Seri kedua Kau Curi Suamiku, Kucuri Suamimu. (Hans-Niken)
(Cerita Dewa & Fitri)
Masih ada secuil tentang Hans-Niken, ya? Juga Ratu anak kedua Hans.
Pernikahan yang tak diharapkan itu terjadi, karena sebuah kecelakaan kecil yang membuat warga di kampung Fitri salah mengartikan. Hingga membuat Fitri dan Dewa dipaksa menikah karena dituduh melakukan tindak asusila di sebuah pekarangan dekat rumah Fitri.
Fitri berusaha mati-matian supaya Dewa, suaminya bisa mencintainya. Namun sayangnya cinta Dewa sudah habis untuk Niken, yang tak lain istri dari Papanya. Dewa mengalah untuk kebahagiaan Papanya dan adik-adiknya, tapi bukan berarti dia berhenti mencintai Niken. Bagi Dewa, cinta tak harus memiliki, dan dia siap mencintai Niken sampai mati.
Sayangnya Fitri terus berusaha membuat Dewa jatuh cintai padanya, meski Dewa acuh, Fitri tidak peduli.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku, Tuan!"
"Silakan saja! Cinta tidak bisa dipaksakan, Nona! Camkan itu!"
Apakah Fitri bisa menaklukkan hati Dewa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6 - Berubah Dingin
Dewa menghadiri undangan relasi bisnisnya itu dengan Istrinya. Ini pertama kalinya Dewa mengajak Fitri untuk menghadiri acara dengan rekan bisnisnya. Biasanya dia akan pergi sendiri, atau malah ditemani dengan Sekretaris pribadinya.
“Selamat malam, Pak Dewa.”
“Malam Pak Arsyad. Selamat Bertambah Usia, Pak. Doa terbaik untuk Pak Arsyad.”
“Terima kasih, Pak Dewa. Ini tumben berdua?”
“Oh iya, Pak. Kenalkan ini istri saya.”
“Jadi ini istrinya Pak Dewa? Salam kenal saya Arsyad.”
“Fitri.” Fitri dengan ramah membalas jabatan tangan Arsyad. Pengusaha muda yang sangat sukses itu.
“Silakan menikmati hidangan pesta, Pak Dewa, dan Bu Fitri. Itu tadi Papanya Pak Dewa juga sudah datang, dengan Putri dan Istrinya.”
“Oh iya, nanti saya menyusul ke sana, Pak.”
“Baiklah, saya akan menemui tamu yang lain.”
Dewa menggandeng tangan Fitri, dia langsung membawa Fitri menjauh dari Arsyad. Yang dari tadi menatap intens Fitri. Dan, sekarang pun Arsyad masih curi-curi pandang pada Fitri. Padahal sedang bicara dengan rekan bisnis lainnya. Arsyad pengusaha muda yang masih single. Bukan berati dia belum menikah, dia seorang duda yang ditinggal istrinya meninggal. Padahal usia pernikahannya baru berjalan satu tahun, istrinya meninggal karena sakit yang dideritanya.
“Mas ini mau ke mana sih? Aku mau ambil minum, Mas!” ucap Fitri yang kesal, karena Dewa menarik tangan Fitri dan membawanya ke tempat yang jauh dari pandangan Arsyad.
“Di sini yang aman. Sudah nanti aku minta pelayan untuk ambilkan minum dan makanan saja. Kita di sini saja, biar aman!”
“Aman gimana maksudnya, Mas?” tanya Fitri.
“Aman dari pandangan duda itu!”
“Duda? Duda yang mana?”
“Tuh Pak Arsyad, dari tadi lihatin kamu begitu! Tahu kayak gini aku gak bawa kamu, Fit! Tuh kan ada Tama, dia pakai acara ke sini sama Ratu!”
“Kamu ini kenapa sih, Mas? Dari tadi mau berangkat uring-uringan mulu?”
“Kamu ini dandannya cantik banget, Fit! Tuh kan jadi pada lihatin kamu?”
“Kamu aneh, kamu yang milihin gaun ini, kamu yang bawa aku ke salon sebelum ke sini buat didandanin, malah sekarang begitu?”
“Kalau tahu gini aku gak ajak kamu, Fit!”
“Ya sudah aku pulang!”
“Eh jangan, kita gabung ke Papa saja, ya?”
Fitri tidak menjawab apa-apa. Dia tidak mau Mama Niken terganggu karena kedatangannya. Sudah pasti semua canggung karena Dewa pasti menatap Mama Niken yang seperti biasanya.
“Kok diam? Yuk?”
“Di sini saja, Mas. Aku sudah nyaman di sini.”
“Ya sudah, aku ambilkan makanan, ya?”
