Nayla mendapatkan kabar dari Tante Ida agar pulang ke Indonesia dimana ia harus menghadiri pernikahan Anita.
Tepat sebelum acara pernikahan berlangsung ia mendapatkan kabar kalau Anita meninggal dunia karena kecelakaan.
Setelah kepergian Anita, orang tua Anita meminta Nayla untuk menikah dengan calon suami Anita yang bernama Rangga.
Apakah pernikahan Rangga dan Nayla akan langgeng atau mereka memutuskan untuk berpisah?
Dan masih banyak lagi kejutan yang disembunyikan oleh Anita dan keluarganya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Keesokan paginya, saat kota masih diselimuti kabut tipis dan udara pagi yang sejuk mulai merayap masuk, Rangga sudah bangun lebih awal dari biasanya.
Ia mengenakan pakaian rapi, wajahnya menunjukkan keseriusan dan tekad yang kuat.
Setelah memastikan semua keperluan Nayla sudah terpenuhi dan Bi Ina sudah siap menjaga istrinya, Rangga keluar dari kamar dengan langkah mantap.
“Bi Ina, tolong katakan pada Nayla kalau aku sudah berangkat ke rumah sakit,” pinta Rangga lembut sambil menyiapkan tas kerjanya di depan pintu.
Bi Ina mengangguk penuh pengertian, “Iya, Den Rangga. Saya akan sampaikan dengan baik. Jangan khawatir, saya akan menjaga Non Nayla sebaik mungkin.”
Rangga tersenyum singkat, meski hatinya masih berat meninggalkan Nayla yang tengah berjuang pulih, tapi tugasnya sebagai dokter dan suami membuatnya harus tegar dan bertanggung jawab pada keduanya.
Mobilnya melaju meninggalkan rumah di tengah pagi yang masih sunyi.
Di benaknya, pikiran tentang penyelidikan ulang kematian kedua orang tua Nayla berkecamuk.
Ia tahu betapa pentingnya hari ini, tidak hanya untuk menyelesaikan misteri yang selama ini membayangi keluarga mereka, tetapi juga untuk memberikan keadilan dan ketenangan hati bagi Nayla.
Sesampainya di kantor polisi, Rangga disambut oleh suasana yang sibuk dan penuh ketegangan.
Berkas-berkas dan laporan terkait kasus lama itu sudah menunggu di meja.
Polisi yang bertugas tampak siap dengan berbagai pertanyaan dan informasi yang akan mereka gali lebih dalam.
Rangga duduk dengan tenang, menyiapkan diri untuk memberikan keterangan lengkap dan membantu proses penyelidikan agar berjalan lancar.
Ia tahu, hari ini adalah langkah awal untuk membuka tabir kebenaran yang selama ini tersembunyi dan sekaligus membuktikan bahwa cinta dan keadilan selalu memiliki jalannya sendiri.
Sementara itu, di rumah, Bi Ina dengan sigap menjaga Nayla.
Ia memastikan semua kebutuhan Nayla terpenuhi, dari sarapan sehat hingga obat-obatan yang harus diminum.
Bi Ina juga sering berbicara lembut kepada Nayla, memberikan semangat dan penghiburan, agar istrinya bisa tetap tenang dan fokus pada pemulihan.
Pagi itu berjalan dengan penuh harapan dan doa. Rangga berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukan segala yang terbaik untuk keluarganya, menuntaskan semua misteri dan luka yang masih tersisa, serta menjaga cinta mereka agar tetap kuat di tengah badai kehidupan.
Rangga melangkah masuk ke ruang tahanan di kantor polisi, tempat Tante Ida sedang duduk dengan tangan terborgol di depan.
Wajahnya tampak lelah, namun sorot matanya tetap tajam dan penuh tipu daya.
Saat melihat Rangga, ia menatap dengan campuran ketakutan dan kesombongan yang sulit diartikan.
“Tante Ida,” suara Rangga terdengar tenang tapi penuh ketegasan.
“Aku ingin tahu semuanya. Kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa sampai menyakiti Nayla dan orang-orang yang kau seharusnya anggap keluarga?”
Tante Ida menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata dengan suara yang agak bergetar, “Aku yang minta Om Farhan membunuh kedua orang tua Nayla. Itu semua untuk memastikan rencana kami berjalan tanpa hambatan.”
Rangga semakin mendekat, wajahnya berubah serius, “Apa lagi yang kau sembunyikan, Tante? Ada sesuatu yang kau tidak katakan padaku, bukan?”
Tante Ida menatap Rangga dengan pandangan penuh ketakutan, seolah menimbang-nimbang apakah harus mengungkapkan rahasia besar itu.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia akhirnya berkata, “Ada satu lagi rahasia yang Tante sembunyikan dari kamu.”
Rangga mengernyit, “Apa maksud Tante?”
