NovelToon NovelToon
Sangkar Emas Sang Mafia

Sangkar Emas Sang Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Angst / Penyesalan Suami
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yanuarita

Dalam penampilan berkacamata, Daniel Fernandez Oxxon (24 tahun) menyembunyikan rencana balas dendamnya di balik senyuman yang manis nan tampan.

Lariette Julliana Oxxon (21 tahun) telah terperangkap di dalam sangkar emas kontrak pernikahan dengan mafia kejam tersebut dan menjadi bagian dari rencana balas dendam pria berwajah hangat namun berhati dingin itu.

Untuk keluar dari cengkeraman Daniel, Lariette menyusun misi pelarian dirinya. Namun siapa sangka semua menjadi sia-sia saat terungkap bahwa selama ini Daniel memasang mata-mata di sekitar Lariette yang tidak lain adalah pelayan pribadinya sendiri. Merasakan begitu pedihnya pengkhianatan, membuat Lariette mengubah arus pelarian dirinya. Dia mencoba merayu Daniel dan memanfaatkan pria itu untuk menyingkirkan orang-orang yang pernah sangat dia percayai, lalu berniat menusuk Daniel dari belakang di kemudian hari. Mungkinkah Lariette berhasil pada rencananya kali ini dan membuat Daniel bertekuk lutut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yanuarita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Obat Penghambat Ingatan dan Wanita Daniel

Waktu sarapan, di ruang makan.

Sejak tadi aku melengoskan wajah berpaling dari Daniel, dengan bibir yang dimajukan ke depan, menunjukkan betapa sebalnya aku karena pria itu. Daniel terkekeh pelan menertawakan kelakuanku, "Kamu masih merajuk?"

"Bukankah kamu bilang hanya sebentar?!" sentakku kesal. Sekarang, meski sudah mendapat pijatan dari Daniel, seluruh tubuhku masih saja mati rasa. Semuanya remuk dan pegal-pegal.

"Iya, maaf. Aku tidak menyangka kamu akan selemah ini, Sayang," ucapnya ringan. Aku mulai terbiasa mendengarnya meminta maaf, tetapi tidak dengan para pelayan dan bodyguard-nya yang membeku sesaat, menghentikan aktivitas mereka sebelum kembali melanjutnya.

Termasuk Jelita, seorang pelayan yang Daniel tempatkan di sisiku. Dia baru tiba pagi ini, dan sekarang tengah menuangkan teh hangat ke cangkirku setelah terpaku pada permintaan maaf Daniel beberapa detik.

"Aku masih kesal padamu, Daniel! Jangan tertawa!" pekikku geram ketika Daniel justru mengencangkan gelak tawanya.

Pria itu tak pernah tertawa sekencang ini meski biasanya menampilkan senyuman yang hangat. Hal tersebut mengundang atensi seluruh penghuni ruang makan yang kebanyakan adalah para bawahannya. Salah satunya Kean, pria itu sampai terperangah duduk di seberangku, dipisahkan meja makan yang telah banyak tersaji menu sarapan.

Kean menyela tawa Daniel dan membuatnya berdeham untuk mengontrol ekspresi setelah puas tertawa, dengan sebuah tanya, "Tuan, kapan saya bisa memberikan obat penghambat ingatan untuk Nyonya?"

Gelagat Daniel seperti baru teringat, dia bertanya balik, "Apakah obatnya sudah di-upgrade dari yang terakhir kali?"

"Sudah, Tuan. Ini, saya membawa yang sudah jadi," beri Kean sebotol kecil berisi penuh kapsul obat, Daniel menerimanya dengan senyum puas.

Lalu dia menoleh ke arahku, "Sebelum berangkat kamu harus minum obat ini, Lariette." Dia mengoper obat yang berada di tangannya kepadaku, sembari menambahkan, "Kean akan selalu berada di sisimu jika aku tidak ada, bersama Jelita dan Roan--bodyguard itu pasti sudah menunggu di depan. Dia akan ikut kemanapun kamu pergi."

Aku mengangguk mengerti, lalu bertanya pada Daniel dengan tampang teramat polos, "Berapa kali aku harus minum obat ini dalam sehari?" Tanganku menerima obat yang Daniel berikan.

Kean yang menjawab, "Satu kali saja dalam sehari, Nyonya. Obat itu memiliki dosis yang tinggi, sehingga tidak boleh dikonsumsi dalam jumlah yang besar."

"Apakah ada efek samping setelah meminumnya, Kean? Aku tidak ingin mengambil risiko untuk istriku," ujar Daniel malah terasa seperti mengkhawatirkanku.