Mumpung ada Tama dan Ratu yang baru saja bergabung dengan Dewa dan Fitri, Dewa mengambilkan makanan untuk istrinya. Apalagi tadi Fitri bilang kalau dirinya haus, jadi daripada menunggu pelayan yang sedang sibuk, Dewa mengambilkan minuman dan makanan untuk Fitri.
“Titip Fitri, Dek,” ucap Dewa pada Ratu.
“Iya, Kak Fitri di sini gak bakal ilang,” ucap Ratu.
“Sekarang over protektif gitu sama istrinya,” sindir Tama.
“Diam kamu, duduk samping Ratu, titip Fitri!” perintah Dewa.
Tama mengernyitkan keningnya. Tidak tahu kenapa Dewa malam menyuruh dirinya bergabung juga, bukannya malah menyuruh Tama pergi. Dewa melakukan itu karena dia tidak mau Istrinya diganggu Arsyad. Dewa yakin kalau Arsyad pasti akan menghampiri Fitri kalau Fitri sendirian.
Dewa mengambilkan makanan dan minuman untuk istrinya. Tidak sengaja Dewa melihat papanya yang sedang bercengkrama dengan beberapa rekan bisnis lainnya. Di sana juga terlihat ada Mama Niken yang berdiri di sebelahnya. Samar terdengar Papanya mau pamit pulang karena malam ini harus pergi liburan dengan Mama Niken. Seketika dadanya menjadi sesak mendengar Papanya ingin mengajak liburan Mama Niken dan bilang ingin bulan madu lagi.
“Kamu tidak boleh gini, Dewa! Kamu bilang ingin memperbaiki semuanya dengan Fitri? Tapi kamu malah gini?”
Dewa kembali ke mejanya dengan membawa makanan dan minuman. Dewa tidak tahu apa makanan kesukaan istrinya, jadi dia asal mengambilnya saja, semoga saja istrinya suka dengan apa yang ia ambilkan.
“Ini kamu ambil makanan Cuma buat kamu dan Fitri saja?” tanya Tama.
“Iya, tapi aku minta pelayan mengantarkan minuman untuk kalian, kalau makanan, aku tidak tahu selera kalian. Ambil sendiri, ya?” jawab Dewa.
“Ya sudah yuk kita ke sana ambil makan, Tam? Biar mereka berduaan,” ajak Ratu.
Tama mengiyakan ajakan Ratu. Bagaimana pun Dewa dan Fitri memang harus sering berdua. Biar semakin dekat. Namun, saat Tama dan Ratu akan pergi Hans dan Niken menghampiri mereka.
“Mama, Papa?” ucap Ratu.
“Mama sama Papa mau pulang dulu, kamu tahu kan kita mau ke mana?” ucap Hans pada Ratu. “Kamu pulang hati-hati, ya? Sama Tama saja pulangnya, gak usah pakai taksi.”
“Iya, Pa.”
“Ini Papa mau ke mana? Kok sudah mau pulang saja? Tumben kembar gak diajak, Pa?” tanya Dewa yang pura-pura tidak tahu, padahal Dewa sudah tahu kalau Papa dan mamanya mau liburan berdua sekalian bulan madu.
“Angkasa sama Mega tadi pagi dijemput Bi Ratna dan Paman Teguh. Katanya mereka kangen sama kembar, jadi mereka menginap di sana beberapa hari. Papa sama Mama juga mau liburan berdua, jadi ya biarlah mereka di rumah kakung sama utinya.”
“Mau bulan madu nih pasti? Benar deh, biar kembar punya adik lagi. Biar Tante Niken juga gak ngelamun terus,” ucap Tama.
“Kamu benar, Tama. Om tidak mau melihat Tantemu tiap hari murung. Ada baiknya Om ajak Tantemu liburan beberapa hari,” ucap Hans.
“Ya sudah hati-hati, Om. Jangan lupa oleh-olehnya kembar lagi,” ucap Tama dengan terkekeh.
Tama melihat Dewa yang diam saja, dia tahu perasaan Dewa kali ini. Sudah pasti dia sedikit sakit hati melihat Mama dan Papanya akan bulan madu lagi.
“Payah nih kalau kembar lagi, tapi ramai sih, aku jadi gak kesepian,” ucap Dewa.
“Kamu juga harus segera kasih cucu buat papa, Dewa?” ucap Hans.
“Akan Dewa segerakan, Pa,” ucap Dewa.
Hampir saja Fitri tersedak karena mendengar ucapan Dewa. Disegerakan bagaimana? Selama ini saja dirinya tak pernah disentuh oleh Dewa?
Hans segera pamit pada mereka, karena sudah melihat Niken yang kurang nyaman, begitu juga dengan Fitri yang dari tadi lebih banyak diamnya. Dia tidak bicara kalau tidak diajak bicara. Niken pun tahu perasaan Fitri, itu mengapa tadi Niken juga basa-basi menyapa Fitri dan mengajak bicara Fitri meski sebentar.
