Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Dila mengangkat kepala cepat, ketika seseorang menyapa dari dalam mobil, tapi mobil tersebut sudah masuk hingga tidak sempat melihat wajahnya. Dila pun merapikan kardus, setelah dibuka lalu melipat membuangnya ke tempat sampah yang tersedia di pinggir jalan.
Dila melongok ke dalam pagar yang belum ditutup, penasaran juga siapa gerangan pria yang memanggil namanya. Namun, mobil sudah masuk ke garasi.
"Dek, Nyonya memanggil" kata ART, mengatakan jika makanan belum dibayar.
"Ba-baik Mbak" Dila gugup, tentu saja khawatir dianggap pencuri karena clingak clinguk mengamati seseorang. Ia mengikuti ART itu, entah sudah berapa kali bolak balik ke dalam rumah nyonya.
Wanita kira-kira 60 tahun tapi masih segar duduk di ruang tamu ketika Dila sudah di dalam. "Berapa totalnya?" Tanya wanita itu menatap Dila yang membungkuk sopan.
"Ada notanya Nyonya..." Dila mencari nota di dompet, setelah menemukan kemudian diberikan kepada Nyonya. Dila memandangi nyonya sepertinya pernah bertemu tapi entah di mana.
"Kamu bekerja di catering sudah lama?" Nyonya bertanya sembari membaca nota.
"Kira-kira tujuh bulan Nyonya."
"Oh, pantas. Saya sepertinya pernah melihat kamu" Nyonya familiar memandangi wajah Dila.
Dila mengangguk-angguk. "Nyonya pernah melihat aku di catering, mungkin saja nyonya ini pelanggan tetap atau bahkan pemiliknya" Dila bertanya dalam hati.
Nyonya pun mengatakan tidak memegang uang tunai dan bermaksud transfer saja.
"Tidak masalah Nyonya" Dila paham, di jaman sekarang orang kaya tidak mau pegang uang tunai, membeli gorengan saja menanyakan nomor rekening.
Nyonya yang sudah mempunyai nomor rekening catering segera transfer. "Sudah saya transfer" ucap nyonya lalu mengirim bukti ke nomor wa Dila yang baru saja ia minta.
"Terima kasih Nyonya" ucap Dila ketika mendengar notifikasi masuk tentu dari nomor handphone nyonya.
Nyonya hanya mengangguk saja, lalu memanggil ART. Hanya dalam hitungan detik ART sudah tiba di tempat itu.
"Saya Nyonya" ART menunggu perintah nyonya selanjutnya.
"Kamu punya uang dua puluh ribu tidak?" Tanya nyonya, bermaksud memberi uang tip untuk Dila.
"Ada Nyonya" ART kembali ke dalam.
"Kalau gitu, saya permisi Nyonya" Dila menyadari bahwa uang dua puluh ribu itu akan nyonya berikan kepadanya. Dila lebih baik membungkuk, mencium punggung tangan wanita itu kemudian keluar. Ia bekerja sudah digaji, tidak mau merepotkan. Tiba di halaman, terdengar sandal yang beradu dengan lantai sepertinya si pemakai sedang berlari di belakang Dila.
"Dek, tunggu" ucap ART.
Benar saja apa yang Dila pikirkan, ketika menoleh ke arah wanita yang berbadan gemuk itu ternyata mengejarnya.
"Ini dari Nyonya Dek" ART menyerahkan uang tip dari nyonya.
"Tidak usah Mbak" Dila menolak halus. "Uang ini untuk Mbak saja" ucapnya tulus.
"Ambil saja" suara berat membuat dua orang wanita itu menoleh ke asal suara.
"Kak Tristan" seru Dila kaget menatap wajah pria yang ia cari-cari itu membiarkan jenggotnya panjang tanpa dicukur, tapi justru lebih wibawa dan religius. Dila bingung entah mau berkata apa, pria yang ia tunggu-tunggu muncul di tempat ini bersama seorang wanita di sebelahnya. Wanita itu tidak berkata-kata, sesekali melirik Tristan bergantian dengan Dila.
"Kamu apa kabar Dila?" Tanya Tristan, menatap wajah Dila yang sudah segar tidak seperti dulu. Badan Dila pun semakin berisi menimbulkan dugaan di hati Tristan bahwa Dila sedang mengandung anak Abdullah. Namun, Tristan tidak mungkin menanyakan hal yang sifatnya pribadi. Tristan rupanya tidak tahu jika sejak enam bulan yang lalu Dila sudah menjadi janda perawan.
"Baik Kak. Kakak ganti nomor?" Dila menceritakan ketika menghubungi nomor handphone Tristan, tapi tidak pernah aktif.
