NovelToon NovelToon
Takdirku Di Usia 19

Takdirku Di Usia 19

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Pena

Mentari, seorang gadis pemalu dan pendiam dari Kampung Karet, tumbuh dalam keluarga sederhana yang bekerja di perkebunan. Meskipun terkenal jutek dan tak banyak bicara, Mentari adalah siswa berprestasi di sekolah. Namun, mimpinya untuk melanjutkan pendidikan pupus setelah lulus SMA karena keterbatasan biaya. Dengan tekad yang besar untuk membantu keluarga dan mengubah nasib, Mentari merantau ke Ubud untuk bekerja. Di usia yang masih belia, kehidupan mempertemukannya dengan cinta, kenyataan pahit, dan keputusan besar—menikah di usia 19 karena sebuah kehamilan yang tidak direncanakan. Namun perjalanan Mentari tidak berakhir di sana. Dari titik terendah dalam hidupnya, ia bangkit perlahan. Berbekal hobi menulis diary yang setia menemaninya sejak kecil, Mentari menuliskan setiap luka, pelajaran, dan harapan yang ia alami—hingga akhirnya semua catatan itu menjadi saksi perjalanannya menuju kesuksesan. Takdirku di Usia 19 adalah kisah nyata tentang keberanian, cinta, perjuangan, dan harapan. Sebuah memoar penuh emosi dari seorang gadis muda yang menolak menyerah pada keadaan dan berjuang menjemput takdirnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30. Kasur Kecil dan Diary Baru

📝 Diary Mentari – Bab 26

“Kebahagiaan tak selalu hadir dalam bentuk gemerlap. Kadang ia datang dalam bentuk kasur keras, nasi hangat, dan suara tawa di tengah malam.”

...****************...

Menerima gaji pertamaku sama senangnya seperti saat aku pertama kali mendapatkan beasiswa murid berprestasi dulu. Rasanya seperti diakui. Seperti dunia akhirnya melihatku, mendengarku, dan memberiku ruang untuk tumbuh.

Setelah pindah kos bersama Tina, hidupku terasa lebih ringan. Walaupun kos kami kecil, hanya terdiri dari satu kamar dengan dua ranjang dan sebuah jendela kecil yang menghadap ke gang sempit, tapi rasanya jauh lebih lapang daripada kamar di belakang rumah Pak Kartika. Mungkin karena di tempat ini aku bisa bernapas dengan bebas, tanpa rasa takut merepotkan orang lain.

Di kamar kos kami ada dua tempat tidur. Satu adalah springbed besar yang empuk, dan satu lagi adalah kasur kecil yang tipis dan keras. Karena Tina lebih dulu tinggal di sini, tentu saja dia tidur di springbed. Aku tak keberatan sama sekali. Justru aku bersyukur karena Tina sudah mau mengajakku kos bareng. Lagipula, meski kasurku kecil dan agak keras, tapi dibandingkan tempat tidur di istana, ini jauh lebih nyaman.

Aku sudah membeli bed cover dari hasil gaji pertamaku. Warnanya pink muda dengan gambar Barbie tersenyum lebar. Bed cover ini kecil, tapi cukup tebal dan sangat nyaman saat dipakai tidur. Rasanya seperti memeluk mimpi yang sudah mulai perlahan menjadi nyata. Setiap malam, aku tidur dengan tubuh lelah tapi hati bahagia.

Aku juga membeli sebuah diary baru—buku bersampul kain dengan pita kecil di ujungnya. Aku ingin menjadikannya lembaran baru dalam hidupku. Setelah bertahun-tahun hanya menuliskan isi hatiku di kertas-kertas tak bernama, kini aku ingin lebih serius, lebih jujur, dan lebih rutin menulis tentang hidupku sendiri.

Di halaman pertamanya aku menulis:

“Hari ini aku resmi menjadi perempuan yang tidak hanya bekerja untuk bertahan hidup, tapi juga untuk mengejar mimpi.”

Aku dan Tina pun makin akrab. Kami sering mengobrol hingga larut malam. Di kamar kecil itu, tawa kami bergema lebih nyaring daripada suara motor yang lewat di luar. Tina bercerita tentang pacarnya yang tinggal di Bangli. Tentang hubungan mereka yang kadang ribut karena jarak dan cemburu. Kadang dia bertanya padaku, apakah aku pernah pacaran.

“Belum pernah,” jawabku, sambil tertawa malu.

“Tapi aku pernah suka sama temen sekolahku. Namanya Adit.”

Tina langsung duduk bersila, penasaran. Aku pun bercerita bagaimana aku dan Adit sering jadi pasangan lomba sejak SD. Bagaimana aku selalu merasa tidak pantas berdiri di sampingnya karena dia terlalu sempurna, sementara aku hanyalah gadis kampung yang pemalu dan pendiam.

Kami saling bercerita tentang keluarga, kampung halaman, dan mimpi masing-masing. Tina ingin punya butik sendiri suatu hari nanti. Ia suka sekali dengan dunia fashion dan sering mengamati model-model baju yang dijual di toko.

