Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Dia Kembali
Bab 22. Dia Kembali
Benarkah yang aku dengar ini? Ini bukan mimpikan?
Arumi tertegun sekaligus bahagia. Walau bukan pernyataan cinta, namun kalimat yang di ucapkan Dimas membuat Arumi terharu hingga matanya mengembun dan tanpa sadar ia menyeka air matanya.
"Kenapa? Apa ada ucapan ku yang salah dan menyinggung perasaan mu?" Tanya Dimas hati-hati.
Caranya memandang Arumi mulai berubah. Tidak dengan sorot mata dingin seperti dulu. Melainkan sorot mata peduli yang tersirat kekhawatiran disana.
Arumi tersenyum dengan damai.
"Aku tidak apa-apa."
"Tapi... matamu..."
"Bener kok, aku tidak apa-apa."
Dimas terlihat menghela napas panjang. Dan saat ingin bertanya kembali, pesanan mereka tiba sehingga suasana pun teralihkan.
Mata Arumi berbinar melihat aneka dessert yang mereka pesan di sajikan di atas meja. Juga minuman yang terlihat begitu menyegarkan dan tampak begitu enak untuk di nikmati tertata rapi di hadapannya.
"Makanlah, jangan hanya di lihat saja." Ujar Dimas.
"Baik!" Jawab Arumi antusias.
Menggemaskan. Ah....
Dimas mengalihkan pandangannya setelah melihat Arumi yang antusias menikmati dessert di hadapan mereka. Ia segera menetralkan diri setelah tanpa sadar mengagumi Arumi dalam hati.
Namun aksinya itu tidak bertahan lama. Seketika egonya luruh begitu melihat bagian atas bibir Arumi belepotan karena krim cake yang di nikmati istrinya itu.
Dimas menunduk dan terkekeh kecil tanpa suara. Nyatanya ia sudah kalah oleh Arumi yang polos dan apa adanya. Ia lalu mengambil tisu, dan perlahan menggapai wajah Arumi dengan sebelah tangannya.
"Jangan bergerak." Ujar Dimas sembari mengulurkan tangannya yang satu lagi untuk menyeka krim yang berada di antara hidung dan bibir Arumi.
Arumi tertegun. Mulutnya yang terisi cake diam tanpa bergerak. Namun detak jantungnya tak mengikuti kata hatinya yang memerintahkan untuk berdebar lebih pelan dan santai.
"Kelihatannya enak. Boleh aku coba?"
"Haah...?"
Arumi melongo.
"Cake yang kamu makan, kelihatannya enak."
"Oh, iya enak. Ini..."
Arumi menyodorkan cake yang ada di wadah sajian. Namun Dimas menolak dengan menggeleng secara pelan.
"Bukan ini, tapi yang itu." Tunjuk Dimas pada cake yang ada di tangan Arumi.
"Eh, ini?!"
Arumi sedikit terkejut dan terlihat ragu.
"Iya, boleh?"
Arumi tertegun sesaat. Namun Dimas terus menunggu reaksinya sehingga perlahan pria itu menunjuk ke arah mulutnya, kode kepada Arumi.
Arumi mencerna yang Dimas maksudkan. Ragu-ragu ia dengan perlahan mengulurkan tangannya untuk menyuapi Dimas dengan cake yang sudah ia gigit.
Dimas tersenyum, lalu membuka mulutnya. Dan dengan perlahan menggigit bagian cake yang sudah di gigit oleh Arumi.
Salah satu ujung jari Arumi tanpa sengaja mengenai bibir Dimas dan...
Pushhh!!
Wajah Arumi seketika memerah bagai tomat. Dan Dimas pun terkekeh karenanya.
Polosnya...
Dimas hanya ingin sedikit mengerjai Arumi. Namun di luar ekspektasi, sikap Arumi malah bikin Dimas senyum-senyum sendiri.
Arumi malu bukan kepalang. Ia segera menarik tangannya, meletakkan cake pada tempatnya dan tertunduk menutupi ekspresinya.
Bahkan bagian tubuh Arumi tidak menurut pada dirinya. Saat itu juga, Arumi mendadak kebelet karena grogi yang menyelimuti diri.
"Aku ke toilet dulu."
Dimas mengangguk dan tersenyum kecil.
"Ya." Jawabnya singkat, mengijinkan Arumi.
Arumi pun melangkah mencari toilet umum yang ada di Mall tersebut. Dimas sendiri memandang kepergiannya sambil tersenyum sendiri dan tak melepaskan pandangannya.
Sejujurnya Arumi ingin menetralkan degub jantungnya. Bukan karena ia tidak suka, tetapi dia terlalu bahagia dan tidak ingin Dimas melihat bahwa dirinya kini begitu menyukai suaminya itu.
Arumi mencuci tangannya setelah keluar dari toilet. Memandang wajahnya di cermin dan menekan dadanya sambil mengatur kembali pernapasannya dengan baik. Kemudian ia melangkah keluar, untuk kembali ke tempat di mana Dimas menunggunya.
Arumi berjalan sembari tersenyum mengingat hal-hal yang sudah terjadi sejak pagi sampai detik ini. Tidak di pungkiri itu membuatnya bahagia.