"Kamu menghubungi saya?" Tristan bukan menjawab pertanyaan Dila justru balik bertanya karena kaget, ternyata Dila mencari dirinya.
"Iya, saya mau minta nomor rekening Kak Tristan" Dila mengatakan hendak mengembalikan uang Tristan yang digunakan untuk biaya rumah sakit sejak enam bulan yang lalu, dan juga uang muka bayar kost, tapi kehilangan jejak.
"Kamu masih ingat saja" Tristan terkekeh, lalu menyuruh Dila masuk rumah dulu, berjanji akan tukar nomor handphone yang baru.
"Saya terburu-buru Kak, kalau gitu lain kali saja" Dila pun segera pergi karena tugasnya masih banyak.
"Ciee... Ciee..." wanita di sebelah Tristan menggoda, ketika Tristan memandangi Dila yang berjalan terburu-buru menuju motor.
"Ciee.. Ciee, apa..." Tristan menyentil dahi wanita itu, lalu masuk lebih dulu.
"Aaagghhh... Kakaaakk... sakit tahu...!!" gadis kuliahan smester akhir itu mengejar Tristan ingin membalas, tapi Tristan sudah masuk ke salah satu kamar, kemudian mengunci pintu.
Kamar luas banyak fasilitas itulah kamar Tristan. Kamar mandi adalah tujuan pertama, karena terburu-buru ingin segera menabung ke dalam closed.
Sepuluh menit berlalu, pria tinggi melebihi badan pria pada umumnya itu merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kasur empuk yang sudah lama tidak ia tiduri membuat matanya cepat terlelap. Namun, belum ada sepuluh menit tidur, pintu kamarnya diketuk dari luar.
"Apa..." jawabnya menggeliat dengan mata terpejam, malas sekali untuk bangun.
"Kata Mama suruh makan siang dulu..." Wanita dari luar pintu minta agar Tristan cepat keluar.
"Makan duluan saja" Tristan semakin malas, adiknya itu pasti hanya pura-pura disuruh mama memanggil, padahal ingin jahil membalasnya. Tristan memilih menutup telinganya dengan bantal. Namun, pintu diketuk semakin cepat dan kencang.
Sambil menggerutu, Tristan tak urung bangun juga, kemudian meninggalkan kamar. "Kamu ganggu orang tidur saja" Tristan menoyor dahi adiknya ketika sudah membuka pintu.
"Lagian, Kakak cepat banget tidur, padahal belum lama masuk" Teresa adik kandung Tristan melirik mata sang kakak yang memerah dan rambut acak-acakkan tertawa.
"Kamu nggak tahu apa, kalau Kakak kamu ini capek sama ngantuk!" Ketus Tristan mengacak rambut adiknya.
"Kakak, ih. Aku sudah dandan tahu, sebentar lagi Doi datang" Teresa cemberut sembari merapikan rambut sambil berjalan.
"Pacaran terus."
"Biarin, wle!"
Kakak adik itu pun saling diam hingga beberapa detik kemudian, Tristan membuka suara.
"Handphone aku yang lama sudah kamu betulkan?" Tanya Tristan, ia ingat sebelum berangkat ke UEA minta tolong Teresa agar membawa handphone nya ke tukang servis.
"Sudah. Kakak ini, handphone sudah ada dua juga" Teresa heran, handphone sudah butut masih juga minta diperbaiki, padahal jika dijual pun harganya tidak sesuai dengan jasa servis.
"Handphone itu banyak nomor teman yang tersimpan" Tristan mengatakan tidak bisa komunikasi dengan teman-teman karena tidak ingat semua nomor yang ia simpan.
"Termasuk nomor handphone kurier catering tadi, kan?" Teresa terkikik.
"Nggak juga, Dia itu istri orang" Tristan memang sengaja menghindar dari Dila, karena tidak mau terjadi kesalahan pahaman hingga rumah tangga Dila yang sudah di ujung tanduk pun berantakan.
"Maksud Kakak, kurier tadi sudah punya suami?" Teresa melirik sang kakak.
Tristan hanya mengangguk, dari lantai dua ia memandangi tiga orang yang sudah duduk di kursi meja makan termasuk mama yang sedang menunggu dirinya.
...Bersambung...
Akhirnya up juga walaupun sudah sore 😁
Lanjuuuttt thooorrr 👍
Tetap semangaaaattt 💪
silfia kah ??🤔🤔
Pastilah orang mikir kemana2
Apalagi yang memang iri dan punya niat kurang baik.. berasa dikasi asupan..
Bersyukur Tristan orangnya dewasa dan bijak.. bisa mikir positif.. klo laki2nya yang lain bisa jadi runyam..
Makanya Dila.. sebelum melakukan sesuatu mikir dulu.. jan impulsif.. 🤦🏻♀️🤦🏻♀️😤😤