Demi membatalkan perjodohan yang dilakukan oleh papanya, Alea terpaksa harus meminjam uang kepada sang Bos, demi melunasi hutang-hutang keluarganya kepada kakek Will.
Bahkan, Alea juga sampai rela memotong urat malunya, demi meminta sang bos, untuk menjadi kekasih bohongannya.
Akan tetapi, takdir berkata lain, apa yang Alea rencanakan semuanya gagal. Dan malah berujung pada pernikahan serius dengan sang bos-nya.
Padahal, bos-nya adalah orang yang paling dihindari Alea sejak SMA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delia Septiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu Sosial
Setelah dirawat beberapa hari di Rumah sakit karena masa pemulihan seusai operasi jantung, Kini Mama Jeni bisa pulang. Alea di rumah sibuk mempersiapkan sambutan untuk mamanya itu. Bahkan sepulang bekerja tadi, ia langsung belanja dan membeli beberapa hiasan dan alat dekor rumah.
Kini di dalam rumah sudah tertata dengan begitu cantik dan indah. Kata penyambutan dan hiasan-hiasan kecil seperti dekoran yang mau ulang tahun. Balon emas yang membentuk huruf, terpajang membentuk suatu kata.
~Welcome to home Mama~
Bel rumah pun terdengar, Alea dengan cepat membukakan pintu rumahnya. Dan benar saja, Papa Deri sudah berdiri di depan pintu. Dengan Mama yang matanya sengaja di tutup oleh selembar kain. Itu adalah permintaan Alea kepada Papanya agar bersekongkol memberi kejutan untuk Mamanya.
"Mama...." pekik Alea, sambil memeluk Mamanya dengan begitu erat.
"Sayang," ucap Mama Jeni tersenyum.
"Pa, apa Mama sudah boleh membuka penutup matanya?" tanya Jeni, namun Deri melarangnya. Dan Alea pun segera menuntun Mamanya masuk ke dalam rumah. Sengaja berhenti tepat di area ruang keluarga.
"Mama kok, jadi deg-deg-an ya, ada apa sih ini Alea?" tanya Jenni, berdebar.
"Baiklah, sekarang Mama buka penutup matanya," ujar Alea, Jenni pun menurutinya. Dan ketika Mama Jeni membuka matanya, ia begitu terkejut, karena di depannya sudah ada Alea yang membawakan satu kotak kue berukuran sedang, yang dihias sebegitu cantiknya. Bahkan ada lilin yang sudah menyala juga.
"Apa ini? Mama kan tidak ulang tahun," ujar Jeni heran.
"Mama memang tidak ulang tahun, tapi aku membuat semua ini, khusus untuk menyambut kepulangan Mama, dan bersyukur atas kesembuhan Mama juga," ucap Alea.
Mata Jeni pun terlihat berbinar, menahan haru akan surprise yang diberikan oleh anaknya. Mereka pun saling berpelukan satu sama lain, dan akhirnya menikmati malam yang indah dan harmonis ini dengan penuh kehangatan dan kebahagiaan. Sungguh keluarga kecil yang bahagia. Dan ini adalah momen yang paling ditunggu Alea sejak dua minggu yang lalu.
Di sela-sela menikmati camilan. Papa Deri kembali bertanya mengenai perihal pertemuan Alea dengan cucu kakek William.
"Alea kemarin Kakek William bertanya kembali kepada Papa, mengenai pertemuan kamu sama cucunya Kakek William. Apa kali ini kamu benar-benar mau menemuinya?" tanya Deri.
Alea hanya diam. Di pikirannya saat ini hanya ada kecemasan, bagaimana jika ia tak menerima perjodohan itu, apa Kakek Will akan menggugat hutang-hutang keluarganya atau tidak.
"Papa, apa hutang kita kepada Kakek Will begitu banyak?" tanya Alea dengan memasang wajah sendunya.
Deri pun mengambil nafas sejenak. "Iya, hutang kita kepada Tuan William sangatlah banyak, selain hutang materi kita juga mempunyai hutang budi. Papa harap kali ini kamu mau dijodohkan dengan cucunya Tuan William ya," pinta Deri memasang wajah penuh harap sambil menggenggam kedua tangan Alea.
"Apa ini artinya Papa menjualku untuk membayar hutang-hutang keluarga kita?" tanya Alea.
"Tidak sayang, Papa tidak menjualmu. Papa hanya ingin kau membantu kami. Kamu juga tahu bukan, keadaan ekonomi keluarga kita. Uang dari mana Papa akan membayar hutang-hutang keluarga kita?" keluh Deri. Membuat Alea kembali memutar otaknya. Di sisi lain ia tak tega akan keluarganya, tapi ia pun tak bisa mempertaruhkan masa depannya hanya karena persoalan hutang.
"Pa kalau aku punya uang dan bisa melunasi hutang-hutang Papa, apa perjodohannya bisa dibatalkan?" taya Alea.
"Bisa, tapi kamu mau melunasi hutang keluarga kita dari mana?" tanya Deri.
