku mengangguk dan melihat kedepan sana, Mama sudah beranjak. Inilah kesempatanku, jadi aku berdiri seraya menatap mereka satu per satu.
"Aku kesana dulu, datang Mama" lalu berbalik tapi Haneul menjaga jalanku.
"Mau lewat" dia mundur beberapa langkah, mempersilahkan ku lewat.
"Tunggu Dan.."aku menoleh melihat kearah Lani yang buru-buru menggeser kursi, lalu mataku bergerak sendiri mencari kesempatan melihat Haneul yang juga menatap kearah ku.
¥¥¥¥¥¥
"Bila ingin melihat ikan didalam kolam"
aku kira saat keluar dari tenda, rombongan kami akan segera pulang ternyata tidak, malah singgah sebentar menonton biduan bernyanyi.
"Tenangkan dulu airnya sebening kaca"
katanya, dikutip dari salah satu Ibu-ibu dalam rombongan,
"Masa ambil nasi satu piring langsung pulang, nonton dulu sebentar satu lagu"jadi yang lain pun mengikuti saja kerena datangnya bareng maka pulangnya pun harus seperti itu-setia kawan.
"Bila mata tertuju pada gadis pendiam"
Padahal tadi sudah bye-bye dengan Aca dan Winda yang masih duduk dikursi tadi seraya menonton dari sana
"Kalau tahu begini nanti aja keluarnya, Dan.."
"Caranya tak sama menggoda dara lincah"
Aku mendekat pada Lani lalu berbisik dengan mata yang tidak berpaling dari panggung.
"Kamu mau duduk dikursi tempat kita makan tadi ?, kamu tahu nggak kata Ibu-ibu yang pakai baju merah. Dia bilang, seharusnya kalau sudah makan jangan duduk kelamaan orang lain yang beru datang nggak kebagian kursi"
"Hei"
"Aca sama Winda dong termasuk " Aku mengangguk.
"sek"
"Jangan, jangan dulu"
"Kamu mau bilangin ke mereka, nanti aku tunggu disini biar rombongan kita nunggu"
"Janganlah diganggu"
"Oke, kamu tunggu disini. Tapi kenapa nggak kamu aja Dan, kamu tahunya udah lama?" aku menggeleng,
" biar aku disini aja, nanti Mama ku nyari walaupun udah dikasih tahu tapi pasti tetap sibuk suruh cepat-cepat. Beda kalau Mama mu paling cuma ngangguk apalagi kalau sudah dikasih tahu nggak bakal heboh" hari ini aku akan menggunakan nama Mama sebagai tameng kalau kenyataan nya aku juga kurang tahu reaksi Mama, itu hanya alasan karena aku tidak mau bertemu dengan mereka dulu takutnya mereka masih bahas Ali.
"Biarkan saja biar duduk dengan tenang"
Lani pergi, namun sebelumnya dia sudah izin pada ibunya yang hanya mengangguk.
"Senyum, senyum dulu"
Bersamaan dengan langkah Lani, mataku pun ikut mengawasi sampai dia tiba dan mulai bicara dengan keduanya.
"Senyum dari jauh"
Aca bangkit meski dengan wajah cemberut, Dan mataku mulai berkeliaran mencari jejak seseorang yang dengan mudahnya aku temukan punggungnya meski ditengah keramaian.
"Kalau dia senyum tandanya hatinya mau"
Aku teringat bagaimana dia membantu ku saat tanganku gemetar, dua kata diawal yang terasa tidak asing.
aaaaaaa aku tak sanggup menungguuuu