Rayna Sasa Revalia, gadis dengan karakter blak-blakan, humoris, ceria dan sangat aktif. Dia harus meninggalkan orang tua serta kehidupan sederhananya di kampung karena sebuah kesialan sendiri yang men-stransmigrasikan jiwa gadis itu ke dalam sebuah karakter novel.
Sedih? Tentu. Namun ... selaku pecinta cogan, bagaimana mungkin Rayna tidak menyukai kehidupan barunya? Masalahnya, yang dia masuki adalah novel Harem!
Tapi ... Kenapa jiwa Rayna harus merasuki tubuh Amira Rayna Medensen yang berkepribadian kebalikan dengannya?! Hal terpenting adalah ... Amira selalu di abaikan oleh keluarga sendiri hanya karena semua perhatian mereka selalu tertuju pada adik perempuannya. Karena keirian hati, Amira berakhir tragis di tangan semua pria pelindung Emira—adiknya.
Bagaimana Rayna menghadapi liku-liku kehidupan baru serta alur novel yang melenceng jauh?
~•~
- Author 'Rayna Transmigrasi' di wp dan di sini sama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Sebangku
Rayna berjalan santai di koridor menuju kelasnya. Matanya berkeliaran melihat sekeliling sekolah dengan ekspresi udiknya. Bukan hanya itu, matanya memicing mencari cogan. Terkadang ketika berpapasan dengan siapa saja asal cogan, dia akan menyapa dengan sopan namun genit. Ada yang menanggapi ada yang tidak. Adapula yang menatapnya aneh. Ketika dia mencapai di sekitar kelas XI, langkah Rayna melambat seraya mencari kelasnya. Ia masih merasa bingung, walaupun Emira sudah memberitahu letaknya.
Melihat sekumpulan cowok yang tengah mengobrol, mata Rayna berbinar. Dia merapikan penampilannya. Lalu, mendekat dengan ekspresi malu-malu.”Permisi.”
Atensi sekitar 4 cowok itu, langsung beralih pada Rayna. Di perhatikan oleh keempatnya, Rayna menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. Ia berkedip dengan pipi memerah.”G-gue mau nanya. Kalo letak kelas XI Ipa III, di mana ya?”
“Oh, lo murid baru, ya?”tanya salah satu dari mereka dengan senyuman di bibirnya.
“Bukan, sih ..., “gumamnya. Rayna menggaruk pipinya. ”Gue bukan murid baru. Tapi gue lupa kelasnya di mana.”
Mereka melongo menatap Rayna. Lalu keempatnya langsung tertawa keras, membuat perhatian orang yang berlalu-lalang tertuju kepada kelimanya.
Rayna mantap mereka semakin bingung. ”Kenapa ketawa? Gue nanya, bukan lagi ngelawak.”
Tawa mereka semakin keras. Apalagi melihat wajah polos Rayna yang bingung.
“Ya ampun, hahaha ... gue baru tahu ada cewek kayak lo di sini.” Cowok yang sempat bertanya anak baru, memukul bahu temannya seraya tertawa tanpa henti.
Cowok yang dipukul meringis. Dia menghentikan tawanya menatap si pemukul jengkel. ”Sakit, Njir.”
Tawa mereka mereda. Lalu menatap Rayna yang masih bingung. “Lo udah berapa lama sekolah di sini?” tanya Cowok berambut kriting dengan kulit sawo matang yang di pukul oleh temannya.
Mata Rayna menerawang untuk mengingat. ”Dari kelas X.”
Mereka menatap Rayna tidak percaya. “Lo udah hampir 2 tahun sekolah di sini, sekarang lupa letak kelasnya?” Dengan mulut menganga, cowok yang lebih pendek dari keempatnya bertanya.
Rayna nyengir canggung. Lalu mengangguk kaku. Mereka menggeleng-gelengkan kepala. Walaupun aneh, melihat wajah bingungnya memang tidak terlihat berbohong.
“Ayo, gue anter. Kebetulan, di sana ada bos kita,” kata cowok yang sedari tadi tidak membuka suara.
Rayna mengangguk seraya tersenyum. Ia sedikit penasaran siapa ‘Bos’ yang mereka maksud.
Cowok yang menawarkan mengantar Rayna, berjalan terlebih dahulu. Rayna mengikutinya dari belakang. Mendengar langkah kaki di belakangnya, Rayna menoleh. Sedikit kaget melihat ketiga orang lainnya ternyata ikut. ”Kalian ikut?”
Ketiganya mengangguk. Cowok berambut kriting mewakili. ”Kita juga mau liat si bos.”
Rayna semakin penasaran. ”Emang siapa bos kalian?”
Keempat orang itu menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Rayna. Lalu menatap Rayna dengan mata heran. Salah satu dari mereka bertanya. “Lo gak tau? Lo ‘kan sekelas sama dia.”
Rayna menggeleng. Mereka berjalan hanya kurang dari satu menit.
“Noh, dia,” tunjuk si cowok yang lebih pendek, pada seorang cowok di dalam kelas yang duduk tenang di bangku paling belakang.
