Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Evan
"Kamu?" Evan menatap tajam saat Lika berani menamparnya. Wanita itu berani menamparnya hanya demi pria lain.
"Om, jahat sekali! Kenapa begitu tega padaku?" Lika mengusap air matanya. Bukan ini yang dia mau.
"Aku suamimu, aku suamimu, Lika!" Evan menekankan nada bicaranya. Mengingatkan akan statusnya.
"Kita sudah sepakat, kenapa om malah mengatakan itu! Aku benci, om Evan!" Lika memukul tubuh Evan dengan tasnya lalu beranjak pergi.
Jika tahu akan berakhir seperti ini, ia tidak akan setuju membawa pria tua itu bertemu Boni.
Tapi semua sudah terjadi. Hubungannya dengan Boni kandas. Ia sudah menyakiti hati Boni. Kasihan sekali pacarnya itu.
"Malik!" Evan mengejar dan menahan tangan Lika.
Pria itu menggeret Lika yang menolak masuk ke dalam mobil. Dengan sedikit paksaan, akhirnya Lika masuk juga.
"Huu huu huu," Lika menangis meraung-raung merapati cintanya yang kandas.
Mencoba menelepon Boni, tapi panggilannya ditolak.
Mencoba mengirim pesan, dan tidak dibalas.
Lika sedih sekali dengan jalan hidupnya. Semua gara-gara pak tua yang menyebalkan.
Dan Evan hanya diam menatap. Jadi menyesal membuat Lika menangis sesedih ini.
Akhir-akhir ini setiap melihat si Malik menangis, ia jadi ikut sedih. Merasa tidak tega dan juga kasihan.
"Maaf," ucap Evan merasa bersalah. Seharusnya ia mencari tahu tentang Boni dan mencari kesalahannya lalu menunjukkan pada Lika.
Bukan malah seperti ini, mengakui diri. Hal ini membuat si Malik jadi membencinya.
Lika membuang muka, ia benci sekali dengan Evan.
"Aku melakukan itu ada alasannya. Aku tidak suka kamu bersama si jelek itu!" ucap Evan. Itu yang dirasakannya saat ini. Mungkin ini yang dinamakan cemburu.
Lika tidak menjawab. Ia masih menangis.
"Malik, sepertinya mantan pacarmu itu bukan pria baik. Sekali lihat saja, aku tahu dia itu penipu. Dia hanya memanfaatkanmu saja. Seharusnya kamu bersyukur lepas darinya." jelas Evan menurut filingnya. Yakin sekali si jelek itu penipu.
Evan menatap wajah sedih itu. Si Malik begitu sangat mencintai pria jelek itu. Sampai segitunya menangis karena putus cinta.
"Malik," panggil Evan. Si Malik jadi pendiam, biasanya merespon dan marah-marah. Diam begini membuat bingung.
"Aku akan mengantarmu pulang!" putus. Evan. Dari tadi ia didiamkan terus.
Evan lebih suka si Malik itu mengoceh, berteriak dan marah-marah tidak jelas, dari pada diam saja.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sampai rumah, Lika langsung berjalan masuk kamar. Tidak peduli pada Evan yang memanggilnya.
Dan Evan hanya dapat menghembuskan napas panjang. Harus sabar ia menghadapi si Malik yang labil ini. Mana kesabarannya setipis tisu lagi.
"Evan." panggil Bunda melihat menantunya hanya di depan pintu.
Putrinya masuk dengan wajah marah. Keduanya pasti bertengkar lagi.
"Bunda." Evan menyalami wanita paruh baya itu. Ia harus tetap sopan.
"Kalian bertengkar ya?" tanya Bunda ingin tahu.
"Ya gitulah, Bun. Ada salah paham sedikit." jawab Evan. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia yang membuat si Malik itu putus dengan pacarnya.
Pasti Bunda jadi bingung dan tidak habis pikir.
"Masuklah." ajak Bunda. Mereka malah berdiri di luar.
"Ayah mana, Bun?" tanya Evan berbasa basi.
"Ayah belum pulang kerja. Jam 8 baru pulang." jawab Bunda.
"Caca?" tanya Evan lagi. Di rumah tampak sunyi.
"Caca main ke rumah tetangga. Sebentar lagi paling pulang."
Evan mengangguk, ia duduk di ruang tamu. Dan Bunda membuatkan teh untuknya.
"Terima kasih, bun." ucapnya.
Bunda tersenyum. "Sebentar ya, Bunda panggilkan Lika."
Walau sedang bertengkar, Lika tidak boleh mengabaikan suaminya. Evan juga sepertinya ingin memperbaiki hubungan.
"Lika!" Bunda mengetuk pintu. "Evan di depan, temui dulu!"
"Tidak mau!" tolak Lika dari dalam. Ia tidak mau bertemu pria tua itu. Evan sudah merusak hubungannya.