"Iya ya, dari mana ya?"
Sejenak Alea menatap ke arah Mamanya yang sudah tertidur pulas di atas sofa empuk dan lebar di dekatnya. "Kalau aku membuat masalah perjodohan seperti dulu lagi, pasti mama akan terkena serangan jantung lagi. Argh... aku tidak mau. Tapi aku juga tidak mau kalau harus dijodohkan dengan cucunya kakek Will," batin Alea.
Tiba-tiba di dalam pikirannya terlintas sebuah ide. "Bagaimana kalau aku mencari pacar sendiri tapi orang kaya raya," gumamnya.
"Pa!" Alea menepuk lengan Papanya. Hingga membuat Deri yang tengah melamun, tersadar kembali.
"Pa, kalau aku bisa mencari pacar yang kaya raya, apa aku bisa membatalkan perjodohan itu?" tanya Alea begitu semangat. Sejenak Deri terdiam sambil berpikir keras.
"Bisa saja, asalkan calon suamimu itu bisa membantu kita membayar hutang-hutang kita kepada Tuan William, pasti perjodohan itu bisa dibatalkan," ujar Deri. Alea pun menganggukkan kepalanya.
"Oh ya Pa, hutang kita kepada Kakek Will kisaran berapa?"
"Kemarin Papa hitung, hutang kita kepada Tuan William sudah mencapai 500 Juta."
"Apa! 500 juta?" Alea begitu terkesiap mendengar nominal hutang keluarganya yang ternyata sangatlah besar. Papa Deri pun mengangguk mengiyakan.
"Kalau 500 juta, mana ada lelaki yang mau membantuku. Bahkan kalau aku dijual sekalipun, belum tentu ada yang mau menerimaku dengan harga 100 juta. Dan ini 500 juta!" Alea terus memikirkan bagaimana solusi ini bisa dipecahkan.
"Tapi tenanglah aku, adalah seorang Alea. Aku pasti bisa menyelesaikan masalah ini," gumamnya dalam hati.
***
Pagi harinya Alea tampak terlihat lesu, karena semalaman ia tak bisa tidur, akibat memikirkan uang 500 juta itu. Dan seseorang yang entah dari kapan sudah berdiri di samping meja kerjanya.
"Kerja yang benar! Jangan melamun!" tegur Rey membuat Alea tersadar dari lamunannya.
"I-iya Pak maaf,” ucap Alea, yang langsung kembali fokus dengan komputernya.
"Ini." Rey menyodorkan satu paper bag di atas meja kerja Alea, membuat ia mengernyit heran.
"Apa ini?" tanya Alea sambil mendongakkan wajahnya menatap Rey.
"Buka saja, jangan lupa malam ini." Rey pun berlalu begitu saja. Membuat Alea tersadar bahwa nanti malam sudah malam minggu lagi. Sedangkan teman-teman satu ruangannya menatap heran ke arah Alea, seolah dipenuhi dengan tanda tanya. Ada apa di antara Pak Rey dan Alea?.
"Hey, sttt..." Yaya mendekatkan kursi kerjanya ke dekat meja kerja Alea.
"Di kasih apa sama Pak Rey?" tanya Yaya begitu penasaran.
"Bukan apa-apa, hanya titipan saja," ucap Alea memasang wajah bad mood-nya, bahkan ia terpaksa berbohong, karena kalau jujur pasti Yaya akan heboh dan akan membuat semua orang satu kantor menjadi tahu. Makanya Alea lebih memilih untuk tidak memberitahu yang sebenarnya.
Namun kedua mata Yaya menatap ke arahnya seolah penuh curiga. "Eh, Lea apa paper bag misterius minggu lalu juga dari Pak Rey?
Alea sedikit terperanjat mendengar pertanyaan dari Yaya. Ia pun lebih memilih untuk berbohong kembali. "Bukan, paper bag waktu itu ... itu titipan dari anak gedung sebelah."
Yaya pun memanggut-manggutkan kepalanya. Akhirnya Alea pun bisa bernafas lega, saat temannya itu sudah kembali ke meja kerjanya sendiri.
Alea melangkahkan kakinya pergi menuju dapur, untuk membuat secangkir kopi agar dirinya tidak mengantuk. Namun seseorang di depan pintu dapur sudah mencegatnya terlebih dahulu. Orang itu tak lain ialah Miley, salah satu karyawan Senwell yang begitu mengagumi Reyhan Denillson.
Alea hendak masuk ke dalam dapur, namun tangan Miley terlebih dahulu menghalangi jalan pintu. Hingga membuat Alea berdecak kesal dan memasang wajah sangarnya.
"Kenapa menghalangiku?" tanya Alea dengan kesal.
Wajah Miley tak kalah sangarnya dari wajah Alea. Ia menatap tajam kedua bola mata Alea, menatapnya seakan tak suka.
"Tadi ... Pak Rey memberimu apa?" tanya Miley, penuh intograsi.
"Bukan apa-apa. Awas aku mau lewat!"