Rayna ikut menoleh lewat jendela kelas. Karena penglihatannya tidak terlalu jelas, Rayna hanya mengangguk. Setelah sadar, Rayna bertanya kaget,”Berarti ini kelas gue, dong?”
Mereka terkekeh bersamaan. Lalu mengangguk.
Rayna tersenyum. Lalu menepuk bahu salah satu cowok itu,”Makasih, Bro!”
Mereka melongo lagi dengan sikap Rayna yang lain. Awalnya ia seperti gadis polos. Namun sekarang berbeda lagi.
Melihat mereka tidak menjawab Rayna mengulurkan tangannya. Keempatnya menatap uluran tangan Rayna bersamaan.
Rayna berdecak,”Kenalan. Siapa tahu kalian masuk ke daftar cogan gue.”
Tidak hentinya dengan ucapan mengejutkan Rayna beberapa kali, si cowok yang menyangka Rayna murid baru, menerima tangannya dengan senyuman khas playboy,”Nama gue Gavino Radhian.”
“Nama gue, Rayna Sa—“Rayna menutup mulutnya. Ia lupa bahwa ia bukan lagi dirinya. Bergumam bingung,”Apa, ya? Gue lupa marganya.”
Keempatnya merasa heran melihat Rayna yang diam. Gavino mengguncang tangannya yang masih berjabatan,”Lo kenapa?”
Atensi Rayna terfokus lagi kepada mereka. Setelah mengingat Ia menyengir,”Tadi gue lupa marga gue. Sekarang gue inget! Kenalin! Nama gue Amira Rayna Medensen. Panggil gue Rayna.”
“Dasar pelupa,”rutuk Gavino.
Rayna cemberut. Tapi ia tersenyum kembali seraya mengulurkan tangannya ke arah cowok lainnya.
“Reno Andrian,”ucap cowok yang pendek.
“Ryan Agustino,”ucap cowok rambut kriting.
“Vraka Pramana.”
Rayna berkenalan dengan keempatnya satu-persatu. Senyumannya tidak luntur karena berkenalan di hari pertama dengan empat cogan sekaligus.
Ya, mereka memang wajah di atas rata-rata. Rayna tidak ingin repot-repot berkenalan jika wajah mereka di bawah standar. Dasar emang.
“Kalo gitu, gue masuk dulu, yah!”pamit Rayna yang mereka angguki. Mengingat bos yang mereka maksud Rayna bertanya,”Katanya mau liat bos kalian? Gak masuk dulu, buat nyapa dia gitu?”
Gavino mengintip bosnya lewat jendela. Melihat ekspresi suramnya, ia menggeleng bergidik,”Kayaknya, dia lagi mood buruk. Gak jadi, deh.”
Reno, Ryan, dan Vraka mengangguk setuju. Rayna berjinjit ikut melihatnya. Tapi hanya sekilas, lalu mengangkat bahu,”Oke. Sekali lagi makasih. Babay.”
Setelah mendapat balas lambaian mereka, Rayna melangkah masuk. Dengan tidak tahu malu, gadis itu berteriak,”ASSALAMU’ALAIKUM YA AHLI KUB—SURGA!” Sebelum mata tajam semua murid di kelas itu menembusnya, dengan cepat Rayna merubah kata terakhirnya. Ia menyengir dan melangkah masuk.
Mereka menjawab salamnya seraya menatap Rayna heran. Seorang cowok yang duduk dibarisan paling depan bertanya,”Eh, lo anak baru, yah?”
Rayna menggeleng,”Nggak. Gue udah lama di sini.”
Mereka semakin bingung, walaupun gadis itu terasa familier, tapi mereka merasa tidak ada murid seperti Rayna.
“Gue kayak pernah liat lo, tapi gue gak kenal.”Ucapan seorang gadis yang tengah menopang dagu di barisan tengah, mewakili kebingungan orang di kelas itu.
Rayna cemberut dengan bahu merosot,”Masa kalian gak kenal gue, sih? Padahal, kita udah hampir setahun jadi teman sekelas.”
Rayna terlihat imut dengan bibirnya yang melengkung ke bawah, dan kedua tangan yang memegang tali tasnya seperti anak SD.
“Ya ampun, gue gak punya temen sekelas seimut lo!”pekik gadis jangkung dengan ekspresi gemas menatap Rayna.
Rayna menghela nafas kesal,”Gue Amira! Gue Amira Rayna Medensen! Masa kalian lupa, sih?!”
Mereka melongo dengan rahang jatuh. Hampir semua orang kaget, kecuali satu cowok suram yang menatap Rayna datar. Pupil matanya gelap membuat siapapun tidak mengerti apa yang dipikirkan.
“What?! Amira yang pendiem itu?!”pekikan tidak percaya gadis jangkung itu membuat kesadaran semua orang yang masih tercengang, kembali.
