NovelToon NovelToon
I Am Morgan Seraphine

I Am Morgan Seraphine

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Sugar daddy / Ayah Darurat
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Maeee

Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saturday Night

Malam semakin larut, Cherry yang sempat marah dan membuat Morgan frustasi akhirnya kini dia tidur nyenyak di kamarnya. Morgan sendiri saat ini sedang menuruni anak tangga dengan hati-hati sebab sambil berbalas pesan di ponselnya.

Langkah kakinya membawa dia ke pintu rumah. Perlahan-lahan Morgan membuka pintu rumahnya dan dia pun langsung dihadapkan pada seorang wanita berambut panjang dengan warna kulit yang lebih gelap darinya.

"Good night!" sapa si wanita itu sambil melambaikan tangan.

Morgan tersenyum sambil menggaruk alisnya yang gatal. Sebenarnya wanita yang datang tidak seperti yang dirinya pesan. Dia jauh dari seleranya, tapi kasian juga jika wanita itu ditolak, apalagi dengan kondisi saat ini yang sangat mendesak. Gara-gara Cherry dirinya sudah tidak tahan.

"Ayo masuk!" ajak Morgan membuka pintu lebih lebar.

"Thank you!" Pun wanita itu masuk ke dalam rumah. Untuk sesaat ia terdiam terkesima dengan kemewahan rumah ini. Orang kaya memang bebas. Kamu punya uang, kamu punya kuasa. Padahal harga jual dirinya untuk malam ini cukup tinggi, tapi pria di sampingnya saat ini tetap mau menyewanya.

Morgan berjalan di depan si wanita itu dengan gontai menuju kamarnya. "Apa kamu pekerja baru?" tanyanya basa-basi.

"Um, ya. Aku baru masuk satu minggu yang lalu," jawabnya. Tas yang ia bawa dijinjing tapi diletakkan di depan, bukan di samping. Matanya memerhatikan punggung Morgan yang terlihat tampan.

"You virgin?"

"Actually no," jawab si wanita itu. "Aku menyerahkan keperawanan ku pada kekasih ku. Tapi aku bisa menjamin kok, milikku masih sempit karena aku melakukan dengannya sudah cukup lama."

"Selain itu aku juga bukan seorang solo player. Aku tidak suka dildo atau semacamnya masuk ke milikku. Aku pikir yang asli lebih baik," lanjutnya sambil terkekeh.

Morgan hanya mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. Pun ia merebahkan tubuh di kasur, sementara wanita sewaannya masih berdiri di sisinya.

Wanita malam ini lebih mahal dari yang biasanya karena kali ini Morgan memesan wanita yang memiliki Miss V yang masih sempit.

Kepalanya tidak bisa berhenti membayangkan berhubungan bersama Cherry sebab itulah dirinya mencoba melampiaskan pada seseorang yang memiliki vagina masih sempit tapi tidak perawan.

Sangat malas jika harus berurusan dengan seorang perawan. Semuanya akan memakan waktu lebih lama.

"Listen! jika pagi nanti aku belum bangun dan tanpa sengaja kamu bertemu dengan gadis di rumah ini, maka katakan padanya kalau kamu di sini untuk bekerja, jangan pernah katakan padanya apa yang kita lakukan saat ini. Kamu paham?" peringat Morgan.

Meski tak sepenuhnya paham tapi wanita tersebut tetap menganggukkan kepalanya.

"Sebelum itu..., haruskah kita berkenalan?"

"Nope. Langsung ke inti saja," putus Morgan.

"Lepaskan semua pakaian mu!" perintahnya.

...----------------...

Minggu jam delapan pagi, Cherry baru bangun tidur dan dia langsung pergi ke dapur karena panggilan dari perutnya terus berbunyi.

Kakinya yang jenjang nan mulus hanya dibalut hotpants, begitu juga dengan tubuhnya yang hanya dibalut tank top berwarna pink muda. Cahaya matahari menembus jendela rumah, memberi cahaya dan kehangatan ke dapur yang sedang dia gunakan.

Senandung kecil keluar dari bibirnya, mengikuti irama lagu yang terngiang di kepalanya saat ia sedang membuat secangkir susu.

Wajah Cherry pagi ini secerah mentari. Dia begitu lihai mengoleskan selai cherry ke roti bakar, kemudian mulai menata semua sarapan paginya di meja, tak ketinggalan buah cherry favoritnya.

Tiba-tiba seorang wanita muncul di hadapannya. Cherry dan wanita sewaan Morgan malam tadi saling beradu pandang sebelum akhirnya wanita itu menyapa Cherry dan mendekatinya.

"Hai!" sapanya walau canggung. Ia tidak berpikir akan benar-benar bertemu dengan gadis yang Morgan bicarakan malam tadi. Niatnya ke dapur hanya untuk mengambil air minum untuk menyegarkan tenggorokannya setelah dipakai habis-habisan malam tadi.