"Lika, kalau ada masalah selesaikan dengan suamimu dulu. Sebentar lagi ayah pulang, apa mau kami yang menyelesaikan masalah kalian?" tanya Bunda dari depan pintu.
Mendengar Bunda membawa-bawa ayah, Lika jadi berpikir panjang. Jika sampai ayah tahu masalahnya, ayah pasti marah padanya dan jelas akan membela pak tua itu.
Dengan terpaksa Lika bangkit dan membuka pintu.
"Ada masalah apa?" tanya Bunda melihat putrinya berderai air mata.
Lika menggelengkan kepala.
"Apa Evan memukulmu?" tanya Bunda kembali. Mungkin saja menantunya itu suka main tangan, tapi sepertinya Evan tidak mungkin seperti itu.
Lika kembali menggeleng. Ia tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya.
"Malik, kita selesaikan salah paham ini." ucap Evan yang tiba-tiba datang.
Lika melengos. Hatinya masih marah melihat Evan. Ia masuk kembali ke dalam kamar dan mengambil tas.
"Bun, Lika pergi dulu." pamitnya. Ia tidak mau nanti orang tuanya ikut campur dan ujung-ujungnya pak tua itu pasti yang dibela.
Jadi harus menyelesaikannya berdua.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Malik, kamu masih marah?" tanya Evan sambil menyetir. Ia mengendarai mobil dengan lambat. Tidak tahu tujuan mau ke mana.
Lika diam saja. Sudah jelas marah, masih ditanya juga.
"Mantan kamu itu bukanlah pria baik!" jelas Evan. "Dari wajahnya saja kelihatan!"
"Diam, om!" marah Lika. Sudah salah, masih juga menjelekkan Boni.
Evan menepikan mobil di pinggir jalan. Ia tidak fokus menyetir seperti ini.
"Aku membencimu." ucap Lika.
"Ya sudah." jawab Evan pasrah. Ia juga sudah minta maaf.
"Om harus menjelaskan kesalahpahaman ini pada Boni!" pinta Lika. Evan harus bertanggung jawab pada perbuatannya yang sudah merusak hubungannya.
"Kesalahpahaman apa? Lagian aku mengatakan kebenaran!" Evan membela diri. Ia merasa tidak perlu menjelaskan pada si jelek itu.
"Om Evan!" Lika mengeluarkan taringnya. Kesal sekali mendengarnya.
Evan memasang wajah datar seolah tidak merasa bersalah.
"Aku tidak mau tahu, om Evan harus membuat Boni kembali padaku!" paksa Lika. Ia masih mencintai Boni.
Evan mendengus, apa-apaan ini?
"Malik, aku ingin mempertahankanmu dan pernikahan kita-"
"Sudah aku bilang, aku tidak mau bersamamu!" sela Lika. Ia sudah sering mengatakan itu. Pak tua itu saja yang sulit diatur.
"Kita coba dulu. Kita jalani pernikahan ini sebagaimana mestinya. Setahun! Jika selama setahun tidak ada harapan, ya aku akan menurutimu!" ucap Evan tegas. Memulai hubungan baik dan jika tidak bisa juga, mungkin berpisah jalan yang terbaik.
Lika menggeleng, ia tidak setuju dengan keinginan Evan. Setelah resepsi mereka akan bercerai. Sudah sampai disitu saja.
"Selama setahun aku akan berusaha membahagiakanmu. Aku akan mencukupi semua kebutuhan dan keinginanmu." janji Evan. Ia akan menjadi suami yang bertanggung jawab.
"Aku bisa membelikanmu mobil, rumah mewah, emas, permata, berlian. Bahkan tokonya bisa aku beli. Kamu bisa setiap bulan jalan-jalan keluar negeri, bahkan jika perlu aku akan membelikanmu jet pribadi!" jelas Evan mengatakan semua penawarannya.
Intinya jika Lika mau bersamanya, hidup akan terjamin dan penuh kemewahan.
Lika tampak berpikir. Bersama pak tua ini saja ia dibelikan ponsel keluaran terbaru, asal mau menurut. Tapi selama 2 tahun pacaran dengan Boni, ia tidak pernah dibelikan barang apapun oleh kekasihnya itu.
Selalu ia yang membelikan untuk Boni. Bahkan setiap bertemu dan jalan, Lika yang selalu membayar. Terus juga setiap bulan harus setoran untuk masa depan mereka.
Sedang dengan Evan, ia tidak disuruh bekerja dan akan dicukupkan segala kebutuhan.
Mendadak Lika jadi matre dan membandingkan kedua pria itu.
.
.
.
koq aki gemes banget ya 🤣🤣🤣🫣
semangat Om Evan membuat Lika cinta sama kamu 😁
bohong pasti akan km tutup kebohongan yg lain akan sikap Malik g akan dewasa" malik.
Bukan hanya satu dua wanita yg ditipu Boni, tapi banyak termasuk Malika