Karena penghianatan pacar dan sahabatnya, Zianna memutuskan untuk pindah sekolah. Namun siapa sangka kepindahannya ke SMA Galaxy malah mempertemukan dirinya dengan seorang cowok bernama Heaven. Hingga suatu ketika, keadaan tiba-tiba tidak berpihak padanya. Cowok dingin itu menyatakan perasaan padanya dengan cara yang sangat memaksa.
"Apa nggak ada pilihan lain, selain jadi pacar lo?" tanya Zia mencoba bernegosiasi.
"Ada, gue kasih tiga pilihan. Dan lo harus pilih salah satunya!"
"Apa aja?" tanya Zia.
"Pertama, lo harus jadi pacar gue. Kedua, lo harus jadi istri gue. Dan ketiga, lo harus pilih keduanya!" ucap Heaven dengan penuh penekanan.
Follow IG Author : @smiling_srn27
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Smiling27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. HEAVEN ARSENIO GALVANDER
Seorang cowok tengah tidur telentang di atas kursi panjang terbuat dari kayu. Bukan di rumahnya, melainkan di atas rooftop sekolah. Sejak jam pelajaran di mulai hingga bel istirahat ia masih berada di tempat yang sama. Baginya itu adalah hal yang biasa di lakukan ketika sudah bosan berada di kelas. Bosan mengikuti mata pelajaran, ataupun bosan dengan kebisingan yang terjadi di dalam kelasnya.
Heaven Arsenio Galvander, cowok super dingin, cuek dan tak tersentuh. Memiliki struktur wajah yang nyaris sempurna, dialah most wanted di sekolah. Banyak para siswi yang menggilainya, tapi jangan harap untuk bisa berdekatan dengannya. Cowok itu paling tidak suka dibantah apalagi diganggu, karenanya banyak siswa dan siswi yang memilih menjauh agar tidak memiliki masalah dengannya. Meskipun sebagian siswi sangat menggilai ketampanannya.
"Merepotkan!" gumam Heaven dengan mata yang masih terpejam. Menghela nafas panjang, menyadari seseorang yang ditunggu sejak tadi sudah datang.
Seorang cowok datang dengan tubuh yang sedikit gemetar, berdiri menunduk menghadap Heaven yang masih tidur telentang dengan mata terpejam dan salah satu tangan sebagai bantalan. Wajah cowok itu terlihat pucat. Bukan karena sakit, melainkan karena takut dengan lelaki di hadapannya.
"Lo tahu kenapa gue panggil lo ke sini?" tanya Heaven yang masih setia pada posisinya.
"Gu-gue nggak tahu kenapa lo panggil gue ke sini!" jawab cowok itu terbata. Bukan karena ia tidak tahu, melainkan sangat tahu apa yang membuat Heaven memanggilnya ke tempat ini.
Heaven membuka matanya mendengar jawaban yang sangat tidak memuaskan itu. Ia beranjak duduk lalu menatap cowok itu dengan penuh senyuman, memperlihatkan sebuah lekukan di pipi kirinya. Bukannya lega melihat ketampanan Heaven, cowok bernama Hugo itu malah semakin menciut. Tatapan Heaven sangat dingin hingga menusuk tulang, membuat lututnya terasa lemas seakan tidak bisa menopang tubuhnya lagi.
"Ah, lo nggak tahu ya? Apa perlu gue kasih tahu? Atau, lo cuma pura pura nggak tahu?" Heaven masih berbicara dengan santai, namun tetap dianggap menyeramkan oleh cowok di hadapannya saat ini.
"Gu-gue beneran nggak tahu maksud lo!" Berkilah lagi, mungkin Hugo akan tetap melakukannya sampai Heaven benar-benar marah.
Heaven menatap cowok itu dengan tajam, rahangnya mengeras, kedua tangannya terkepal kuat hingga menunjukkan otot-ototnya. Heaven mulai marah, meski awalnya tidak ingin marah. Rasanya tidak ingin melakukan kekerasan karena itu hanya akan membuang tenaga, tapi cowok itu sangat tidak bisa diajak bicara baik-baik setelah apa yang telah dilakukannya.
"Apa lo pikir gue nggak tahu semua yang lo lakuin ke temen gue?" ucap Heaven mulai meninggikan suaranya. "Lo salah dengan mengusik ketenangan gue!"
"Gue nggak ngelakuin apapun, justru Kenzo yang nyerang gue duluan. Semua orang juga tahu itu!" kilah Hugo lagi.
Yaps semua ini Heaven lakukan untuk sahabatnya, Kenzo. Kemarin sahabatnya itu baru saja mendapatkan skors selama satu minggu dari pihak sekolah, karena telah menyerang Hugo secara tiba-tiba. Bukan cuma itu, Kenzo juga kedapatan menyimpan rokok dan barang terlarang lainnya di dalam tas. Heaven yang tidak percaya, tentu saja langsung mencari tahu siapa yang telah melakukannya. Dan setelah diselidiki, ternyata cowok di hadapannya ini adalah pelakunya.
"Kenzo nggak mungkin nyerang lo tanpa sebab, gue tahu dia!" Heaven mencengkram kerah baju cowok itu kuat, satu tangannya sudah terkepal tepat di depan wajah cowok itu.
