Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Pengakuan Dosa & Pertobatan
Sejak pukul tujuh pagi, Samantha sudah berada di gereja bersama Kiano. Andreas-Bethseba, juga Antonio-Selvi tidak ketinggalan, mereka juga hadir pagi itu untuk memberi dukungan moral.
Mereka sengaja datang lebih pagi, untuk mengikuti ibadah raya kedua di hari minggu itu, yang akan masuk pukul sembilan pagi dan keluar pukul sebelas siang nanti.
Samantha memandangi para jemaat ibadah pertama yang berjubel keluar dari pintu utama gereja. Hatinya berdebar, jantungnya berdetak lebih cepat dari yang seharusnya, merasakan kegentaran dalam jiwanya melihat jumlah jemaat yang besar itu.
Ada pula yang berlalu lalang menuju parkiran dengan terburu-buru, memberi kesempatan jemaat yang baru datang untuk menempati parkiran mereka. Dan semuanya terlihat tertib.
"Kamu gugup?" Kiano menatap Samantha yang berwajah pucat, terlihat tegang.
"Sejujurnya, iya. Saya sangat gugup, Pak," sahut Samantha, tanpa menoleh pada Kiano, pandangannya masih tetap memperhatikan para jemaat yang tumpah ruah, juga pada bangunan gereja yang berdiri kokoh di hadapan mereka.
"Bangunan gereja berlantai dua ini, berkapasitas tiga ribu tiga ratus orang, tentu akan diisi jumlah yang sama. Dan pada hari ini, mereka akan menjadi saksi pengakuan dosa memalukan antara diri saya dan pak Kiano."
Kiano menoleh, menemukan raut sendu penuh kegelisahan di wajah Samantha.
Sebutan angka kapasitas secara pasti itu bukan asal keluar begitu saja dari mulut Samantha, Kiano tahu benar, bahwa perempuan itulah arsitek pemenang tender saat bangunan gereja itu akan dibangun enam tahun silam, lewat perusahaan Big Properties yang sekarang ia pimpin.
"Pak Kiano...." Samantha menoleh, menemukan laki-laki itu tengah menatapnya, tubuhnya memutar pelan sembilan puluh derajat, hingga posisinya tepat berhadapan dengan bosnya itu.
"Pada kesempatan ini, sekali lagi saya ingin meminta maaf. Andai saja saya tidak mengikuti emosi dan balas dendam saya malam itu, pak Kiano tidak akan mengalami masalah besar ini."
"Saat itu, saya hanya berfikir pendek, sama sekali tidak menduga kalau akibatnya sampai sedahsyat ini.... nama baik pak Andreas dan semua keluarga besar, terancam rusak. Saya.... benar-benar sangat menyesal." Samantha menunduk dalam.
Di belakang Kiano, Andreas dan Bethseba yang turut mendengar, mereka hanya diam tanpa ekspresi, begitu pula halnya dengan Antonio beserta Selvi isterinya. Rasa tegang, memang sedang menyelimuti hari mereka masing-masing.
Tinggal menghitung satu jam mundur, pengakuan dosa dan pertobatan keduanya akan disaksikan oleh para jemaat, dan itu kian mendebarkan hati mereka.
"Bukan kamu saja, akupun ikut bersalah dalam hal ini. Bila waktu itu aku tak menyambut perlakuanmu terhadapku, hal itupun tidak mungkin terjadi." Kiano menjawab tenang.
"Jika kamu takut, kita cukup melakukan pengakuan dosa dan pertobatan di hadapan Pastor dan Majelis Gereja, bagaimana?" imbuhnya memberi penawaran.
"Tidak boleh!" Bethseba cepat menginterupsi ucapan putranya.
"Pengakuan dosa di depan jemaat adalah pelajaran buat kalian berdua. Tidak masalah nama kami buruk dihadapan semua orang, tapi membuat kalian malu dan sadar, itulah tujuan utama kami, supaya kalian berdua tidak mengulang kesalahan yang sama dikemudian hari," tegas Bethseba.
"Selamat pagi pak Kiano, bu Samantha, anda berdua datang lebih awal," sapa ramah pria beruban datang mendekat, mengenakan jas hitam, rautnya penuh sahaja, sembari mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan.
