kisah seorang gadis desa yang dicintai sang mafia iblis..
berawal dari menolong seorang pria yang terluka parah.
hmm penasarankan kisahnya..ikutin terus ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Queenzya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lamaran yg tak terlupakan..
Seakan waktu berjalan begitu cepat, satu bulan telah berlalu sejak kebersamaan Axel dan Rara. Axel kini berencana memberikan kejutan romantis untuk Rara.
"Stev, ke ruangan saya sekarang," perintah Axel.
Steven, yang merupakan orang kepercayaan Axel, segera menghadap ke ruangan CEO. "Permisi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"
"Tolong siapkan tempat yang romantis untuk makan malam nanti malam. Hias seindah mungkin," ujar Axel.
"Siap, Bos!" Steven segera beranjak untuk melaksanakan tugasnya.
Dua jam kemudian, waktu menunjukkan pukul 4 sore. Axel memutuskan untuk pulang lebih awal demi menjemput Rara ke butik, sementara Steven masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.
Axel segera menghubungi Rara. "Assalamualaikum, sayang."
"Waalaikumussalam, Mas," jawab Rara.
"Sayang, dua puluh menit lagi Mas jemput ya. Kamu siap-siap dulu," perintah Axel dengan nada lembut.
Waktu seolah terbangun dari tidurnya, dua puluh menit berlalu begitu saja. Klakson mobil Axel meraung pelan, mengumumkan kedatangannya yang dinanti.
"Kak Maya, Rara keluar dulu ya. Kalau Kakak bosan, ajak saja Kak Steven ke mal," ucap Rara, senyumnya merekah.
Maya balas melambaikan tangan, "Hati-hati ya, Rara..."
Dengan gerak sigap, Axel membukakan pintu mobil untuk Rara. "Sudah siap, Sayang?" tanyanya, sorot matanya penuh binar.
Rara masuk, lalu menoleh dengan raut bingung. "Kita mau ke mana, Mas? Kok tumben banget enggak pakai sopir?" cecarnya, rasa penasaran menggelayuti.
Axel tersenyum tipis, pandai menyembunyikan rencananya. "Ke butik, Sayang. Beli gaun untuk nanti malam. Ada kolega Mas yang mengadakan acara," dalihnya, terdengar begitu meyakinkan.
Tak lama kemudian, mereka tiba di butik langganan Oma Axel, tempat di mana sentuhan keanggunan Korea selalu terpancar.
"Sore, Tante..." sapa Axel ramah.
Pemilik butik, seorang wanita paruh baya dengan aura hangat, mengangkat alisnya. "Wah, wah, ada angin apa ini? Tumben banget ke butik Tante?" tanyanya, senyum lebar menghiasi wajah.
Axel merangkul Rara, memperkenalkan dengan bangga. "Oh ya, kenalkan, ini Aurora, calon istriku, Tan. Tolong pilihin gaun yang bagus buat calon istriku ya, Tan."
Sementara Rara tenggelam dalam pilihan gaun-gaun cantik, Axel menyempatkan diri memeriksa ponselnya, membalas pesan penting dari steven, memastikan semua persiapan berjalan sesuai rencana.
Di sudut butik, mata Rara terpaku pada sebuah gaun panjang berwarna maroon yang anggun. Seolah ada benang tak kasat mata yang menariknya, ia mendekat. "Tante, bolehkah gaun itu dicoba?" tanyanya penuh harap, menunjuk pada gaun impian itu.
Tante Val, pemilik butik, mengikuti arah tunjuk Rara. Ada keraguan di hatinya, gaun itu bukan untuk dijual, sebuah pesan khusus dari sang perancang. "Nak Rara, pilih yang lain saja, ya. Gaun itu model lama, mungkin kurang cocok untukmu," ucap Tante Val lembut, mencoba mengalihkan perhatian.
Dari sofa, Axel melihat raut kekecewaan yang jelas di wajah Rara. Tak menunggu lama, ia menghampiri mereka. "Kenapa, sayang? Kok cemberut begitu?" tanyanya, mengusap lembut punggung Rara.
"Rara ingin gaun itu, tapi Tante bilang tidak dijual," adu Rara, suaranya sedikit merajuk.
Axel menoleh ke Tante Val. "Berikan saja, Tante. Berapa pun harganya, Axel bayar," rayunya, menunjukkan keseriusannya.
Tante Val tersenyum tipis. "Bukan soal harga, Nak Axel. Ini amanat dari pembuatnya, gaun ini tidak boleh dijual," jelasnya jujur.
Melihat betapa besar keinginan Rara, Tante Val akhirnya menemukan jalan tengah. "Begini saja," ucapnya, meraih tangan Rara. "Kamu boleh memakainya, tapi setelah dipakai, kembalikan lagi ya. Anggap saja ini hadiah dari Tante."
Mata Rara berbinar. "Benar, Tante? Terima kasih banyak!" Tanpa ragu, ia memeluk erat Tante Val.