Dewa berusaha meredakan gejolak hatinya yang tidak karuan. Ditatapnya Fitri yang dari tadi hanya diam saja, meskipun Ratu mengajaknya bicara, tapi tetap saja Fitri lebih banyak diamnya.
“Dek ikut mobil kakak, ya? Kamu katanya gak pakai mobil karena mobilnya di bengkel? Biar Kak Fitri ada teman ngobrolnya,” ucap Dewa ada Ratu.
“Yah, aku sudah pesan taksi online, Kak. Ini sedang di jalan mau ke sini. Lagian apartemen aku kan jauh dari kakak?” ucap Ratu.
“Tadi padahal udah aku tawari sama aku, Wa, tapi dia gak mau, katanya mau pakai taksi. Ya sudahlah,” ucap Tama. “Aku pamit dulu deh, soalnya aku ada urusan lain,” pamit Tama.
“Hati-hati, Tam,” ucap Dewa dan Ratu bersamaan.
Ratu dari tadi sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia terlihat mengulas senyum seperti sedang bertukar pesan dengan seseorang yang begitu berarti.
“Kak, taksi aku sudah di depan. Aku pamit, ya?”
“Hati-hati, Dek,” ucap Fitri dan Dewa.
Ratu bergegas pergi, sebelum benar-benar pulang, dia lebih dulu menemui Arsyad, pamit dengan Arsyad dan kembali mengucapkan selamat. Ratu dengan cepat-cepat berjalan ke depan, seperti tidak sabar ingin segera bertemu dengan seseorang.
“Maaf, lama.”
“Tidak apa-apa. Bagaimana kamu happy?” tanya seoarang laki-laki yang menjemput Ratu.
“Ya, Happy, meski sendirian. Kapan kita bisa jalan tanpa main petak umpet begini, Mas?” ucap Ratu.
“Gak tahu, Sayang. Aku bingung.”
“Sama, Mas. Kita jalani saja, ya? Salah gak sih kita begini?”
“Mencintai tidak pernah salah, Sayang. Maafkan aku, ya? Yang sudah berani jatuh cinta sama kamu.”
“Sudah ah jangan melow gini. Aku kangen Om,” ucap Ratu.
“Om lagi?”
“Mas maksudku. Maaf, jangan ngambek. Ayo antar aku pulang.”
“Baiklah.”
Setelah Ratu pergi, Dewa meraih tangan Fitri lalu menciumnya. Fitri tersentak, tidak pernah Dewa melakukan seperti ini, tapi malam ini dia berani mencium tangan Fitri.
“Jangan gini, Mas!” ucap Fitri dengan melepaskan genggaman tangan Dewa.
“Kenapa? Aku minta maaf, ya? Bias kita perbaiki pernikahan kita, Fit?” ucap Dewa.
“Semua tergantung dengan kamu, Mas. Kita pulang, ya?” ajak Fitri.
“Iya ayo kita pulang.”
“Mas, aku ke toilet dulu, ya?”
“Mas tunggu di tempat parkir, ya? Mas sambil merokok di sana,” ucap Dewa.
“Oke.”
Dewa keluar lebih dulu, sambil menunggu Fitri di toilet. Ia menyulut sebatang rokok, lalu mengisapnya. Dewa duduk di bangku yang dekat dengan mobilnya.
“Itu bukannya Papa sama Mama? Kenapa masih di sini?” ucap Dewa lirih saat melihat Mama dan Papanya berjalan dengan bergurau mesra.
Sesekali Papanya mencium mesra bibir Mamanya. Lalu mereka malah semakin intens berciuman di depan mobilnya, hingga masuk ke dalam, tapi mereka masuk ke bagian belakang, bukan depan. Tak lama kemudian mobil milik papanya itu bergoyang perlahan dan semakin kencang, dan Dewa tahu apa yang sedang mereka lakukan di dalam mobil itu.
Dewa mengepalkan tangannya. Dia sakit melihat semua itu. Dia benar-benar sakit hati melihatnya. Entah kenapa bisa sesakit itu melihat Papa dan Mamanya bermesraan, padahal Dewa sudah berusaha melupakan Mama sambungnya itu, dan ingin sekali memulai kebahagiaan dengan Fitri.
“Mas ayo!”
Tanpa bicara Dewa langsung berjalan lebih dulu masuk ke dalam mobil. Fitri melihat Dewa kembali dingin dan acuh lagi, padahal baru saja Dewa bersikap manis padanya.
Gak sabar lihat respon papa dewa dan mama niken 😂
1 nya berusaha mencintai 1 nya lagi mlh berusaha meminta restu 🤣🤣🤣
kann tau to rasane coba aja klo bener2 di diemin ma fitri apa g kebakaran jengot