"Selamat pagi juga pastor Johanes, kami sengaja datang lebih pagi agar tidak terburu-buru." Kiano tersenyum, menyambut jabat tangan pastor Johanes, begitu pula Samantha, Andreas-Bethseba, dan juga Antonio-Selvi.
"Pak Kiano, bu Samantha.... Apa Anda berdua benar-benar sudah siap?" pastor Johanes menatap keduanya dengan raut teduh.
"Kami siap, Pastor." Hanya Kiano yang menjawab. Sedangkan Samantha yang berdiri disebelahnya, membisu dengan wajah pucat, terlihat semakin tegang.
"Bila demikian, mari kita masuk sebelum yang lainnya datang," ajaknya.
"Baik, Pastor."
Kiano, Samantha, juga kedua orang tua Kiano dan kakak Samantha, berjalan mengekor di belakang pastor Johanes dengan fikiran mereka masing-masing yang sama-sama tegang.
...***...
Usai menyampaikan khotbah ibadah raya, pastor Johanes masih berdiri di mimbar, menatap sekalian jemaat yang duduk tenang.
"Hari ini, kita akan mendengarkan pengakuan dosa dan pertobatan dari saudara Kiano Glane dengan saudari Samantha Asia," gemanya, membuat suasana hening semakin hening mencekam.
"Pengakuan dosa ini bertujuan untuk menunjukkan pertobatan sejati, yaitu berbalik dari dosa dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya, dan meminta dukungan serta doa dari jemaat Tuhan sekalian," imbuhnya, mempersilahkan Kiano dan Samantha maju menuju mimbar.
Pandangan mata seisi gereja spontan tertuju pada Kiano dan Samantha yang tengah melangkah dari kursinya masing-masing menuju altar.
Di altar, Samantha mematung, menunggu giliran berikutnya. Wajahnya yang memucat kian terlihat pucat menahan rasa malu yang tidak terkatakan, mendengarkan kata demi kata Kiano yang lantang, menyampaikan isi pengakuan dosa berlanjut pertobatannya.
"Giliran saudari Samantha Asia," ucap pastor Johanes, begitu Kiano selesai. Terdengar datar, tapi menyentak jiwa Samantha yang sedari tadi telah diliputi rasa tegang.
Dengan sekuat tenaga, Samantha berusaha menguasai diri, menarik nafas dalam, dan menghembuskannya perlahan sebelum akhirnya berbicara hal yang kurang lebih sama dengan Kiano.
"Dengan rendah hati, saya -- Samantha Asia -- ingin mengakui dosa perzinahan yang telah saya lakukan di hadapan Tuhan dan bapak ibu, saudara-saudari sekalian. Saya menyadari bahwa perbuatan saya ini adalah kesalahan besar dan telah melukai hati Tuhan serta merusak hubungan saya dengan sesama. Saya memohon ampun atas dosa ini dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi. Kiranya Tuhan dan jemaat memberikan saya kesempatan untuk bertobat dan memulai hidup baru."
Tak ada tepuk tangan, karena ini bukan pertandingan menang atau kalah atas dosa.
Suasana masih hening, dan dinginnya suhu ruangan semakin menusuk hingga ke tulang sumsum, rasa tegang menyergap bukan hanya pada Kiano dan Samantha, tapi seluruh jemaat yang hadir.
"Perzinahan memiliki dampak yang buruk secara spiritual maupun hubungan sosial. Oleh karena itu, pengakuan dosa dan pertobatan adalah langkah penting untuk menghindari konsekuensi negatif lebih lanjut." suara Pastor Johanes kembali menggema.
"Meskipun perzinahan adalah dosa yang serius, TUHAN yang adalah KASIH, menjanjikan pengampunan bagi mereka yang bertobat."
"Marilah, baiklah kita berperkara, firman TUHAN: Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." Pastor Johanes menutup Alkitab yang baru selesai ia baca. Memanggil para Majelis Gereja maju ke altar, dan mengajak sekalian jemaat berdiri di tempatnya masing-masing.
Kiano dan Samantha berlutut di hadapan mimbar, dan para Majelis gereja mengelilingi keduanya. Pastor Johanes menumpang tangan diatas kepala keduanya dan mulai memanjatkan doa.
Bersambung✍️