Roti bakar yang hendak digigitnya terhenti di udara, Cherry masih menatap wanita itu dengan perasaan bingung yang ketara di wajahnya. Siapa wanita asing di depannya?

"Kamu pasti bingung, kan melihat wanita asing di rumah ini?"

Cherry seketika mengangguk berulang kali hingga wanita itu terkekeh gemas.

"Aku pekerja Morgan."

"Oh...." Mulut Cherry membentuk huruf O yang sempurna. Sekarang dirinya ingat, kehadiran wajah-wajah baru di rumahnya setiap hari Minggu sudah menjadi hal biasa. Mereka adalah orang-orang yang akan bekerja bersama Morgan. Tadi dirinya benar-benar lupa.

"Hai!" Barulah kini Cherry menyapa balik.

"What's your name?" tanya gadis itu antusias.

"My name is Marry."

"Will you marry me?" kelakar Cherry. Ia tertawa dengan candaannya sendiri.

Marry secara spontan ikut tertawa.

"Sorry, i'm just kidding," tukas Cherry. Ia merasa tertawanya sudah berlebihan.

"I know. Chill out!" sahut Marry santai.

"And what's your name?" Kini giliran Marry yang bertanya.

"My name is Cherry."

"Cherry sedang makan cherry," celoteh Marry. Ia tertawa puas merasa telah berhasil membalas ledekan Cherry.

Cherry awalnya bingung, dia melihat ke tangannya yang sedang memegang cherry, barulah saat itu dia ikut tertawa.

Tawa Marry berhenti digantikan dengan tersenyum memerhatikan gadis di hadapannya saat ini.

Murni dari lubuk hatinya ia sangat memuji gadis bernama Cherry itu. Dia tampak seperti gadis yang ceria, memiliki tubuh impian semua wanita, terlepas dari semua itu kulit tubuhnya putih dan sangat mulus. Cherry adalah impiannya. Ia ingin menjadi seperti Cherry.

"Your cute, Cherry," celetuk Marry memuji.

"Thank you."

Keduanya saling beradu pandang lagi dan kembali tersenyum. Bisa dilihat jelas bahwa tatapan Marry pada Cherry itu penuh kekaguman.

"Apa kamu kerabat atau saudara Morgan?"

"Me?" Cherry menunjuk dirinya sendiri, lalu setelah Marry mengangguk dirinya langsung menggeleng.

"I'm his daughter," lanjut Cherry.

Mata Marry melebar. Cukup terkejut dengan informasi yang baru saja di dengarnya. Jadi, Morgan adalah seorang yang sudah memiliki anak? Dirinya mengira kalau dia masih single.

Lalu kalau begitu kenapa Morgan menyewanya dan tidak melakukan hubungan bersama istrinya saja? Apa mungkin mereka cerai atau istrinya Morgan mati?

Marry menggelengkan kepalanya. Tak seharusnya ia memikirkan urusan hidup orang lain.

Kembali, ia memuji kecantikan Cherry.

"Kamu gadis yang cantik, Cherry. Aku sungguh-sungguh. Morgan sepertinya merawat mu dengan sangat baik."

"Sure, itu karena dia mencintaiku," balas Cherry begitu percaya diri tapi sesaat kemudian ia terkekeh menyembunyikan rasa malu.

Marry tertawa ringan.

Cahaya matahari semakin menyinari, menonjolkan kontras antara kulitnya yang gelap berkilau dan kulit Cherry yang seputih susu. Marry mendekati Cherry, berdiri di sampingnya, mengulurkan tangan, lalu mengelus lembut lengan Cherry.

"Kulitmu sangat putih bersih dan halus," puji Marry tulus, matanya yang berkilau penuh kekaguman tak kunjung berhenti.

"Apa kamu menggunakan perawatan khusus dari dokter atau menggunakan skincare resep dari dokter mungkin?" Marry menatap Cherry penasaran.

Cherry tersenyum tipis lalu menggeleng pelan. "Tidak, aku tidak melakukan semua itu. Aku hanya mandi dan merawat kulit ku seperti biasa. Tidak terlalu berlebihan, dan ya, aku juga tidak terlalu memperhatikan skincare atau apalah itu."

Marry tersenyum dan mengangguk pelan. Matanya masih terpaku pada kulit Cherry.

Beruntung sekali orang-orang yang diberikan kulit bagus karena mereka tidak perlu repot-repot merawatnya bahkan bisa dirawat sesuka hati, berbanding terbalik dengan dirinya yang perawatan setiap hari tapi kulit tetap seperti ini.

"Kamu juga cantik, Marry," puji balik Cherry.

"Terima kasih. Senang rasanya ada seseorang yang memujiku karena biasanya orang-orang putih di sekitarku menghinaku karena aku memiliki warna kulit yang hitam berbeda dari mereka."