"Sama-sama, sayang. Yuk, coba sekarang," ajak Tante Val.
Axel dan Tante Val menunggu di ruang tamu. Lima menit terasa panjang. Kemudian, Rara muncul. Axel terpana, matanya tak berkedip melihat betapa anggun dan mempesonanya Rara dalam balutan gaun maroon itu.
"Hmm," deheman Tante Val membuyarkan lamunan Axel.
"Masya Allah, kamu cantik sekali, Nak," ucap Tante Val, air matanya menetes, teringat pada anak perempuannya yang hilang sejak kecil.
"Tante, kenapa?" Rara segera mengusap air mata Tante Val.
"Tante tidak apa-apa, Nak. Hanya teringat anak Tante yang hilang," jawabnya, mencoba tersenyum.
"Sayang, kamu cantik sekali," bisik Axel, menggenggam tangan Rara.
"Gombal deh, Mas," Rara terkikik geli.
"Yuk, sekarang kita ke salon," ajak Rara bersemangat.
"Tante, kami permisi dulu ya, mau lanjut ke salon," pamit Axel.
"Hati-hati ya kalian. Salam buat Oma," pesan Tante Val.
"Iya, nanti Axel sampaikan, Tante." Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Di salon, Rara dan Axel disambut hangat. "Hei, Tuan Ganteng!" sapa pemilik salon.
"Tolong rias calon istriku dengan baik. Kalau hasilnya tidak bagus, siap-siap kubinasakan bangunan ini!" ancam Axel, setengah bercanda namun tetap tegas.
Pemilik salon tersenyum. "Tuan duduk dulu, tunggu hasilnya ya."
Rara pun dibawa masuk. Lima belas menit kemudian, Rara keluar. "Mas..." panggilnya.
Axel kembali terpana. Riasan sederhana itu justru menonjolkan kecantikan alami Rara. "Mas, malah bengong. Jelek ya Rara?" tanya Rara cemas.
"Tidak, sayang. Kamu cantik sekali dengan riasan sederhana ini," jawab Axel, mengeluarkan kartu black card-nya dan menyerahkannya kepada pemilik salon.
Tak lama kemudian, pemilik salon mengembalikan kartu itu, lengkap dengan sekantong bingkisan skincare untuk Rara. "Terima kasih, Kak," ucap Rara senang.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Mereka berdua menuju suatu tempat, tak lupa Axel mengirim pesan singkat ke Steven, memberitahu bahwa mereka sedang dalam perjalanan.
Detik-detik Bahagia di Bawah Langit Bintang
Setelah mobil berhenti, Axel menutup mata Rara dengan kain sutra yang lembut. "Mas, kenapa pakai ditutup segala sih? Nanti gelap, terus gimana kalau nabrak?" Rara mengomel manja, suaranya sedikit ragu.
Axel terkekeh. "Kan ada Mas, yang akan menjadi penuntun jalanmu, sayang. Percayakan padaku."
Dengan penuh kehati-hatian dan kelembutan, Axel menuntun Rara turun dari mobil, langkah demi langkah. Di kegelapan yang menaungi, Axel memberi isyarat rahasia pada Steven yang sudah berjaga. "Satu... dua... tiga!" bisiknya tanpa suara.
Tepat pada hitungan ketiga, saat Axel membuka penutup mata Rara, langit malam mendadak diterangi. Bukan hanya lampu-lampu yang menyala serentak, tapi juga percikan kembang api yang melesat ke angkasa, membentuk tulisan bercahaya yang indah: "WILL YOU MARRY ME?"
Napas Rara tercekat. Di hadapannya, Axel berlutut, memegang sebuah kotak beludru kecil. Cincin berlian itu berkelip-kelip, memantulkan cahaya kembang api.
Air mata Rara menetes, membasahi pipinya yang bersemu merah. "Yes, I do!" jawabnya, suara bergetar karena haru.
Axel bangkit, senyum lebar terukir di wajahnya, lalu dengan lembut menyematkan cincin itu di jari manis Rara.
Seketika, dari balik semak-semak dan pepohonan, munculah wajah-wajah familiar: Maya, Steven, Mark, dan Rico. Mereka semua bertepuk tangan riuh, sorakan bahagia menggema di udara. Rara memeluk Axel erat, menyembunyikan wajahnya yang merah padam karena malu menjadi pusat perhatian.
Malam itu berlanjut dengan tawa dan hidangan lezat. Namun, saat melihat Rara mulai menguap dan matanya memberat, Axel memutuskan untuk segera pulang.
"Kami cabut duluan ya," ujar Axel pada teman-temannya. "Rico, nanti tolong antar Maya pulang."
"Siap, Tuan," jawab Rico sigap.
semua anak buah good Banggt menurut ku kaya di film badabest Banggt 👍
lanjut Thor
Weh Weh obat perangsang dah ga laku lah let lagu lama itu