Dalam hati aku merutuk, 'Kamu tidak ingin istrimu meninggal sebelum mencapai tujuan, kan? Cih, orang sepertimu... sungguh keterlaluan!'

"Efek sampingnya tentu sejalan dengan khasiat obatnya, Tuan. Kemungkinan bisa menyebabkan Nyonya benar-benar kehilangan ingatan untuk selamanya," terus terang Kean, tak menutupi apapun. Aku sampai bergidik ngeri mendengarnya.

Memandangi obat di genggaman, aku mengocok-ngocok botol tersebut sambil berujar, "Aku malah senang kalau begitu, bukankah katanya ingatanku hanya bersisa yang buruk saja?"

Daniel menyergah dengan tegas kepada Kean setelah menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan, "Katakan yang jelas, Kean. Sampai sejauh mana ingatan Lariette akan hilang?"

"Semuanya, jika obat terus digunakan secara berkelanjutan," pungkas Kean tanpa ba-bi-bu.

Mataku sampai mendelik padanya seakan bertanya apakah yang dikatakannya sungguh-sungguh?

Kean mengangguk padaku seolah sedang menjawab keterkejutanku. Dalam benak, aku mengecam, 'Setelah sarapan, aku harus bertanya rincinya kepada Kean! Apa dia sungguh ingin bekerja sama denganku atau malah membuatku layaknya boneka milik Daniel dengan ingatan kosong?'

Melihat ekspresi seriusku, sebuah usapan pada puncak kepalaku mendarat, kutengok Daniel tersenyum hangat, "Tidak masalah, saat sudah ada gejalanya, aku akan meminta Kean menghentikan pengobatanmu."

Kean mengangguk mengerti, sementara aku menghela napas lega, setidaknya Daniel masih punya sedikit hati nurani.

"Baiklah, selesaikan sarapanmu, Lariette. Setelah selesai, segera bersiap dan minum obatmu. Aku akan menunggu di depan."

Daniel yang sudah menyelesaikan sarapannya, beranjak lebih dulu dari duduk. Sedangkan aku dan Kean melanjutkan makan.

Tepat setelah sosok Daniel menghilang dari balik tembok, Kean dengan segera menyudahi sarapannya, dia berjalan mendekat padaku dan berucap pelan, "Minum ini seperti biasa, aku sudah mengisinya dengan kapsul berisi gula." Dia memberikanku botol obat serupa, lalu mengambil botol yang sebelumnya dan mengamankannya.

"Jadi... kamu memutuskan untuk bekerja sama denganku?" tanyaku setengah berbisik.

"Sudah sejauh ini, bagaimana mungkin aku tidak bekerja sama? Lakukan tugasmu dengan baik, Nyonya. Jangan mengecewakanku. Aku juga sangat ingin melihat seperti apa pembalasan dendammu pada Tuan Daniel," sahut Kean tak kalah berbisik, lalu pergi meninggalkan ruang makan setelah memastikan aku meminum obat pemberiannya.

"Dia sungguh aneh. Bukankah mereka teman masa kecil? Mengapa ingin sekali melihat kehancuran yang lainnya?" gumamku pelan. Bersamaan dengan kembalinya Jelita membawa dessert untukku.

"Mari, Nyonya. Setelah memakan dessert, saya akan membantu Anda bersiap. Tuan sudah memberikan instruksi agar Anda berpakaian formal," ujar Jelita kepadaku.

Aku mengernyitkan kening heran, "Memangnya kita mau ke mana? Kok harus menggunakan pakaian formal?"

Kukira penampilanku saat ini saja sudah cukup, karena baju yang disiapkan Daniel pagi tadi sudah lumayan enak dilihat kalau mau digunakan untuk pergi keluar. Mini dress dengan warna soft pink dipadukan putih.

Namun sahutan Jelita membuatku paham dan kaget di saat yang bersamaan, "Tuan akan membawa Nyonya ke kantornya."

"Ya? Daniel ingin membawaku ke kantornya?"

Anggukan Jelita seakan menyeretku ke kenyataan. Bukankah Daniel tak pernah mau membawa wanitanya ikut campur dalam pekerjaannya? Aku sering mendengar para wanita bayaran itu membujuk Daniel agar dijadikan sekretaris atau setidaknya digandeng di hadapan para petinggi di perusahaan Oxxon. Tetapi tak ada satu pun yang digubris oleh Daniel. Malahan seringkali Daniel dengan sengaja mengganti wanitanya apabila mereka meminta diajak ke perusahaan atau segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya.

'Itu karena di balik pekerjaan Daniel yang seorang pengusaha batu bara, pria itu juga adalah mafia kejam yang tak kenal ampun. Pasti kekejamannya akan sering ditunjukkan di sana. Sekarang kesempatanku untuk ikut dengannya! Bagus sekali...,' benakku bersemangat.

