Ariana termenung di hadapan Lily. matanya masih berkaca-kaca namun kosong. memandang arah yang pudar di depannya. hatinya masih berkecamuk. ucapan-ucapan dokter soal kondisi ibunya terus terngiang yang dipikirannya. dia belum siap kehilangan satu-satunya wanita yang dia punya sekarang.
" Aku ada satu jalan keluar buat kamu. Tapi Aku nggak tahu kamu mau apa nggak sama pekerjaan ini." Ucap Lily setelah beberapa menit mereka berdiam duduk di dalam kafe.
" Apa pun itu. Akan aku lakukan. Saat ini aku udah nggak punya pilihan lain untuk memilih pekerjaan yang cocok atau tidak cocok untukku. Aku harus melakukan sesuatu untuk membayar biaya operasi ibu." Jawab Ariana dengan penuh keyakinan.
Ariana tidak ada pilihan lain selain meminta bantuan pada sahabatnya itu. pekerjaannya sebagai waiters hanya cukup untuk biaya makan mereka sehari-hari.
" Jual diri." Kata Lily singkat.
Tak percaya sahabatnya akan menyuruhnya menjual dirinya untuk mendapatkan uang dengan cepat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melakukan Protes
*****
Gibran baru saja keluar dari kamar mandi setelah dia membersihkan diri nya. Dia pun berjalan menuju tempat tidur. Gibran kemudian merebahkan tubuh nya di sana. Lalu memejamkan mata nya.
Ting
Sebuah notifikasi pesan baru saja berbunyi.
Gibran lalu tersenyum menatap nama kontak yang mengirimkan pesan pada nya.
( Kapan kamu akan pulang? Kita harus bicara.) Tulis Ariana.
Gibran tersenyum membaca pesan tersebut. Dia pun memutuskan untuk langsung membalas nya.
( Sepertinya kamu sudah sangat merindukan aku.) Balas Gibran.
( Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak pernah merindukan mu. Aku hanya ingin bicara dengan mu. Ini penting.)
( Kalau begitu kemari lah. Aku baru saja selesai mandi. Aku sudah kembali ke apartment.)
Beberapa detik telah berlalu, namun sampai saat ini Ariana tidak kunjung membalas pesan tersebut.
Gibran kemudian menatap foto Ariana yang berada di profil nya.
Drrrtt ... dddrrrrttt...
Dering ponsel Gibran berbunyi. Tanpa melihat nya, dia langsung mengangkat panggilan itu. Karena dia berfikir Ariana lah yang telah menghubungi nya sekarang.
" Hai, beb..." Sapa Megan dari seberang telepon.
Gibran kaget saat mendengar suara Megan. Seketika dia menyesal karena tidak melihat nama yang menghubungi nya terlebih dahulu.
" Kenapa menghubungi ku?"
" Karena aku tunangan mu. Aku tidak perlu ada alasan untuk menghubungi mu. Aku sangat merindukan mu, Gibran."
"Aku sangat lelah hari ini, Megan. Aku harus tidur karena besok aku masih ada meeting penting."
" Kalau begitu izin kan aku menyusul mu. Aku akan membantu mu menyelesaikan pekerjaan mu di sana."
" Tidak perlu. Kehadiran mu di sini hanya akan memperlambat semua nya. Sudah lah aku benar - benar mengantuk sekarang. Aku tutup telpon nya." Ucap Gibran.
Kemudian Gibran memutuskan sambungan telpon tersebut secara sepihak. Gibran kemudian mengubah ponsel nya menjadi mode hening.
*
*
*
Sedangkan di rumah nya, Ariana benar - benar tengah kesal sekarang. Mendengar Gibran sudah sampai di apartemen nya membuat darah Ariana seketika mendidih. Ingin rasa nya dia langsung menghampiri Gibran ke apartment dan membuat perhitungan. Tapi dia melirik jam dinding yang sudah hampir tengah malam.
Ariana lalu menghembuskan nafas nya kasar. Dia kemudian merebahkan diri nya di atas sofa yang ada di ruang rawat ibu nya.
Dia semakin tidak sabar. Dia lalu bangkit dan mengambil tas nya. Segara keluar dari ruang perawatan Melia.
Ariana sudah berada di di depan pintu apartment Gibran. Namun saat akan memencet bel nya, Ariana mengurungkan niat nya itu.
Dia pun langsung membuka pintu karena Ariana tahu password apartment Gibran.
Ceklek
Pintu apartment terbuka kemudian Ariana masuk ke dalam nya.dia mengedarkan pandangan nya, menatap ke setiap sudut. Tapi ruangan itu terlihat sepi, tidak ada Gibran di sana.
" Kata nya sudah pulang. Tapi kenapa tidak ada? Apa dia keluar?" Gumam Ariana.
Ariana memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Gibran.
