Ara bingung karena tiba-tiba ada seorang lelaki yang mengaku impoten padanya.
"Aku harus menikah sebulan lagi tapi aku mendadak impoten!" ungkap lelaki yang bernama Zester Schweinsteiger tersebut.
"Terus hubungannya denganku apa?" tanya Ara.
"Kau harus membantu membuatnya berdiri lagi!" tuntut Zester sambil menunjuk bagian celananya yang menyembul.
"Apa kau memasukkan ular di dalam celanamu? katanya impoten!" Ara semakin bingung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PTI BAB 6 - Masih Menolak
"Biar ibu saja yang nyuci piring, datangi tamumu sana," ucap Megan yang merebut piring dari tangan Ara.
"Dia bukan tamuku," tolak Ara yang justru takut.
Selama ini dia hanya fokus belajar dan kuliah saja, dia belum memikirkan pacaran walaupun banyak cowok yang mengejarnya.
Jadi, saat Zester tiba-tiba mendekatinya dengan celana menyembul seperti itu Ara jadi takut.
"Itu orang yang kau bilang aneh?" tanya Megan memastikan.
"Sejak kapan berteman dengan bule? Usianya sepertinya jauh berbeda darimu!"
"Iya, lebih baik ibu suruh dia pulang saja dan jangan kesini-sini lagi," pinta Ara.
"Dari gaya bicaranya, sepertinya dia bule yang lahir dan besar di Indo tapi tetap saja aku tidak suka!"
Megan tetap mencuci piring-piring kotor. "Apa ayah pernah mengajarimu untuk lari dari masalah?"
"Lebih baik bicara baik-baik biar semuanya cepat selesai!"
Dengan terpaksa Ara menemui Zester di ruang tamu yang membuat lelaki itu kemenangan.
"Ayo bicara di dalam mobilku!" ajak Zester.
"Kenapa harus di dalam mobil, di sini saja," tolak Ara.
"Kau sudah lupa janjimu, ya?" Zester mulai menuntut lagi. "Aku sudah bersusah payah datang untuk menemuimu!"
Akhirnya Ara mau mengikuti Zester masuk ke dalam mobil lelaki itu, mereka duduk di kursi belakang tapi Ara menjaga jarak.
"Apa ini masih masalah impotenmu?" tanya Ara to the point.
Zester mengangguk. "Tentu saja untuk urusan satu itu, aku sudah mencoba pergi ke Mbah Joko yang tinggal di tengah hutan itu tapi ternyata aku ditipu!"
"Sebaiknya beritahu pak kades kalau ada warganya yang membuka praktek penipuan seperti itu!"
"Itu kan salahmu sendiri percaya pada hal begituan," balas Ara tidak habis pikir.
"Kalau boleh tahu, berapa umurmu?"
Zester kembali mengguyar rambutnya. "Aku ini sedang matang-matangnya. Umurku tiga puluh tahun, tampan, kaya dan sukses!"
"Sudah kuduga, aku seperti berhadapan dengan om-om cabul," ucap Ara.
"Om-om cabul?" Zester merasa terhina disebut seperti itu. "Aku ini pria mapan dengan sejuta pesona, bukan om-om!"
Tentu saja Zester melakukan protes keras.
"Lantas yang kau lakukan padaku itu apa? Kau mengintipku mandi lalu mencuri bajuku supaya aku mau membuat janji padamu, setelah itu kau mengaku impoten tapi di dalam celanamu tidak," ucap Ara yang justru menjadi korban.
"Sekarang kau mendatangiku dan meminta aku mengabulkan janji itu, aku tidak mengerti masalah impoten, aku kuliah jurusan bisnis bukan dokter kelamin," lanjutnya.
Ara kemudian menatap Zester dan mencoba membuat pikiran lelaki itu terbuka. "Kau sudah melihat ayahku, 'kan?"
"Pak kades yang masih muda, aku melihatnya dengan jelas," jawab Zester.
"Bukankah kau seperti seumuran dengan ayahku? Umur kalian berbeda delapan tahun saja," ucap Ara lagi.
"Ayahku menjadi seorang ayah saat usianya masih delapan belas tahun, maka dari itu dia masih terlihat muda. Jadi, kalau aku dekat denganmu, aku seperti dekat dengan ayahku sendiri," jelas Ara. Dia memang tidak nyaman dengan lelaki itu.
Mendengar itu, Zester seperti tersedak ludahnya sendiri. Bisa-bisanya dia dianggap om-om padahal selama ini banyak gadis muda yang tergila-gila padanya.
"Apa ini hanya sebuah alasan untuk membatalkan janjimu?" tanya Zester.
"Anggap saja begitu, jadi tolong jangan ganggu aku lagi," pinta Ara.
"Kau tahu di luar sana, banyak wanita yang akan antri jika ada di posisimu sekarang," Zester masih bersikap sombong karena tidak ada dalam kamusnya kata ditolak.
"Kalau begitu, kau minta saja penyembuhan pada wanita yang banyak itu," balas Ara.