Sepertinya impian dan harapannya bukanlah angan semata karena nyatanya Dimas bereaksi dan seperti memberi harapan besar padanya.
Cinta memang indah. Jadi seperti ini rasanya jatuh cinta. Aku bahagia, walau belum sepenuhnya memiliki hatinya.
Arumi mulai membayangkan masa depan yang ia harapkan. Namun langkahnya perlahan mulai melambat ketika dari kejauhan ia melihat Dimas duduk berhadapan dengan seorang wanita. Dan wanita itu duduk tepat di kursi miliknya.
"Siapa?" Tanya Arumi dalam gumamnya.
Langkahnya sepenuhnya terhenti untuk melihat apa yang terjadi dari kejauhan tanpa ingin Dimas menyadari. Keningnya berkerut untuk mempertajam penglihatannya.
Bisa di lihat ekspresi Dimas yang dingin terlihat kembali di wajah tampan lelaki yang hari ini beberapa kali tersenyum padanya.
Arumi tidak dapat melihat wajah sang wanita karena posisinya yang duduk membelakangi. Namun Arumi merasa tidak asing dengan penampilan wanita itu.
"Tidak mungkin kan..." Gumam Arumi dengan apa yang terlintas di pikirannya.
Saat ia ingin memastikan siapa wanita itu dengan mulai melangkah lagi, langkah Arumi kembali terhenti mana kala melihat sang wanita beranjak bangun dari duduknya dan berdiri di hadapan Dimas yang terkesan acuh. Kemudian ia berbalik badan dan mulai melangkah pergi.
Arumi dengan membalikkan tubuhnya, pura-pura tidak melihat. Ia berharap kehadirannya tidak di ketahui oleh wanita itu. Dan jantungnya pun kembali berdebar. Namun debaran itu berbeda dengan degupan sebelumnya.
Arumi memegang bajunya di bagian dada sambil menunduk. Pikirannya kini rumit begitu mengetahui siapa yang tadinya duduk di hadapan Dimas.
Meski sekilas namun Arumi tidak meragukan penglihatannya. Mulai dari postur tubuh dan penampilan ia sangat mengenali wanita itu. Bahkan sebagian wajahnya yang di tutupi dengan kaca mata hitam pun masih dapat Arumi kenali
"Re...nata...!" Gumam Arumi yang tiba-tiba merasakan sesak di dada secara tiba-tiba.
Arumi segera tersadar begitu merasakan orang-orang yang melintasinya mengarahkan pandangannya padanya. Arumi pun kembali mengatur napas seolah-olah tidak melihat kejadian tadi dan kembali bersikap seperti sebelumnya.
Ia kemudian melangkahkan kakinya mendekati Dimas dimana ia melihat Dimas tidak lagi menyentuh pesanan mereka. Dimas hanya duduk diam dengan wajah di tekuk seribu memainkan handphonenya.
"Maaf aku lama ya?"
Arumi mencoba bersikap seperti sebelumnya. Namun tanggapan Dimas hanya diam dan tersenyum tidak seramah sebelumnya.
Arumi sadar, senyuman itu adalah senyum yang di paksakan oleh suaminya. Arumi sadar, mood Dimas sudah berubah dan terlihat tidak enak di sana.
Arumi mencoba tersenyum. Namun ada rasa sesak yang menghimpit di dada.
Ah, ternyata sulit...
Arumi pun ikutan diam. Dan merapikan barang-barangnya.
"Kamu masih ingin makan?" Tanya Dimas memecah keheningan di antara mereka.
"Aku sudah kenyang."
Padahal Arumi tadinya masih ingin menikmati dessert yang sangat enak menurutnya itu.
"Maaf, tadinya aku ingin kita ke rumah orang tuamu setelah ini. Tapi sepertinya tidak bisa. Aku ada urusan setelah ini."
Hati Arumi sedikit bersedih. Ia menduga urusan itu pasti ada kaitannya dengan Renata. Tapi Arumi tidak bisa dan tidak berani mencampuri urusan suaminya. Apalagi itu perihal masa lalu yang ia yakin sangat sensitif untuk di bahas apalagi di perdebatkan.
Arumi kembali tersadar pada posisinya. Ia terlalu bermimpi untuk menggapai bintang yang jauh tingginya. Ia tersenyum getir dalam hati, menertawakan perasaannya padahal ia hanya seorang pengganti. Itu lah yang di rasakan Arumi saat ini.
"Iya. Tidak apa-apa."
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
hari ini apes bener arumi.. bertemu org2 ##$$@## dpt tlp dr pamannya yg juga sama2 ##$@##$🙄
suka dgn gaya rumi yg tdk mudah memperlihatkan kelemahannya pd lawan bicara yg pd nyebelin itu..meski dlm hatinya remuk redam... pasti berat bagi rumi dlm situasi yg spt ini.. semangat arumi... semoga semua masalah cpt berlalu n kamu bisa hidup dgn lbh baik kedepannya
kamu yg ninggalin dimas... tp sekarang malah gk tau malu minta balikan... maksudmu piye? jgn takut arumi lawan aja itu si renata.. bkn kamu yg salah.. dia yg ninggalin dimas jd jgn kepengaruh sama renata...
kpn up nya