Aku sendiri belum tahu pasti mimpiku sekarang. Dulu aku ingin kuliah dan jadi penulis. Tapi sekarang, aku hanya ingin bisa bertahan hidup tanpa menyusahkan orang tua.

Suatu sore, setelah pulang kerja, kami memutuskan untuk membeli rice cooker kecil di pasar. Harganya lumayan, tapi kami patungan. Kami sepakat, masak nasi di kos akan lebih hemat daripada beli nasi bungkus setiap hari.

“Kita tinggal beli lauk aja, Tan,” kata Tina sambil membungkus rice cooker dengan plastik bening.

Aku mengangguk. Aku sudah terbiasa makan nasi dan garam, jadi masalah makan bukan hal besar bagiku. Yang penting ada nasi hangat. Bahkan, kadang nasi putih dan sambal terasi sudah cukup membuatku bahagia.

Hari-hari berlalu dengan cepat. Aku mulai terbiasa bangun pagi, memasak nasi, mandi dengan air dingin, memakai seragam toko, lalu berjalan kaki menyusuri gang sempit Ubud yang dipenuhi turis dan aroma dupa.

Pulang kerja, kami kadang belanja sayur atau lauk murah di pasar malam. Lalu makan di kos sambil menonton TV kecil milik Tina yang hanya menampilkan tiga channel. Kadang kami nonton sinetron, kadang berita, atau hanya tertawa melihat iklan-iklan lucu.

Di hari Minggu, aku duduk di lantai dengan diary terbuka di pangkuanku. Aku menulis:

“Aku mungkin belum jadi apa-apa. Tapi sekarang, aku tahu rasanya bekerja, tahu rasanya membeli sesuatu dari uang hasil keringat sendiri. Dan tahu rasanya punya tempat yang kusebut ‘punya sendiri’, walau hanya sebuah kasur kecil di kamar sempit. Tapi inilah milikku. Inilah jalanku.”

Tina mengintip dan bertanya apakah aku menulis puisi. Aku tersenyum dan hanya menjawab: “Sedikit curhatan hati.”

Malam itu, saat lampu dimatikan dan hanya cahaya lampu jalan yang masuk dari celah jendela, aku menatap langit-langit sambil berpikir:

“Sudah sejauh ini aku melangkah. Semoga langkahku tidak sia-sia.”

Aku memejamkan mata dengan harapan sederhana: semoga besok semuanya tetap baik-baik saja. Semoga aku terus bisa bertahan dan terus punya alasan untuk tersenyum, walau hanya karena kasur kecilku yang mulai terasa hangat.

“Kadang, rumah bukan soal tembok atau atap, tapi tentang ruang kecil tempat kita bisa merasa cukup dan diterima. Dan di sanalah mimpi-mimpi kecil mulai tumbuh.”

1
Komang Arianti
kapan tarii bahagiaa nya?
Komang Arianti
ngeenesss bangettt ini si mentarii😢😢
Putu Suciptawati
jadi inget wkt adikku potong rambut pendek, kakekku juga marah, katanya gadis bali ga boleh berambut pendek/Facepalm/
K.M
Ditunggu lanjutannya ya kk makasi udah ngikutin ☺️
Putu Suciptawati
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
K.M: Auto mewek ya kk
total 1 replies
Putu Suciptawati
yah kukiora tari akan menerima bintang, ternyata oh ternyata ga sesuai ekspektasiku
Arbai
Karya yang keren dan setiap bab di lengkapi kalimat menyentuh.
Terimakasih untuk Author nya sudah berbagi kisah, semoga karya ini terbit
K.M: Terima kasih dukungannya kk ☺️
total 1 replies
Putu Suciptawati
ayolah tari buka hatimu unt bintang lupakan cinta monyetmu...kamu berhak bahagia
Putu Suciptawati
senengnya mentari punya hp walaupun hp jdul
Putu Suciptawati
semangat tari kamu pasti bisa
Putu Suciptawati
puisinya keren/Good//Good//Good//Good/
Putu Suciptawati
karya yg sangat bagus, bahasanya mudah diterima.....pokoknya keren/Good//Good//Good//Good/
K.M: Terima kasih banyak sudah menyukai mentari kk ❤️❤️
total 1 replies
Putu Suciptawati
betul mentari tdk semua perpisahan melukai tdk semua cinta hrs memiliki
rarariri
aq suka karyamu thor,mewek trus aq bacanya
rarariri
/Sob//Sob//Sob/
Wanita Aries
Kok bs gk seperhatian itu
Wanita Aries
Paling gk enak kl gk ada tmpt utk mengadu atau skedar bertukar cerita berkeluh kesah.
Aku selalu bilang ke ankq utk terbuka hal apapun dan jgn memendam.
Wanita Aries
Kok ba ngumpul smua dsitu dan org tua mentari menanggung beban
Wanita Aries
Mampir thor cerita menarik
Putu Suciptawati
betul mentari, rumah atau kamar tidak harus besar dan luas yang terpenting bs membuat kita nyaman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!