Dua orang sahabat dekat. Letnan satu Raden Erlangga Sabda Langit terpaksa harus menjadi presiden dalam usia muda karena sang ayah yang merupakan presiden sebelumnya, tutup usia. Rakyat mulai resah sebab presiden belum memiliki pasangan hidup.
Disisi lain presiden muda tetap ingin mengabdi pada bangsa dan negara. Sebab desakan para pejabat negara, ia harus mencari pendamping. Sahabat dekatnya pun sampai harus terkena imbas permasalahan hingga menjadi ajudan resmi utama kepresidenan.
Nasib seorang ajudan pun tak kalah miris. Letnan dua Ningrat Lugas Musadiq pun di tuntut memiliki pendamping disaat dirinya dan sang presiden masih ingin menikmati masa muda, apalagi kedua perwira muda memang begitu terkenal akan banyak hitam dan putih nya.
Harap perhatian, sebagian besar cerita keluar dari kenyataan. Harap bijaksana dalam membaca. SKIP bagi yang tidak tahan konflik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Gadis bermasalah.
"Saya tidak minta di bayar, saya hanya mau hamil." Kata gadis bernama panggilan Bebi itu.
"Enak saja, saya mendekatimu hanya sekedarnya saja." Jawab Bang Lugas tidak terima.
"Kalau begitu tidak usah." Bebi meninggalkan Bang Lugas, wajahnya nampak murung.
Bang Lugas menghela napas panjang melihat punggung Bebi menjauh.
"Dasar aneh." gumamnya, meskipun dalam hati ada sedikit rasa geli sekaligus heran. Permintaan gadis itu terlalu blak-blakan, bahkan untuk ukuran dirinya yang terbiasa dengan dunia malam.
Bang Lugas mengurut keningnya, berpikir. Misi utama masih belum tercapai. Ia tak bisa berlama-lama larut dalam drama kecil. Dengan cepat, pandangannya kembali menyapu keramaian bar, mencari sosok lain yang mungkin lebih kooperatif.
//
Sementara itu, di sudut lain klub, ketegangan antara Bang Erlang, pria yang menghajar, dan wanita yang dipukul semakin memuncak.
"Jangan sembarangan, saya menang judi!" seru wanita itu lagi, suaranya serak menahan sakit. Wajahnya lebam, rambutnya acak-acakan, tapi sorot matanya tajam dan penuh perlawanan. Ia mencoba bangkit, tapi kakinya goyah.
"Menang judi apanya????? Kamu curang..!!! Balikin uangku, jal*ang..!!!!" bentak pria itu, hendak melayangkan pukulan lagi.
Dengan sigap, Bang Erlang menahan tangan pria itu. "Cukup..!!! Jangan main hakim sendiri..!!!" katanya tegas, suaranya berat dan berwibawa, membuat pria itu sedikit terkejut. "Kita selesaikan ini baik-baik. Berapa uang yang dia bawa?"
"Lima puluh juta." Kata pria tersebut.
"Ikut dengan saya..!!!!" Ajak Bang Erlang.
...
Bang Lugas mengedarkan pandangan, ia masih mencari sosok yang mungkin lebih pas daripada seorang 'wanita malam'.
Entah apa yang ada dalam pikiran nya. Entah apa yang di carinya tapi jujur bayang wajah cantik 'Bebi' terus terbayang dalam angannya.
'Dia itu gadis malam, gadis bayaran. Aku sudah tau dosa, tapi kenapa hatiku sebegitu ingin mendekatinya.'
Hati Bang Lugas terus bergumam tidak tenang sampai akhirnya Bang Erlang masuk ke dalam mobil, pria itu membawa wajah datar tapi tidak memungkiri ada kekesalan yang ia sembunyikan.
"Kita pergi dari sini sekarang..!!" ucapnya singkat, tanpa menjelaskan apa yang terjadi di dalam club. Tak lama seorang wanita dan seorang pria menyusul duduk di bangku belakang.
Bang Lugas, yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri tentang Bebi, hanya mengangguk dan menyalakan mesin mobil. Pikirannya bertanya-tanya dan menebak, kemungkinan gadis itu adalah incaran presiden muda di sampingnya.
Suasana di dalam mobil menjadi hening, hanya suara deru mesin dan musik dari klub yang samar-samar terdengar.
"Ada apa? Kok mukamu kusut begitu?" tanya Bang Lugas akhirnya, memecah keheningan. Bang Lugas tidak peduli siapapun di belakang sana.