Cherry melihat senyuman Marry tapi entah kenapa senyumnya saat ini terasa dipaksakan.

"Mereka hanya iri karena kamu cantik, Marry," ucap Cherry santai. "Aku pikir cantik itu tidak ditentukan oleh warna kulit. Cantik itu relatif dan aku mengakui bahwa kamu cantik dengan warna kulit mu sendiri."

Marry tertawa bahagia mendengar itu. "Apa kamu tidak merasa jijik dengan ras kulit hitam seperti kami?"

"Jijik? Tentu saja tidak. Kenapa aku harus jijik?" Cherry mengangkat tangannya.

"Kalian manusia yang sama sepertiku. Hanya karena berbeda warna kulit bukan berarti kita harus saling menghakimi satu sama lain. Semua manusia berhak untuk mendapat keadilan."

"Banyak kok di sekolahku yang berasal dari ras hitam, bahkan aku juga berteman dengan salah satu dari mereka dan aku merasa baik-baik saja dengan semua itu, bahkan dari mereka ada yang tampan dan menarik perhatianku."

"Kurasa," lanjut Cherry. Ia menggigit bibir bawahnya menahan malu.

"Mmmm, Marry, boleh aku bertanya sesuatu?" Cherry mencoba mengalihkan topik pembicaraannya. Ia menoleh asa-asa pada Marry

"Ya, tanyakan saja. Aku akan menjawabnya jika bisa."

"Sebenarnya pekerjaan seperti apa sih yang sering kalian lakukan? Aku terkadang merasa heran, kenapa Morgan harus mengajak kalian bekerja di kamarnya, dan tidak di ruang santai atau di ruang tamu saja?" Cherry menggaruk kepalanya, jelas sekali saat ini dirinya merasa bingung.

"Pekerjaan yang tidak bisa diungkapkan pada gadis polos seperti mu. Untuk sekarang kamu tidak akan mengerti, tapi mungkin suatu hari nanti."

Marry melihat jam di pergelangan tangannya. Ia harus segera pergi sebelum Morgan bangun dan sebelum Cherry bertanya lebih lanjut lagi yang kemungkinan besarnya bisa menimbulkan kecurigaan.

"Cherry, senang bisa bertemu dan berbicara bersama mu, tapi sepertinya aku harus pergi sekarang karena aku harus istirahat," pamit Marry seraya melambaikan tangannya.

"Ya, senang bertemu denganmu juga, Marry. Hati-hati di jalan!" Cherry membalas lambaian tangan Marry yang berjalan menjauh.

Senyum Cherry memudar saat pandangnya jatuh ke leher wanita itu. Ada yang aneh dengan kulit lehernya. Bercak-bercak merah menghiasi lehernya seperti bekas gigitan seseorang.

"Marry!" panggil Cherry cepat, menghentikan langkah kaki Marry. Marry pun mau tak mau menoleh lagi ke belakangnya.

"Ya?"

Cherry menunjuk leher Marry. "Kenapa leher mu banyak sekali bekas gigitan?" tanyanya polos, namun sebenarnya ia sedikit khawatir dan curiga.

Marry tertegun sejenak. Senyumnya memudar digantikan ekspresi canggung. Dengan cepat dia berusaha untuk menutupi lehernya dengan rambutnya.

"Ini bekas gigitan dari kekasih ku malam tadi sebelum aku berangkat bekerja ke sini," alibi Marry. Ia tersenyum lebar dan berusaha terlihat santai supaya Cherry percaya pada perkataannya.

"Oh, baiklah." Cherry mengangguk. Ia masih ingin bertanya tapi Marry tampak lelah. Ia tidak tega untuk mengganggu waktu istirahatnya.

"Aku percaya bahwa Morgan tak mungkin melakukan itu pada wanita sembarangan. Dia pria yang baik dan...." Cherry kehilangan kata-katanya karena ia tidak bisa berbohong kalau hatinya tetap saja ragu pada Morgan.

Cherry menggelengkan kepalanya kuat. "Pokoknya Morgan dan Marry hanya bekerja, tidak melakukan apapun lagi selain itu."

1
Esti Purwanti Sajidin
makane si drak nakal bgt ya sama cery
Vanilabutter
agresif kali si cherry
Vanilabutter
ini kenapa dar der dor sekali baru chap awal /Facepalm/.... semangat thor
my_a89
Kein Problem Thor, santai aja..semangat Thor✊
Elmi Varida
lanjut thor
Elmi Varida
kasihan sih sebenernya cherry...
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲
Elmi Varida
ikut nyimak thor. lanjut ya..
Elmi Varida: Amen, sama2 Thor. sukses terus dan tetap semangat ya..
Fairy: Makasih udah baca cerita aku yang tak sempurna ini☺️ kakaknya semoga sehat selalu, dikasih rezeki yang berlimpah, dan selalu dalam lindungan Tuhan☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!