Noah Wisesa, pewaris konglomerat properti, terjebak dalam perjodohan demi bisnis keluarga. Saat dari rumah usai bertengkar dengan sang ibu, dia justru menabrak Ivy Liora—mantan rekan kerja yang kini berubah menjadi perempuan penuh tuntutan dan ancaman. Untuk menyelamatkan reputasi, Noah menawarkan pernikahan kontrak selama satu tahun.
Ivy menerima, asal bayarannya sepadan. Rumah tangga pura-pura mereka pun dimulai: penuh sandiwara, pertengkaran, dan batasan. Namun perlahan, di balik segala kepalsuan, tumbuh perasaan yang tak bisa dibendung. Ketika cinta mulai mengetuk, masa lalu datang membawa badai yang menguji: apakah mereka masih bertahan saat kontrak berubah jadi rasa yang tak bisa dituliskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Pernikahan Kontrak
Mendadak Noah menghentikan langkah. Dia merogoh celana untuk mencari ponsel. Lelaki itu baru teringat kalau dia meletakkan benda pipih tersebut pada bangku tempat dia duduk di depan IGD.
Noah pun kembali ke tempat terakhir dia meletakkan ponsel. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, lelaki tersebut balik kanan. Akan tetapi, suara yang sangat dia kenal membuat lelaki tersebut mengurungkan niat untuk segera kembali ke tempat parkir.
Noah memilih untuk mengendap-endap mendekati lorong. Dia mengintip dari balik tembok, awalnya Noah mengerutkan dahi. Menyadari ada sesuatu yang janggal, mendorong Noah untuk merekam apa yang dia dengar dan lihat.
"Oh, bagus!" Noah bertepuk tangan sambil melangkah mendekati Ivy dan pria yang tadi merawatnya usai merekam percakapan keduanya.
"Kalian sepertinya sudah lama melakukan praktek penipuan dan pemerasan rendahan ini." Noah tersenyum miring kemudian mengangkat ponselnya tinggi-tinggi.
"Aku merekam semuanya! Kalian akan hancur dalam hitungan detik jika aku membocorkan video ini ke media."
Sontak Ivy berlari ke arah Noah. Dia berjinjit berusaha merebut ponsel mantan atasannya tersebut. Perempuan itu melonjak berkali-kali.
"Berikan ponselmu!" teriak Ivy frustrasi.
"Nggak akan! Jangan harap!" seru Noah.
Lelaki tersebut memasukkan ponsel ke saku celana dengan cekatan. Ivy tak gentar begitu saja. Dia berusaha kembali merebut ponsel Noah.
Saat tangan Ivy hendak menyelinap masuk ke saku celana Noah, lelaki tersebut langsung mencekal pergelangan tangannya. Ivy mendongak sehingga tatapan keduanya kini bertemu. Rahang Noah tampak mengeras layaknya elang yang tengah berburu mangsa.
"Ikut denganku untuk menyelesaikan semuanya! Kamu harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah kamu perbuat!" ujar Noah.
Ivy menatap lelaki itu nyalang, seakan tak memiliki rasa takut sedikit pun. Perlahan dia menjauhkan diri dari Noah. Ivy melipat lengan di depan dada.
Tanpa Noah duga, Ivy langsung balik kanan. Dia berlari sekencang mungkin keluar dari klinik tersebut. Perempuan tersebut menaiki motor yang sebenarnya sudah diparkir di sana sejak sore.
"Urusan kita impas! Kalau kamu melaporkan aku ke kantor polisi, aku akan melaporkanmu balik! Aku bisa memutar balikkan semuanya! Kamu tahu bagaimana aku bisa melakukan hal itu!" ujar Ivy sambil menjulurkan lidah.
"Dasar wanita sialan!" umpat Noah.
Lelaki tersebut langsung menendang ban mobilnya. Noah berteriak sambil mengusap wajah frustrasi. Malam itu Noah kembali ke apartemennya dengan banyak masalah yang menghantam pikiran.
Masalah Ivy bukanlah hal yang serius. Namun, perkataan ibunya membuat Noah berpikir berulang kali. Andai Mentari adalah ibu kandungnya, Noah tak akan mempermasalahkan soal saham perusahaan.
Hal ini menjadi rumit dan membebani hati serta pikiran karena Mentari adalah ibu sambungnya. Dia tidak rela, jika hasil kerja keras sang ayah dikuasai oleh ibu tirinya tersebut. Sebuah ide gila pun terlintas di benak Noah detik itu juga.
"Halo, bisa carikan aku informasi soal perempuan ini?" ucap Noah melalui sambungan telepon.
"Aku akan mengirimkan detailnya melalui pesan singkat."