"Panjang ceritanya. Intinya, saya terlibat masalah dengan mereka yang sedang bertengkar." jawab Bang Erlang, menghela napas. "Ya mereka berdua itu."
Bang Lugas mengerutkan kening. "Mau dibawa ke mana?"
"Entahlah. Saya juga belum tahu," jawab Bang Erlang. "Yang jelas, saya tidak bisa membiarkan pria itu main hakim sendiri. Tapi saya juga tidak tau apa yang harus saya lakukan dengan mereka. Dongkol saya lihat kelakuan si B*****t itu, masa pukul perempuan."
Bang Lugas terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Tenang saja. Saya ada ide."
...
Mobil melaju membelah jalanan ibu kota di malam hari. Di belakang, di kursi bangku belakang, duduk seorang pria dengan wajah berang dan seorang wanita dengan wajah lebam. Keduanya tampak tegang dan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Jadi, mau dibawa ke mana kami?" tanya pria itu, memecah keheningan.
Bang Lugas, yang duduk di kursi pengemudi, melirik pria itu dari kaca spion. "Tenang saja. Kami tidak akan menyakiti kalian. Kami hanya ingin membantu menyelesaikan masalah ini dengan caraaa... baik-baik." Seringai senyum Bang Lugas agaknya membuat nyali pria tersebut sedikit ciut.
Tak terkecuali gadis itu, dia juga nampak takut dan gelisah.
"Menyelesaikan masalah bagaimana? Dia sudah membawa kabur uangku..!! Kembalikan saja uangnya dan selesai perkara." seru pria itu, menunjuk wanita di sebelahnya.
"Saya tidak membawa kabur uangmu..!!! Saya menang judi!" balas wanita itu, suaranya serak.
"Cukup..!!! Jangan bertengkar lagi...!!!!" bentak Bang Erlang dari kursi depan. Suaranya menggelegar di seisi mobil. "Kita akan menyelesaikan ini di tempat yang aman dan netral."
Mobil akhirnya berhenti di sebuah gudang tua. Disana banyak terkumpul bangkai besi-besi rongsokan tua terbengkalai. Bang Lugas memarkirkan mobil dan mengajak semuanya turun.
Banyak orang di sana tapi setelah melihat Bang Lugas, mereka memilih pergi jauh dan menghindar.
"Ayo, kita bicara baik-baik di sini," kata Bang Lugas, menunjuk meja kosong di sudut gudang.
Mereka berempat duduk di meja itu. Tak lama ada yang menyuguhkan kopi untuk semuanya, sementara Bang Lugas mulai membuka percakapan.
"Oke, sekarang ceritakan semuanya dari awal. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bang Lugas dengan nada tenang.
Pria itu, yang bernama Bendot, mulai bercerita tentang bagaimana ia merasa ditipu oleh wanita itu, yang bernama Anindyta dalam sebuah permainan judi. Di sisi lain bersikeras bahwa ia menang secara jujur dan tidak melakukan kecurangan apa pun.
Bang Erlang dan Bang Lugas mendengarkan dengan seksama, mencoba mencari celah kebenaran di antara kedua cerita yang saling bertentangan.
"Menurutmu piye, Lang?" tanya Bang Lugas setelah Bendot dan Nindy selesai bercerita.
Bang Erlang menghela napas. "Saya tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi yang jelas, kekerasan bukanlah solusi. Kita harus mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah ini."
Tiba-tiba, Bang Lugas tersenyum licik. "Saya ada solusi. Bagaimana kalau kita adakan permainan judi lagi? Tapi kali ini, saya yang jadi bandarnya."
Semua orang terkejut mendengar usulan Bang Lugas. Termasuk Bang Erlang. "Apa? Kamu gila?" seru Bang Erlang.
"Tenang saja. Saya tau apa yang saya lakukan," jawab Bang Lugas dengan nada misterius. "Dengan cara ini, kita bisa mencari tahu siapa yang sebenarnya curang dan siapa yang jujur."
Bendot dan Nindy saling pandang, tampak ragu. Namun, setelah mempertimbangkan semua opsi, mereka akhirnya setuju dengan usulan Bang Lugas.
"Baiklah. Saya ikut," kata Reno, dengan nada penuh tantangan.
"Aku juga," timpal Nindy bersemangat, dengan sorot mata yang tajam.
Bang Lugas tersenyum lebar. "Kalau begitu, mari kita mulai permainannya..!!"
.
.
.
.
Tolong beri respon ya, semua🤗🥰😘😘🙏🙏
.
.
.
.