"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Cukup, Tuan… cukup…!!"
Teriakan seorang perempuan memecah suasana, membuat Raka menoleh. Kirana terlihat berdiri sendiri, napasnya terengah, pakaiannya compang-camping. Di sekelilingnya tergeletak beberapa pengeroyok yang sudah tak berdaya, sementara sisanya kabur terbirit-birit setelah melihat pemimpin mereka dipermainkan oleh Raka seperti kucing bermain dengan tikus.
Raka cuma nyengir kecil. Senyum tipis itu bikin jantung Kirana dag-dig-dug nggak karuan.
Tanpa banyak bicara, Raka menarik tubuh Boma ke belakang, lalu menghantamkannya ke tanah hingga terlentang.
"Bunuh aja aku!" teriak Boma frustasi.
"Kematian terlalu gampang buat orang kayak kamu, Tuan..."
Nada suara Raka dingin.
"...Tapi bukan berarti aku bakal biarin kamu terus-terusan semena-mena."
Senyumnya berubah jadi seringai ngeri, bikin bulu kuduk Kirana dan Boma sama-sama merinding.
Tanpa ragu, Raka angkat kakinya tinggi-tinggi dan BRAKK!!
Ia menginjak lengan kanan Boma.
KRAKKKK!!
Bunyinya kayak ranting kering yang dipatah-patah.
Boma menjerit sejadi-jadinya, menggema di udara malam. Kirana spontan memalingkan wajah, nggak sanggup lihat, hatinya ikut nyeri.
“Hahahahaha... Bukan cuma itu. Kalau cuma tangan kananmu yang aku hancurkan, kau masih bisa pakai tangan kirimu, kan?”
“Tuan... cukup, Tuan...” teriak Kirana tak tahan. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tahu pemuda itu telah menyelamatkannya dari kekejaman Boma, tapi hatinya juga tak tega melihat Boma disiksa seperti itu.
Namun Raka tidak menggubris. Ia tetap menginjak lengan kiri Boma.
KRAKKKKK...
“Aaaaaaaa... hhh!” Teriakan Boma melengking tinggi, menyayat hati.
“Bunuh saja aku!” teriak Boma putus asa, tapi Raka hanya menyeringai dengan wajah mengerikan.
“Kakimu juga...” ucap Raka dingin.
Tanpa ampun, Raka menginjak kedua kaki Boma.
KRAKKKK...
KRAKKKK...
Kirana memalingkan wajah, tak sanggup melihat. Tiba-tiba, ingatannya melayang ke pembicaraan di Bukit Batu...
"Sudah, Tuan… CUKUUUUP…!! Apakah… apakah… kamu… kamu ini Pendekar Iblis…??" tanya Kirana dengan suara gemetar. Tubuhnya menggigil, dan hatinya yang tadinya dipenuhi bunga-bunga kekaguman kini seketika layu menyaksikan kenyataan di depan matanya.
"Tak sekalipun aku menyebut diriku begitu. Tapi orang-orang… merekalah yang memberiku nama itu," jawab Raka dengan nada datar dan tenang.
Kirana dan Boma terdiam, ternganga, baru benar-benar sadar siapa yang sedang mereka hadapi. Andai sejak awal Boma tahu kalau lawannya adalah Pendekar Iblis, mungkin dia sudah kabur duluan sambil menjerit ketakutan. Tapi sekarang, semuanya sudah terjadi. Kaki dan tangannya tak bisa digerakkan, tubuhnya lumpuh total. Untuk sekadar bergeser pun mustahil.
"Orang ini… sekarang aku serahkan padamu. Mau kau bunuh, atau kau tolong… terserah," ujar Raka dingin, lalu menghilang begitu saja berkelebat tanpa ekspresi, meninggalkan Boma yang meringis menahan sakit.
Kirana masih terpaku di tempat. Tapi suara erangan Boma menyadarkannya. Ia buru-buru mendekat, mencoba menolong dengan menotok beberapa titik di tubuh Boma agar aliran darahnya tertahan dan nyawanya bisa diselamatkan.
"Sudahlah… buat apa aku hidup dalam keadaan lumpuh begini…!" teriak Boma sambil menolak pertolongan Kirana. Kirana terdiam. Ia menoleh dengan tatapan ngeri, tak menyangka Boma bisa berpikir sejauh itu.
Boma lalu menggigit…
lidahnya sendiri hingga putus. Dia bunuh diri didepan Kirana. Tak terasa air mata kirana menetes.
Dia ingat lagi akan dawuh Kyai Banjar Banyu Bening dan Kyai Koneng "jangan berusaha beradu nyawa dengan Pendekar Iblis, Pendekar Iblis masih punya nurani, dia pasti bisa disadarkan" Dan dia melihat sendiri kehebatan Pendekar Iblis serta kesadisannya ketika membunuh lawan.
Kemudian dia berkelebat kearah menghilangnya Pendekar Iblis, dia ingin melaksanakan tugas yang diputuskan Sidang Bukit Batu.
Raka memperlambat larinya mengetahui ada orang yang mengejarnya, dan dia tau siapa pengejar itu.
Dia menunggu hingga sekarang pengejar itu ada di depannya, seorang wanita Cantik dengan tubuh ramping, pakaian birunya sedikit terkoyak disana sini, bahkan wanita itu sejak tadi telah memegang belahan dadanya yang sedikit tersingkap, Raka bukan mata keranjang, namun sebagai anak muda dia senang pada wanita cantik dan juga sedikit terkesima apabila melihat bagian-bagian tertentu milik wanita yang sepantasnya bukan sebagai konsumsi umum.
"buat apa kau mengejarku, apakah kau tidak terima terhadap tindakanku pada kepala perampok itu…!!" Tanya Raka tegas.
lanjut dong