Panggilan berakhir. Noah menatap lurus ke depan di mana lampu kota Surabaya berkelip layaknya bintang. Sebuah senyum tipis pun kini menghiasi wajah tampan pria berdarah Jawa tersebut.
***
Pada ruangan berukuran empat meter persegi, Ivy sedang berdiri sambil menunduk. Dia menatap ujung sepatunya seraya meremas jemari yang mulai berkeringat. Kini di hadapannya ada seorang lelaki bertubuh gemuk dengan kepala botak hanya di bagian depan.
Kacamata menggantung pada pangkal hidung, tetapi sedikit merosot karena tidak tertopang dengan baik. Sorot mata Irwan tajam sambil menatap Ivy dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sesekali dia tersenyum penuh arti.
"Sudah beberapa bulan kamu tidak memenuhi target penjualan unit perumahan!" bentak Irwan sehingga membuat Ivy sedikit tersentak.
Ivy hanya diam, menelan sendirian apa yang sedang dilontarkan oleh atasannya itu. Dia butuh pekerjaan itu, meski tidak memenuhi target, paling tidak dia masih bisa mendapatkan gaji pokok tanpa tambahan dan tunjangan. Namun, kali ini dia juga merasa sangat bersalah karena performa kerjanya yang semakin turun.
"Kita memiliki banyak jenis rumah! Kamu sudah memutuskan di awal kerja untuk mengambil pemasaran unit perumahan premium dan cluster! Itu pilihanmu! Targetnya pun mudah! Hanya menjual 1-2 unit saja per bulan! Kenapa hal semudah ini saja kamu tidak mampu!" Kali ini Irwan menggebrak meja kerjanya.
Tiba-tiba Ivy mengangkat wajahnya, entah mendapatkan keberanian dari mana. Dia menatap tajam Irwan dengan rahang mengeras. Melihat sang bawahan menunjukkan keberanian membuat Irwan tersulut emosi.
"Kamu berani sama saya? Kamu sudah bosan kerja di sini? Kamu sudah nggak butuh duit?"
"Saya baru tiga bulan tidak mendapatkan penjualan sama sekali, Pak. Semua tim marketing juga sedang menurun penjualannya. Sebelum ini, saya sudah menjual lebih dari 25 unit cluster dalam kurun waktu lima bulan. Apakah hal itu tidak bisa dijadikan pertimbangan?" Suara Ivy datar, tetapi penuh ketegasan.
"Dari 25 unit kamu mendapatkan bonus juga, kan? Aku sudah memberimu toleransi selama dua bulan! Akhir bulan ini, minimal jual 1 unit perumahan premium atau cluster! Jika tidak bisa, kamu terpaksa saya pecat!" ujar Irwan.
Lelaki tersebut berjalan ke arah pintu. Saat pintu di hadapannya terbuka, dia terbelalak. Irwan mendadak gagu mendapati orang yang ada di hadapannya sekarang.
"Pak, kapan Anda datang? Silakan masuk!" Suara Irwan mendadak ramah.
Hal itu membuat Ivy memutar bola mata. Ketika dia balik badan dan ikut menatap lelaki yang ada di hadapan Irwan, Ivy terbelalak. Dia langsung mengangkat tangan dan menunjuk wajah Noah menggunakan ujung jari telunjuknya.
"Lah, ngapain kamu ke sini?"
Mendengar pertanyaan Ivy membuat Irwan menoleh ke arah sang bawahan. Dia melotot kepada Ivy dan membuat perempuan tersebut semakin kebingungan. Irwan bergegas mendekati Ivy dan membisikkan sesuatu kepadanya.
"Direktur?" gumam Ivy diikuti anggukan kepala Irwan.
"Mati aku!" Ivy menunduk sambil menggaruk kepalanya.
"Tinggalkan kami berdua. Aku akan menanganinya langsung!" ujar Noah dengan suara rendah, tetapi penuh penekanan.
"Ba-baik, Pak." Irwan bergegas keluar dari ruangan tersebut dan langsung menutup rapat pintu kantornya.
"Aku ingin memberikan kamu sebuah penawaran, mengingat kamu sangat menyukai uang. Syaratnya mudah dan tidak perlu bekerja keras untuk hal ini." Noah mulai bicara ketika pintu kantor kembali tertutup rapat.
Ivy mengangkat wajah, menatap Noah yang kini duduk di atas meja kerja Irwan. Lelaki tersebut meletakkan sebuah map merah muda ke atas meja lalu menepuknya menggunakan telapak tangan.
"Baca dan segera ambil keputusan sekarang juga! Kesempatan tidak akan datang dua kali."
Ivy maju selangkah. Jemari lentiknya mulai meraih map tersebut. Dia pun membukanya dan mulai mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam sana.