"Ayo kita pergi, Jelita. Jangan membuat Daniel menunggu lama," ajakku setelah dengan cepat menyelesaikan sarapan.

Jelita memanduku ke kamar yang sudah dua hari ini kutempati bersama Daniel. Di sana Kepala Pelayan Brinett sudah berdiri menyambut meski ekspresinya nampak kontras dengan sikap profesionalnya.

Kepala pelayan membungkuk hormat ke arahku selagi berkata, "Selamat pagi, Nyonya. Terima kasih atas kebaikan Anda terakhir kali, saya jadi terampuni. Sekarang saya akan menunjukkan beberapa pakaian yang bisa Anda kenakan untuk pergi ke kantor bersama Tuan."

Aku tidak mengerti, bukankah sudah ada Jelita? Mengapa kepala pelayan masih menyiapkan pakaian pergiku juga?

Aku menyela perkataan Brinett dan membuat wanita itu segera menegakkan tubuh terkejut, "Aku sudah memiliki pelayan pribadi, namanya Jelita kalau kamu belum tahu, Brinett. Seharusnya kamu sudah tidak kuperlukan lagi kalau hanya perihal menyiapkan pakaian. Bukankah Daniel sudah mengatakannya padamu? Aku ingin mulai sekarang semua keperluanku, apapun itu, biar Jelita saja yang mengurusnya. Aku memaafkanmu, bukan berarti kejadian sebelumnya tidak membuatku marah. Jika tak ada hal yang sangat penting, aku tidak ingin melihat wajahmu, Kepala Pelayan. Apa kamu mengerti?"

Brinett mengepalkan kedua tangannya erat, meski dia nampak geram, namun kemudian tetap membungkuk patuh sebelum pamit, "Baik, Nyonya. Saya mengerti. Jika Anda membutuhkan apapun dengan saya, silakan katakan saja. Kalau begitu saya permisi pergi."

Brinett keluar dari kamar, setelahnya Jelita menghela napas lega, "Saya sangat takut sekali pada kepala pelayan Brinett, Nyonya. Tidak saya sangka Anda bisa mengatakan itu dengan wajah yang kelihatan sangat lembut dan cantik ini."

"Apa aku melakukan sesuatu yang salah, Jelita?" tanyaku baru merasa khawatir.

Namun gelengan cepat diberikan oleh Jelita yang menyemangatiku, "Tidak, Nyonya. Anda melakukan hal yang benar! Terkadang kepala pelayan kelihatan sangat menyeramkan jika tidak sesuai keinginannya. Begitupula bila berhubungan dengan pekerjaan. Saya senang di kediaman ini ada yang bisa menekannya selain Tuan Daniel."

Setelah diingat-ingat, aku merasa tidak asing dengan wajah Jelita, dia sangat mengenal kepala pelayan untuk ukuran seseorang yang baru tiba di mansion.

Aha, aku ingat. Dengan cepat, aku bertanya, "Jelita... bukankah kamu wanita yang pernah dibawa Daniel ke kediaman?"

"Y-ya? Ba-bagaimana Nyonya bisa tahu? Bukankah katanya A-Anda hilang ingatan?" Setelah mengatakan itu, Jelita kontan menutup mulutnya.

"Aku pernah mendengar tentangmu dari pelayan," sahutku menampilkan sikap acuh tak acuh, "Tapi hanya sebatas kalau kamu pernah dibawa oleh Daniel ke sini."

Mendengarnya membuat Jelita menghela napas lega dan mengangguk. Dia segera mengalihkan dengan memilihkan pakaian yang akan aku kenakan, "Sebaiknya kita memilih baju dengan cepat, Nyonya. Tuan sudah lama menunggu."

"Ya, lakukan dengan cepat, Jelita," sahutku santai. Akan tetapi di balik itu, aku tak mungkin bisa melupakan sosok Jelita yang sedang memilih antara dua model pakaian formal berbeda di atas ranjang.

Dia adalah salah satu wanita yang pernah menemani Daniel di atas ranjang. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya? Hilang ingatanku bahkan bukan sungguhan, yang aku tidak habis pikir, mengapa dari sekian banyaknya orang... Daniel harus memilih wanita seperti itu untuk menjadi pelayan pribadiku? Apa dengan aku saja kurang baginya? Dia butuh lebih dari satu wanita, begitu? Benar-benar... Daniel Fernandez Oxxon! Lelaki yang kurang ajar!

Bersambung....

1
Yanuarita
Jangan lupa beri bintang lima yaa :)
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!