"Ada dendam apa lo ke dia sampai masukin bungkus rokok kedalam tasnya?" tanya Heaven yang tidak kunjung mendapat jawaban. "Apa lo mau pukulan tambahan dari gue?!"
Hugo hanya terdiam, lebih tepatnya dia sedang terkejut. Kenapa Heaven bisa tahu kalau dirinya yang telah memasukkan bungkus rokok kedalam tas Kenzo, hingga membuat cowok itu di skors dari sekolah karena rokok itu. Harusnya dari awal ia sudah tahu, resiko yang akan di dapat jika berani mengusik ketenangan Heaven dan para sahabatnya.
"Jawab brengsek!" Heaven memukul wajah cowok itu hingga tersungkur ke belakang, lalu kembali menarik kerah bajunya.
"Gue cuma di suruh, gu-gue dipaksa buat ngelakuin itu. Kalau nggak adek gue jadi korbannya!" Akhirnya Hugo menjawab, meski nada jawaban itu masih sangat meragukan.
"Siapa yang nyuruh lo lakuin itu?" Heaven masih memegang kerah baju cowok itu.
"Anak Gorized! Sebenarnya lo yang jadi sasarannya, tapi gue nggak bisa masukin bungkus itu ke tas lo!"
Heaven melepas cengkraman itu, meski belum puas dengan jawabannya. "Pergi lo dari sini!"
Cowok itu bangkit untuk segera pergi dari tempat itu, sebelum Heaven berubah pikiran dan kembali menyerangnya.
"Ada hubungan apa, lo sama anak Gorized?" Suara Heaven kembali menghentikan langkah Hugo.
"Gu-gue nggak ada hubungan apa-apa dengan mereka!" jawab cowok itu terbata. Tubuhnya bergetar hebat, menunjukkan begitu takutnya ia saat ini.
"Ada, lo juga anggota dari mereka!" Hugo langsung mematung di tempat, hal yang paling di takutkan akhirnya terjadi. Bencana besar untuknya, Heaven sudah tahu tentang dirinya yang juga anggota Gorized.
"Kenapa? Lo kaget kenapa gue bisa tahu?" Heaven mendekat dengan seringainya, lalu memukul kembali wajah cowok itu. Kurang puas rasanya jika hanya memukul satu kali wajah itu.
"Dulu gue emang anggota mereka, tapi gue udah keluar waktu itu. Sumpah!" Hugo mengangkat tangan seolah yang dikatakan tadi adalah kejujuran.
"Lo pikir gue bakal percaya gitu aja?" Ia mencengkram kembali kerah baju Hugo, matanya menatap dengan sorot mata membunuh.
"Gue udah keluar tanpa persetujuan mereka, karena itu mereka ngancam gue lewat adek gue!"
"Gue kasih waktu lo tiga hari buat keluar dari sekolah ini. Kalau nggak lo bakal tahu akibatnya, lo tahu 'kan sebagian besar siswa di sini itu anak Clopster?" ucap Heaven penuh ancaman.
Seorang Heaven tidak mungkin mudah percaya dengan orang lain, karena semua sudah diselidiki olehnya dengan sangat detail sebelumnya. Dan kesalahan Hugo kali ini karena telah meremehkannya sebagai ketua Clopster sekaligus keturunan dari keluarga Galvander.
"Ba-baik gue bakal keluar dari sekolah ini, tapi jangan katakan dulu ke mereka semua!"
"Itu tergantung gimana perilaku lo kedepannya!" Heaven menepuk dua kali pipi cowok itu, menyeringai sejenak sebelum melepaskan cengkeramannya. Namun derap langkah seseorang berhasil mengalihkan atensinya, seorang pria yang sudah memasuki umur kepala tiga tengah mendekat padanya dengan air muka marah.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SINI?" Seorang guru datang lalu berdiri di hadapan kedua cowok itu, nampak jelas di matanya Heaven masih mencengkram kerah baju Hugo. Melihat wajah Hugo yang sedikit lebam, sudah dapat dipastikan kedua muridnya itu baru saja berkelahi.
"HEAVEN, APA YANG KAMU LAKUKAN?" bentak guru bernama Rudi itu sembari mendelik tajam.
Heaven mendorong Hugo hingga terjatuh di lantai dengan tatapan masih menuju Pak Rudi, sudut bibirnya terangkat sebelah lalu mendekati pria yang kini tengah memasang wajah sedikit takut padanya. Wajah garang yang sempat diperlihatkan tadi mendadak hilang, setelah melihat aura dingin yang Heaven tunjukkan.
"Kenapa Pak?" tanya Heaven terkesan santai namun mampu membuat guru di hadapannya meneguk salivanya dengan kasar.
Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Heaven menepuk dua kali dada Pak Rudi, kemudian berlalu meninggalkan rooftop. Urusannya kini sudah selesai, yaitu membasmi tikus kecil di sekolahnya. Tidak ada yang tahu masalah ini selain dirinya, para sahabatnya pun belum ada yang diberitahu olehnya.
*********
Muka Heaven kalo lagi marah.