Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Arlena - Dominus 4
...~°Happy Reading°~...
Ucapan Arlena seakan menampar Dominus yang masih diam mematung. Wajahnya berubah bagaikan pelangi berwarna warni dan berakhir pucat. Demikian juga dengan Selina tertunduk, lalu sibuk merapikan penampilannya sambil melihat ke arah lain.
Melihat perilaku mereka berdua, ingin rasanya Arlena menyulut api untuk membakar ruangan itu. Namun dia sudah berjanji pada diri sendiri, tidak akan membiarkan wanita pelakor itu tertawa senang di atas kemarahannya.
Arlena merapikan laptop lalu memasukan ke dalam tas, agar bisa mengalihkan kemarahan dan kesedihannya. Perlahan dia menjinjing tas, lalu menegakan punggung.
"Sepandai-pandainya orang yang berpendidikan bermain drama, Sang Sutradara Hidup pasti menghancurkan akting palsunya." Arlena mengingatkan yang dikatakan Dominus. 'Dia seperti orang yang tidak berpendidikan.'
"Ternyata aku tidak perlu memperlihatkan kebodohanku di hadapan banyak orang." Arlena berkata sarkasme sambil melihat Dominus dan Selina yang salah tingkah.
Arlena melangkah tenang ke arah pintu, namun dia berhenti dekat Dominus yang masih diam berdiri. Arlena berkata dengan gigi merapat, tapi penuh tekanan dan berbisik geram. "Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akan tercium bau busuknya."
"Wuuueeeekkk...." Tiba-tiba Arlena merasa mual dan muntah ke arah Dominus. Sehingga Dominus mundur dan berteriak marah.
"Uuppsss..." Arlena menutup mulutnya dengan tangan yang masih diperban, karena jas dan sepatu Dominus kena muntahnya.
"Sayang, kau ngga pa'pa? Kau jijik dengannya juga?" Arlena berbisik sambil mengelus perutnya.
Arlena mendekati Dominus yang menjauh darinya. "Anakku bukan saja menolakmu, tapi jijik, sampe muntah melihatmu." Bisik Arlena, lalu berjalan keluar dari ruang kerja.
Apa yang dilakukan Arlena membuat Dominus berteriak, marah. Dia melepaskan jas dan sepatu, lalu meleparkan begitu saja ke lantai.
"Kalian bikin apa di sini...!?" Bentak Dominus kepada kedua Kabag yang masih berdiri, diam, mematung. Dia menutupi rasa malu dengan bersikap marah dan garang.
"Kami diminta meeting sama Ibu, Pak." Jawab Kabag Personalia. Kabag Keuangan mengangguk mengiyakan.
"Meeting? Meeting apa jam segini?" Dominus terkejut dan panik, sebab tidak tahu apa yang dibahas dalam meeting.
"Tadi Ibu telpon minta kami datang untuk meeting. Ibu mau memproses pemecatan Benny dan Emma." Kabag Personalia menjelaskan.
"Apa? Kalian pecat mereka tanpa konsultasi dengan saya?" Dominus terkejut dan makin panik. Matanya jadi merah menahan marah.
"Pak, biasanya selama ini, perintah Ibu atau Bapak sama saja. Mereka ketahuan tidak jujur dalam bekerja. Jadi Ibu pecat mereka, tapi mereka minta resign, supaya ke depan masih bisa berkarier di luar." Kabag Personalia menjelaskan.
"Tidak usah diproses. Panggil mereka, suruh kembali bekerja." Dominus membentak kedua Kabag.
"Maaf, Pak. Semua sudah diproses oleh Ibu. Mereka sudah dibayar sesuai aturan perusahaan...." Kabag Keuangan tidak meneruskan keterangan, karena Dominus berteriak dengan suara keras.
"Segera keluar dari sini..." Dominus mengusir kedua Kabag keluar, lalu dia menuju ruang kerjanya hanya memakai kaos kaki, karena sepatu kena muntah.
Sambil berjalan, dia menelpon. "Emma, ke ruangan saya..." Dominus berkata tegas saat Emma merespon panggilan telponnya.
"Maaf, Pak. Saya sudah di jalan. Saya sudah resign."
"Saya bilang kembali...." Bentak Dominus.
"Maaf, Pak. Saya sudah resign."
"Kau tidak perlu ulang. Saya tidak tuli. Kembali untuk serahkan pekerjaanmu, sebelum pergi." Dominus menahan marah mendengar yang dikatakan Emma.
"Semua sudah diserahkan ke Ibu, Pak. Tidak ada lagi yang saya bawa." Emma menjelaskan sambil menahan kesal.
Dia bersyukur, semua dokumen yang sedang dikerjakan sudah diambil oleh Arlena. Sehingga dia tidak perlu lagi berurusan dengan Dominus.