Dan saat masuk, Ariana bisa melihat Gibran tengah tertidur di atas tempat tidur. Ariana mendekat dan menatap wajah Gibran yang tengah terlelap.
" Kamu di sini enak - enakan tidur. Sedangkan aku tidak bisa tidur beberapa hari ini." Kesal Ariana.
" Bangun, Gibran." Panggil Ariana
Gibran tidak bergeming.
" Gibran bangun... Kita harus bicara..." Panggil Ariana lagi.
Gibran benar - benar tidak memberikan respon apa pun. Bahkan sedikit pun pria itu tidak merasa terganggu dengan suara Ariana.
Ariana merasa geram. Dia manarik dan menghembuskan nafas nya dengan panjang. Dia akan membangunkan Gibran dengan cara nya sendiri jika Gibran tidak mau bangun dengan cara lembut.
" Gibran bangun." Teriak Ariana.
Mendengar suara teriakan Ariana yang melengking, Gibran pun lalu terbangun.
Dia menatap Ariana, mengucek mata nya untuk mematikan keberadaan Ariana di sana. Beberapa kali mengerjap untuk memastikan jika dia tidak salah lihat.
" Ariana? Aku sedang tidak bermimpikan? Kamu ada di sini sekarang?" Tanya Ariana.
" Kamu sedang tidak bermimpi, Gibran. Sekarang bangun lah. Kita harus bicara. Banyak yang ingin aku bicarakan dengan kamu." Jawab Ariana.
Gibran pun bangkit dari berbaring nya dan meregangkan otot - otot nya yang terasa masih pegal karena belum cukup puas tertidur.
" Bagaimana kamu bisa masuk?" Tanya Gibran.
" Ya aku bisa masuk lah. Aku kan tahu password nya. Ayo keluar. Kita harus bicara." Jawab Ariana.
" Kita bicara besok saja. Aku sangat mengantuk." Ucap Gibran kembali berbaring.
" Tidak bisa. Kita harus bicara sekarang. Ini penting. Ini soal surat perjanjian yang kamu buat antara kamu dan mami Miya."
" Itu bukan aku yang buat. Tapi pengacara." Jawab Gibran.
" Siapa pun yang buat aku tidak peduli. Yang jelas kita harus meluruskan maksud kamu membuat surat perjanjian itu." Desak Ariana lagi.
" Kenapa kamu selalu mempermasalahkan hal yang tidak penting. Sekarang ini aku benar - benar lelah. Aku baru saja sampai dari perjalanan bisnis. Dan kamu malah memaksa aku meladeni kemarahan kamu itu malam ini. Apa kamu tidak punya rasa kasihan sedikit pun pada ku?"
" Tidak. Aku tidak punya rasa kasihan pada mu."
" Terserah kamu saja. Tapi jangan bicara sekarang. Aku hanya ingin tidur saat ini." Kata Gibran memejamkan mata nya.
Ariana yang melihat sikap Gibran menjadi kesal.
" Bangun, Gibran..." Teriak Ariana lagi.
Mendengar Ariana yang kembali menjerit, membuat Gibran sontak menarik tangan Ariana secara tiba - tiba membuat Ariana kehilangan keseimbangan nya. Ariana pun terjatuh ke atas tempat tidur.
Gibran kemudian menempelkan tubuh nya merapat pada tubuh Ariana, memeluk Ariana sambil memejamkan mata nya.
" Kenapa kamu malah berteriak?" Omel Gibran.
" Lepas kan aku, Gibran." Pekik Ariana.
" Kenapa aku harus melepaskan kamu? Bukan kah kamu suka saat aku berada di atas tubuh mu ini?"
" Aku tidak sedang bercanda sekarang. Lepaskan aku. Aku datang hanya untuk bicara serius dengan mu."
" Jangan bicara lagi, Ariana. Atau aku akan benar - benar memaksamu melayani ku malam ini." Ancam Gibran dengan suara tegas nya.
Ariana yang mendengar ucapan Gibran seketika terdiam. Entah kenapa nyali nya menjadi ciut.
" Saat ini aku benar - benar sangat lelah dan mengantuk. Jika kamu ingin mengajak ku bertengkar, sebaik nya besok saja. Aku janji, aku akan meladeni mu dan mendengar kan semua omelan mu. Sampai kamu puas. Tapi tolong, jangan sekarang." Ucap Gibran dengan mata terpejam. Sedangkan tangan nya masih memeluk Ariana.
Jantung Ariana berdetak dengan tak karuan. Emosi yang tadi dia rasa kan seketika menghilang entah kemana dan yang tersisa hanya lah perasaan kasihan. Dia juga tidak tega saat Gibran mengatakan sangat lelah dan mengantuk.
Dia pun pasrah dan diam. Membiarkan kan Gibran tertidur sambil memeluk nya. Dan perlahan Ariana pun ikut memejamkan mata nya menyusul Gibran menuju alam mimpi.