Rayna memiringkan kepalanya. Lalu mengangguk polos. Ia sudah pegal berdiri. Rayna berjalan menuju bangkunya, tanpa memperdulikan semua teman sekelasnya yang masih tidak percaya. Tapi ia tidak tahu yang mana tempat duduknya.
Rayna menoleh kepada seorang gadis di samping yang masih menatapnya melongo,”Bangku gue di mana, ya?”
Gadis yang ditanya langsung pulih. Ia menunjuk bangku yang sudah di isi seseorang,”Bangku lo udah ada yang ngisi sama murid baru kemaren. Karena lo gak sekolah, dia duduk dibangku lo terlebih dahulu.”
Rayna menatap bangkunya dengan penyesalan. Ia bisa saja merebutnya kembali, tapi ia merasa tidak enak.
“Yah ... terus gue duduk di mana, dong?”
Mereka menatap Rayna dengan kasihan. Karena hanya satu bangku kosong yang tersedia. Itupun dengan seorang cowok yang tak bisa di usik.
“It-u.. sebenarnya ada bangku kosong. Tapi..”Gadis dengan pipi tembem di samping Rayna, menunjuk ke bangku paling belakang dengan takut-takut dan ragu.
Rayna langsung menoleh. Matanya berbinar melihat bangku kosong. Lalu matanya beralih pada bangku di samping bangku kosong itu yang sudah di isi dengan cowok yang di panggil bos oleh kenalan cogannya.
Tanpa memperdulikan tatapan khawatir orang lain, Rayna menghampirinya. Setelah mendekat, ia meminta izin sebelum duduk,”Gue duduk di sini, ya? Lo pasti udah tahu bangku guenya diisi orang lain.”
Cowok itu duduk diam tanpa mengangkat kepalanya. Tatapannya menuju ponsel di tangannya. Rayna seakan lalat lewat. Ia mengabaikannya.
Senyum Rayna tidak luntur sama sekali,”Gue anggap diam lo, jawaban setuju.”
Sebelum Rayna menyimpan tasnya dan duduk, gerakannya terhenti saat cowok itu mengangkat kepala menatapnya tajam,”Gak.”
Rayna tercengang, karena melihat wajahnya yang langsung masuk dalam kategori cogannya. Hanya saja, ekspresinya sangat suram.
Setelah itu, dia menundukkan kepalanya kembali.
Namun, Rayna sedang tidak mood cogan. Ia ingin mendapatkan bangku saat ini. Senyum Rayna luntur di gantikan tatapan menyedihkan,”Ayolah, bos. Kita temen sekelas harus saling berbagi. Temen lo juga baik udah nganterin gue ke kelas.”
Cowok itu mengerutkan kening. Menatap Rayna beberapa detik. Dikesempatan itu, Rayna mengeluarkan puppy eyes-nya.
Dia mengalihkan pandangan tanpa menjawab. Bibirnya terkatup rapat. Alisnya mengerut dengan mata dingin.
Rayna memiringkan kepalanya melihat ekspresinya yang menunduk,”Boleh, ya?”
Dia berdecak kesal,”Berisik.”
Rayna duduk dengan gerakan pelan. Melihatnya tidak menolak lagi, senyum Rayna mengembang. Ia menyimpan tasnya di atas meja. Melirik cowok itu sebentar, lalu ke depan lagi.
Ekspresinya yang semakin tidak mengenakan sebenarnya membuat Rayna tidak enak,”Maaf. Kalo lo ke ganggu sama gue, nanti gue pindah kok, kalo seandainya ada bangku lain.”
Cowok itu mengangkat kepalanya menatap Rayna tanpa ekspresi. Karena bangku mereka berdampingan, jarak mereka cukup dekat. Rayna tersentak bertemu mata hitamnya yang dalam. Hatinya tak karuan.
Walaupun kakinya sedikit gemetar, Rayna tersenyum manis di permukaan. Ia menekan rasa takutnya,”Gue Rayna. Walaupun kita teman sekelas, lo pasti hanya kenal gue sebagai Amira. Karena kita teman sebangku, Boleh gak, gue tahu nama lo?”
Dia menundukkan kepalanya lagi bermain ponsel. Mengabaikan Rayna lagi.
Rayna menghela nafas berat. Pandangannya ke depan. Menopang dagu dengan kedua tangan. Mengoceh,”Lo cuek banget sih, sama gue. Temen-temen lo juga udah kenalan sama gue. Lo temen sekelas gue, masa belum kenalan? Gak seru, ah. Kita bakal jadi teman sebangku, bakal saling bantu jika salah satu dari kita mengalami kesulitan dalam belajar. Kita bakal saling meminjamkan jika alat tulisnya ilang atau abis. Kita bakal saling kerjasama jika kerja kelompok. Kita juga bisa saling curhat, loh.”
Rayna terus menerus mengoceh dengan pandangan ke depan. Sampai guru datang, mulutnya berhenti mengoceh.
Rayna tidak sadar, cowok yang sedari tadi diam menunduk dan hanya mendengarkannya, menatapnya dengan mata rumit. Namun kedinginan di matanya berkurang.
biar flashback
kok pindah NT?😅