Angelo, yang selalu menyangkal kehamilannya, melarikan diri setelah mengetahui bahwa ia mengandung anak Maximilliam, hasil hubungan semalam mereka. Ia mencari tempat persembunyian terpencil, berharap dapat menghilang dan menghindari konsekuensi dari tindakannya. Kehamilan yang tak diinginkan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, memaksanya untuk menghadapi kenyataan pahit dan melarikan diri dari masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Angelo disappeared
Keheningan mencekam beberapa saat, diikuti oleh gerakan tiba-tiba yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Maximilliam, dengan gerakan cepat dan tanpa aba-aba, mencabut jarum infus dari tangannya. Darah segar mengalir, membasahi seprai putih bersih ranjang rumah sakit. Ia turun dari ranjang, langkahnya tergesa-gesa, meninggalkan Theodore dan Janet yang panik menyaksikan tindakannya.
"Max! Kau mau ke mana?!" seru Theodore, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Janet, dengan wajah pucat, mencoba menghentikan kakaknya. "Kakak, kau belum pulih!" Keduanya berlari mengejar Maximilliam yang berlari keluar dari ruangan, langkahnya terhuyung-huyung karena kelemahan.
Bukan hanya Theodore dan Janet yang mengejarnya. Beberapa petugas medis, terkejut melihat kondisi Maximilliam yang berdarah dan masih membutuhkan perawatan, ikut berlari mengejarnya. Mereka khawatir akan keselamatan Maximilliam, terutama karena ia masih dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan laboratorium keesokan harinya.
Namun, Maximilliam mengabaikan mereka semua. Ia berlari menuju parkiran rumah sakit, matanya tertuju pada sosok Morgan yang sedang berdiri di dekat mobilnya, asap rokok membumbung di udara malam yang dingin.
Morgan tersentak kaget melihat kemunculan Maximilliam yang terhuyung-huyung, wajahnya pucat pasi dan tangannya berdarah. "Tuan?" suaranya dipenuhi kekhawatiran dan keterkejutan. Ia tak menyangka Maximilliam akan muncul dalam keadaan seperti itu.
Maximilliam membuka pintu belakang mobil mewahnya. "Antar aku pulang," perintahnya singkat, nada dingin menusuk telinga Morgan.
Morgan ragu. "Tapi Tuan..." Ia masih terpaku di tempat, khawatir akan reaksi Maximilliam.
"Atau aku yang akan menyetir sendiri," desis Maximilliam, tatapannya tajam dan penuh tekanan.
Dengan berat hati, Morgan menurut. Ia masuk ke mobil, dan segera melajukan kendaraan meninggalkan rumah sakit.
. . .
Hari-hari berlalu tanpa kabar. Jacob menggertakkan giginya, keponakannya, Angelo, masih hilang tanpa jejak. Upaya pencarian yang ia perintahkan kepada anak buahnya—yang telah menyebar ke berbagai penjuru dunia—belum membuahkan hasil. Kecemasan menggerogoti jiwanya. "Di mana kau, Angelo?" gumamnya lirih, tangannya mengusap wajah kasarnya yang dipenuhi garis-garis lelah.
Tok… tok…
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. "Masuk," perintahnya, suaranya berat.
Seorang kepala pelayan, berpakaian rapi dengan jas hitam, masuk dengan langkah tenang. Ia membungkuk hormat. "Maaf mengganggu, Tuan. Di luar, ada Tuan Muda McKlaine."
Jacob mengerutkan dahi, keningnya berkerut dalam. "Untuk apa dia datang?" tanyanya, nada suaranya terdengar waspada.
Kepala pelayan itu menjawab dengan tenang, "Tuan Muda McKlaine mengatakan, ia ingin mencari Nona Muda Angelo." Kalimat itu membuat Jacob terdiam sejenak, seolah sebuah kemungkinan baru tiba-tiba muncul di benaknya.