"Kau tidak save?" Jantung Dominus berdetak kuat, karena sudah diserahkan kepada Arlena.
"Tidak, Pak. Ibu sudah ambil semua dan hapus. Menurut Ibu, supaya saya tidak salah gunakan di luar." Ucapan Emma membuat nafas Dominus memburu. Dia segera mematikan telpon lalu telpon Benny. Dia berharap Benny masih berada di kantor.
"Benny, segera ke ruangan saya." Perintah Dominus saat Benny merespon panggilannya.
"Maaf, Pak. Saya sudah pulang. Saya sudah resign." Ucap Benny yang menepi, karena tahu Dominus telpon.
"Saya bilang kembali untuk serahkan semua desain yang kau kerjakan." Dominus langsung mengatakan tujuan telpon, karena dia mulai khawatir hal yang sama terjadi.
"Oh, semua yang saya kerjakan sudah diambil Ibu, Pak." Jawab Benny cepat.
"Kau tidak save?"
"Pak, selama ini, saya hanya desain kasar, Ibu yang melengkapi detail dan finishing. Jadi semua yang kasar sudah diambil Ibu. Tidak ada yang saya pegang lagi." Jawaban Benny membuat Dominus berteriak marah.
Sehingga Benny langsung mematikan telpon. 'Anda bukan boss saya lagi. Kenapa marah padaku?' Benny berkata sendiri lalu lanjutkan perjalanan dengan hati lega.
'Selamat menikmati hasil esek-esekmu. Istri yang baik dan smart, ditukar dengan perempuan yang cuma bisa gesek.' Benny membatin dengan hati bersyukur, sudah mengikuti saran Arlena.
"Ada apa, Mas? Ngga usah marah terus. Ingat kesehatanmu." Selina yang mendengar teriakan Dominus, segera masuk ruang kerja lalu mengelus lengannya untuk menenangkan.
"Kedua orang itu sudah tinggalin kantor tanpa berikan yang mereka kerjakan." Dominus menjelaskan tanpa mengatakan mereka sudah berikan kepada Arlena.
"Ada karyawan yang lain, bisa kerjakan bagian mereka. Jadi ngga usah emosi begini. Kalau ngga ada yang bisa, aku akan minta tolong kakak tingkat untuk bantu." Selina mengelus dengan ucapan manis.
"Kau punya orang yang bisa kerjakan desain buat selesaikan pesanan yang sedang dikerjakan?" Dominus jadi menatap Selina "Ada Mas..." Dominus sedikit tenang dan menurunkan tensi emosinya.
"Sekarang banyak desainer kreatif, yang penting kita bisa berikan harga yang cocok." Selina berkata serius untuk meyakinkan Dominus.
"Kalau begitu, segera hubungi. Minta dia menemui saya secepatnya." Dominus sedikit lega.
"Ok. Mas. Jangan emosi lagi. Aku ke sebelah. Nanti aku kembali lagi untuk kasih tahu hasilnya."
"Mengapa ngga hubungi di sini saja? Kerja dari ruangan ini saja." Dominus berpikir, Arlena bisa kembali sewaktu-waktu dan dia sudah tidak ingin terjadi keributan lagi. Sebab dia ingat ancaman Arlena. 'Agar membersihkan ruang kerjanya.'
Dia tidak menyangka Arlena secepat itu masuk kantor untuk menangani pekerjaan kantor. Sehingga dia harus mengajak bicara Selina, karena dia tidak mungkin bicara lagi dengan Arlena.
"Aku di sebelah saja, supaya Mas bisa kerja dan panggil mereka yang bikin masalah itu. Tenang, saja." Selina langsung berjalan keluar, setelah memeluk Dominus untuk menenangkan sambil tersenyum riang.
Dia ingin bicara sendiri dengan kakak tingkat, tanpa diawasi Dominus. Supaya dia leluasa bicara dan merayu, agar mau bekerja bersamanya.
Dia yakin, ini adalah langkah awal untuk menancapkan kuku dan menyingkirkan Arlena. Oleh sebab itu, dia mau pergunakan kesempatan yang tercipta sebaik mungkin.
Setelah Selina keluar, Dominus segera ke lantai dasar untuk mengecek pekerjaan team kreatif. Dia khawatir Benny atau Arlena sudah katakan sesuatu kepada karyawan, hingga mempengaruhi kinerja team kreatif. Padahal mereka sedang tangani desain interior salah satu kantor yang baru dibangun.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
sedangkan sudah banyak bukti perselingkuhanmu
Selina" dah nikmati dlu yang sekarang NNT kalau udah ada karma nyesel kau
gemes aku up Thor 😭
nggak sabar baca epsd selanjutnya up lagi kak