"Jawab saja apa susahnya sih! Di beri apa kamu sama Pak Rey?" seru Miley.
"Apa sih kepo banget deh!"
"Alea!" Miley memelototkan kedua matanya, semakin merasa kesal kepada Alea yang tidak mau memberi tahunya.
"Di beri apa?" tanya Miley, yang bersikeras harus mendapati jawaban yang puas.
"Di beri jin botol agar aku bisa mewujudkan semua keinginanku termasuk menghilangkanmu dari pandanganku sekarang ini!" ucap Alea begitu cepat tanpa titik maupun koma, yang seolah ikut meluapkan emosinya kepada Miley.
"Dasar Bantet!" seru Miley begitu kesal mendengar jawaban dari Alea.
Alea hendak menimpali perkataan Miley, namun suara seseorang tiba-tiba terdengar hingga menghentikan perseteruan di antara keduanya.
"Mau kerja atau bertengkar?" suara itu begitu menggelegar, bahkan membuat nyali di antara Miley dan Alea seketika menciut karena takut. Mereka berdua pun mengedarkan pandangannya ke arah Rey, si penegur itu.
"Pak Rey," sapa Miley sambil memasang wajah manisnya.
"Bertengkar kok di sini? Kenapa tidak langsung di depan semua karyawan saja?" seru Rey menatap tajam kepada kedua karyawannya itu, terutama kepada Alea.
"Maafkan saya Pak Rey, kejadian ini tidak akan terulang lagi," ucap Miley sambil menundukkan kepalanya.
"Hih, tadi aja teriak-teriak. Sekarang berubah jadi lembut kayak pembalut." batin Alea, mengumpati Milley.
Alea ia hanya memasang wajah kesalnya. Sambil membuang wajah ke sembarang arah.
"Sudah, kembali bekerja!" perintah Rey, Miley mengangguk dan segera berlalu meninggalkan mereka.
Sedangkan Alea, ia masih tertegun di tempatnya. Niatnya untuk membuat kopi seakan sudah hilang, bahkan sudah tidak berselera lagi. Lagi pula setelah perdebatan yang terjadi di antara Miley dengan dirinya, rasa kantuknya pun ikut hilang.
"Makanya Pak kalau ngasih sesuatu ke karyawan itu lebih baik di kasih semua, biar tidak ada yang namanya cemburu sosial!" seru Alea sebelum berlalu meninggalkan Rey begitu saja.
"Apa maksudnya? ... Cemburu sosial?" gumam Rey heran dan tak mengerti, ia menatap punggung Alea yang kini sudah menghilang dari pandangannya, sesaat setelah Alea masuk ke ruang kerjanya.
Tiba-tiba, seseorang menepuk bahu Rey, hingga membuatnya menoleh ke belakang.
"Nando," ucap Rey.
"Ada apa Pak Rey? Kenapa diam di sini?" tanya Nando heran.
"Tidak apa-apa. Oh ya, apa kamu tahu apa itu cemburu sosial?" tanya Rey.
Nando sedikit tertegun mendengar pertanyaan dari atasannya itu yang secara tiba-tiba menanyai perihal cemburu sosial.
"Cemburu sosial ya .... Hm... mungkin semacam banyak orang yang iri."
"Iri? ... maksudnya, eh contohnya?"
Nando sedikit berpikir bagaimana cara mengilustrasikannya.
"Begini, misal Anda mempunyai pacar, terus pacar Anda diberi hadiah bagus oleh Anda, dan banyak orang yang melihatnya. Nah nanti orang-orang yang melihatnya itu akan cemburu terhadap pacar Anda Pak Direktur," ujar Nando mencoba menjelaskan. Rey pun menganggukkan kepalanya, sambil berpikir.
"Terus?" tanya Rey.
"Ya cara menghindari cemburu sosial itu, Anda jangan memberikan hadiah kepada pacar Anda di hadapan banyak orang. Lebih bagusnya secara privasi saja." Rey kembali menganggukkan kepalanya, sambil sedikit tersenyum simpul.
"Jadi yang di maksud si Minions itu dia ingin diberi sesuatu olehku secara privasi begitu," batin Rey.
"Memangnya kenapa gitu Pak?" tanya Nando. Rey menggelengkan kepalanya. Seraya berjalanan berlalu begitu saja meninggalkan Nando sendirian.
"Hm... aneh," gumam Nando sambil mengangkat bahunya, dan mencebikkan bibirnya sekilat.
.
.
.
Bersambung.
Gimana mau lanjut lagi gak nih?
Alea mau mencari pacar kaya raya tuh, kira-kira ada yang mau gak? Siapa tahu di sini ada readers cowok dan mau membantu Alea, wkwkwk..
Jangan lupa kasih like, dan vote yang banyak ya.
Sekalian komen juga, jangan diem-diem bae. Ini lapak author sepi banget udah kayak kuburan.
Bantu komen ya bira rame kayak nonton konser 😂
ha ha ha
ha ha ha