Di sisi lain, Maximillian duduk di ruang tamu kediaman Angelo yang mewah namun terasa dingin. Setelah mendengar kabar tentang penyakitnya dari dua bulan terakhir, sebuah keyakinan kuat telah merasukinya: Angelo hamil, hamil anak mereka. Bayangan itu tak pernah lepas dari pikirannya, terutama setelah mengingat hubungan intim mereka beberapa waktu itu. Kegelisahan yang amat sangat memenuhi dadanya. Ia sudah lama tak bertemu Angelo, dan rasa ingin bertemu semakin membuncah.
Detik-detik terasa begitu lambat. Ketegangan memenuhi ruangan yang luas itu. Lalu, suara langkah kaki terdengar mendekat, menghentikan lamunan Maximillian. Ia menoleh ke arah pintu, melihat Jacob, dengan wajah yang tampak lelah namun tatapan matanya tetap tajam dan waspada.
"Ada urusan apa kau datang ke sini?" tanya Jacob langsung, suaranya datar tanpa basa-basi, menunjukkan ketidaksukaannya.
"Aku ingin bertemu Angelo," jawab Maximillian singkat, suaranya terdengar tegas.
"Di mana dia?" tanya Maximillian lagi, ketidaksabaran mulai menguasainya.
Jacob menghela napas panjang, tampaknya lelah menghadapi pertanyaan Maximillian. "Dia tidak ada di sini," jawabnya, suaranya terdengar berat.
Maximillian menyipitkan mata, tatapannya tajam dan menusuk. "Apa maksudmu tidak ada di sini?" tanyanya, nada suaranya mulai meninggi, menunjukkan ketidakpercayaan dan kemarahan yang mulai muncul.
Belum sempat Jacob menjawab, pintu ruang tamu terbuka dengan sedikit deritan, menampilkan George yang masuk dengan wajah dingin dan tegang. Aura dingin dan ketegangan terpancar dari tubuhnya. Ia mengabaikan kehadiran Maximillian, langsung bertanya pada Jacob tanpa basa-basi. "Jacob, apakah Angelo belum ditemukan?"
Jacob hendak menjawab, namun George memotongnya. Tatapannya tajam dan penuh amarah. "Biarkan dia tahu. Semakin banyak orang yang mencarinya, semakin cepat aku menikahi Cyne," ujarnya dengan suara dingin dan penuh kebencian. Kesabarannya telah habis. Ia tak ingin terus menunda pernikahannya karena menghilangnya Angel.
Maximillian tersentak kaget mendengar pernyataan George. "Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya terdengar tak percaya.
George kini mengalihkan pandangannya pada Maximillian, tatapannya dingin dan tanpa ampun. "Angelo pergi dari rumah, dia melarikan diri untuk menyembunyikan kehamilannya darimu. Dan sampai sekarang, kita tidak tahu di mana dia berada. Entah hidup atau mati," ujar George dengan nada datar, mengungkapkan kebenaran yang pahit.
Kalimat terakhir George seperti pukulan telak bagi Maximillian. Tangannya mengepal erat, kemarahan dan keputusasaan memenuhi jiwanya. Dengan langkah cepat, ia mendekati George dan melayangkan tinjunya ke wajah pria itu.
"Jaga ucapanmu, sialan!" teriak Maximillian, suaranya bergetar karena amarah yang meluap-luap. Ruangan itu tiba-tiba dipenuhi aura ketegangan yang mencekam.
Bukan hanya Maximillian yang tersulut amarah oleh ucapan George tentang Angel, Jacob pun sama terkejutnya. Ia tak menyangka George akan seenaknya mengumbar informasi sensitif tersebut, apalagi di depan Maximillian. Wajah Jacob memerah menahan amarah.
"Pergilah, George, sebelum aku membunuhmu di sini," desis Jacob, suaranya rendah dan mengancam, tatapan matanya tajam dan menusuk, menunjukkan niat membunuh yang sungguh-sungguh. Udara di ruangan itu terasa sangat dingin dan mencekam.