Dengan suara bergetar, Tante Ida mengaku, “Sebenarnya, Anita… dia tidak pernah mencintaimu. Selama ini dia berselingkuh dengan Nando, kekasih rahasianya.”
Rangga terdiam, seolah mendengar petir yang menggelegar di hatinya.
Dunia seolah runtuh dalam sekejap. Rahasia yang selama ini tersembunyi kini terbongkar dan membakar segala kenangan yang pernah ia miliki tentang Anita.
“Tapi,” lanjut Tante Ida dengan nada dingin, “takdir berkata lain. Anita meninggal dunia saat akan bertemu dengan Nando di pernikahanmu. Itu sebabnya semuanya berakhir tragis.”
Rangga memejamkan mata, berusaha menahan perasaan yang membuncah di dadanya.
Semua rasa sakit, pengkhianatan, dan keraguan yang selama ini membayangi hatinya kini menjadi nyata.
Ia sadar, selama ini sikapnya yang dingin dan menyakitkan terhadap Nayla adalah bayang-bayang dari cinta dan dendamnya terhadap Anita yang sudah tiada.
Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau.
Kini, di hadapan kenyataan pahit ini, Rangga merasa harus berubah.
Ia tidak bisa terus terjebak dalam bayang-bayang masa lalu yang menghancurkan hubungan cintanya dengan Nayla.
Namun, luka dan kebingungan itu belum tentu mudah disembuhkan.
Rangga tahu, perjalanan untuk memperbaiki semuanya akan sangat berat, tapi demi Nayla, demi cinta yang sejati, ia harus berani menghadapi semua itu.
Rangga menghela nafas, menatap Tante Ida dengan tatapan penuh amarah dan ketegasan, “Aku akan memastikan semuanya terungkap, dan aku akan melindungi Nayla, apapun yang terjadi.”
Tante Ida hanya bisa terdiam, melihat pria yang dulu begitu mencintai Anita kini berdiri di hadapannya dengan tekad yang membara untuk membangun kembali hidupnya dan melindungi orang yang benar-benar dicintainya.
Sesampainya di rumah, suasana mendadak berubah mencekam.
Bi Ina yang baru saja membuka pintu, langsung terkejut melihat Rangga berjalan sempoyongan di depan pintu masuk.
Wajahnya yang biasanya tegar kini tampak pucat dan lemas. Tiba-tiba, tubuh Rangga ambruk dan jatuh pingsan di lantai rumah.
“Brugh!”
Suara tubuh Rangga yang terjatuh membuat jantung Bi Ina seketika berdegup kencang.
Ia langsung berteriak panik, “NON! NAYLA!! Den Rangga pingsan!”
Dari dalam kamar, Nayla yang sedang bersiap menuju kamar mandi, terkejut mendengar teriakan Bi Ina.
Ia segera keluar kamar dan melihat pemandangan yang membuat hatinya nyaris hancur ketika suaminya tergeletak di lantai dengan mata tertutup, nafasnya tersengal, tubuhnya tidak bergerak.
“Mbok, cepat telepon ambulans!” Nayla berteriak sambil menepuk-nepuk pipi Rangga dengan panik, berusaha membangunkannya.
Suaranya bergetar, penuh kecemasan dan ketakutan yang dalam, “Mas Rangga, bangun Mas. Mas Rangga, dengar suaraku?”
Rangga tetap tak merespon, tubuhnya lemas tanpa tenaga.
Nayla semakin panik, air matanya mulai mengalir deras.
Ia merasakan seolah seluruh dunia runtuh saat melihat pria yang dicintainya tergeletak tak berdaya di hadapannya.
“Jangan tinggalkan aku, Mas… Tolong bangun, aku butuh kamu,” suara Nayla pecah, menggema di ruang tamu yang sunyi, hanya terdengar napas tersengal dan detak jantung yang berdegup kencang.
Bi Ina segera menghubungi ambulans dengan tangan gemetar, sementara Nayla terus memanggil Rangga dengan penuh harap, mencoba menahan rasa takut yang mengoyak hatinya.
Di tengah kepanikan itu, waktu seolah berjalan lambat. Hanya ada suara tangis, suara detak jantung, dan doa yang terucap dalam diam.
Tak lama kemudian, suara sirine ambulans terdengar mendekat, membawa harapan yang kini begitu Nayla nantikan.
Namun dalam hatinya, doa yang sama terus berulang.
Semoga suaminya bisa bangun, kembali padanya, dan mereka bisa melewati semua badai ini bersama.
Suasana rumah yang semula hangat kini dipenuhi ketegangan dan harapan, menunggu detik-detik yang menentukan antara hidup dan mati, antara kehilangan dan kesempatan untuk memulai kembali.
Nayla terus menggenggam tangan Rangga, berbisik lembut, “Aku di sini, Mas. Jangan pergi, ya…”