Maximillian, yang masih mencengkeram kerah baju George, melepaskannya dengan dorongan kasar. George terhuyung ke belakang, wajahnya babak belur akibat pukulan Maximillian.
Tanpa sepatah kata pun, George pergi meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Maximillian dan Jacob yang dipenuhi emosi yang bercampur aduk.
Maximillian menatap Jacob dengan tatapan tajam, mencari jawaban yang membuatnya tenang. "Jadi, benar? Angel hamil? Hamil anakku?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar, menunjukkan kecemasan dan harapan yang bercampur baur.
Jacob menghela napas panjang, ia tahu berbohong tak akan ada gunanya. Mungkin dengan menyebarkan informasi ini, akan lebih banyak orang yang mencari Angel, meningkatkan peluang untuk menemukannya dengan cepat.
"Aku akan menjawabnya setelah menghubungi Cyne," jawab Jacob, suaranya terdengar berat, menunjukkan kerumitan situasi yang tengah dihadapinya. Ia perlu mempertimbangkan segala aspek sebelum memberikan jawaban yang akan berdampak besar pada banyak pihak.
Maximillian kembali duduk di sofa, tangannya mengusap wajahnya dengan kasar, menunjukkan kekesalan dan keputusasaannya. Rambutnya yang sedikit kusut menambah kesan kacau yang tengah ia alami. Jacob, di sisi lain, mengambil ponselnya dan menghubungi Cyne. Suasana tegang masih menyelimuti ruangan itu.
"Cyne, segeralah menikah. Jangan membuat keadaan semakin rumit," pinta Jacob, suaranya terdengar tegas namun dipenuhi kelelahan.
Suara Cyne terdengar dari seberang, tegas dan penuh penolakan. "Aku tidak akan menikah jika Angel tidak datang ke acara pernikahan."
"Menikahlah secepatnya! Jangan membuatku membenci kalian dan menyembunyikan Angel darimu! George sudah cukup membuatku muak, jangan menambah beban ini!" suara Jacob meninggi, menunjukkan amarahnya yang mulai memuncak.
"Apa maksudmu? Apakah George mengatakan sesuatu?" pertanyaan Cyne terdengar khawatir.
Jacob langsung memutuskan panggilan. Ia meletakkan ponselnya di atas meja, lalu duduk berhadapan dengan Maximillian. Ekspresi wajahnya menunjukkan kelelahan dan kekhawatiran.
"Seperti yang kau dengar dari George, Angel memang hamil, dan dia pergi entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya selama dua bulan, tetapi tidak ada hasil," ucap Jacob, suaranya berat dan penuh penyesalan. Ia tampak sangat lelah menghadapi situasi ini.
"Dia pergi tanpa jejak," lanjut Jacob, menarik napas panjang, menunjukkan kelelahan fisik dan mental yang begitu dalam. Kehilangan Angel seperti sebuah misteri yang sulit dipecahkan.
tmbh lg trauma msa lalu,pst bkin dia mkin down....mga aja max bsa bkin dia lbh smngt.....
lgian,udh ada ank sndri knp mlah adopsi????sukur2 kl ga iri pas udh dwsa,kl iri kn mlah bhya....
jgn blng kl goerge d jbak skretarisnya pke ssuatu,trs dia tau dn nyri istrinya????
tp mmdingn gt sih,drpd jd skandal....
kl angelo nkah sm max,brrti janet jd adik ipar....tp kn janet bkln nkah sm jacob,pdhl jacob pmannya angelo....
🤔🤔🤔
ppet trs smp angelo brsdia buat nkah sm max.....
janet bbo bareng sm jacob...enth bgaimna smp mreka bs brsma,mngkn krna trbwa suasana....
jgn2 janet bno bareng sm jacob?????