NovelToon NovelToon
Terperangkap Dimensi Lain

Terperangkap Dimensi Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Akademi Sihir / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:411
Nilai: 5
Nama Author: Sunny Rush

Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Pusaran hitam itu muncul perlahan, memecah keheningan pagi di dunia duplikat.

Angin berdesir pelan, membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

Elara, Mira, Dorion, Brian, dan Lysandra langsung berhenti tubuh mereka kaku, pandangan menatap pusaran itu yang kini terbuka di atas danau.

Dari dalamnya, muncul beberapa sosok yang mereka kenali ,para tetua, penjaga, dan bahkan... bayangan orang tua Arsen.

Duplikat mereka berdiri di dekat pepohonan, tenang, tidak bergerak seperti boneka hidup yang hanya berfungsi untuk menipu mata.

Mereka berlima menahan napas, menunggu sampai semua sosok itu menghilang ke dalam hutan.

Begitu suasana kembali hening, Mira langsung berbisik pelan, “Kenapa mereka kesini?”

“Menemukan anaknya, lah.” jawab Elara santai, tapi nadanya getir.

“Mereka asli?” tanya Lysandra, suaranya sedikit gemetar.

“Ya,” jawab Brian datar, tapi matanya gelap. “Dan sepertinya mereka membawa orang-orang kesini untuk tinggal di dunia duplikat ini.”

“Maksudnya?” Elara memiringkan kepala, bingung seperti biasa.

Brian menghela napas dalam. “Mereka ingin menggantikan dunia kita dengan dunia ini. Dunia buatan ini akan menyerap energi dunia asli, dan ketika orang-orang asli tinggal terlalu lama di sini, tubuh dan pikiran mereka akan hancur… lalu mereka akan kehilangan kendali.”

Elara menatapnya dengan wajah datar. “Terlalu rumit.”

Dorion menahan tawa kecil. “Itu artinya kalau mereka terus di sini, dunia kita bakal hancur, El.”

“Oh gitu ya, kenapa gak bilang dari tadi aja?” ucap Elara sebal sambil berjalan ke tepi danau.

Ia menatap air yang tenang itu, lalu berteriak sambil menyalurkan energinya, “Hei Pak Tua! Aku punya sesuatu!”

Air danau itu bergolak hebat, memunculkan pusaran besar berwarna ungu gelap. Energi iblis, luminara, dan veyra bercampur menciptakan pantulan cahaya yang aneh di wajah Elara.

Ia menarik sebuah buku dari balik bajunya buku yang dulu diberikan Arsen.

Halamannya bergetar seolah merespons panggilannya.

“Dorion,” katanya pelan tapi tegas. “Kamu bisa bikin kloningan kita?”

Dorion menatapnya heran. “Elara, maksudmu?”

“Buat kloningan kita berlima dan biarkan mereka tetap di sini,” ucap Elara mantap. “Kita akan pergi mencari petunjuk… mencari kebenaran di tempat para leluhur.”

Lysandra mengangkat alis. “Apa kita akan benar-benar menemui mereka?”

Elara menatap pusaran di danau itu dengan mata yang bersinar ungu lembut. “Ya. Kita akan minta jawaban langsung dari mereka.”

Dorion menatap Elara dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Kamu sadar gak sih, setiap ide kamu selalu berujung chaos?”

Elara hanya menyeringai. “Ya, tapi chaos-ku selalu berhasil.”

Dorion mengangkat tangan, menyalurkan sihirnya lima cahaya gelap muncul dari tanah, membentuk sosok kloningan mereka masing-masing yang perlahan hidup, meniru setiap gerakan dan energi mereka.

Sementara itu, Elara menatap danau yang mulai berputar cepat. “Kalau gitu jangan kelamaan. Ayo, waktunya berpetualang!” serunya dengan semangat khasnya, melompat lebih dulu ke dalam pusaran itu.

Mira menjerit kecil tapi akhirnya ikut, diikuti Dorion, Lysandra, dan Brian yang menggeleng tak percaya namun tetap melompat masuk.

Ketika mereka tersadar, tanah di bawah mereka dingin, berdebu, dan udara terasa berat. Langitnya kelabu , seperti dunia yang berhenti di antara waktu.

Bangunan hitam menjulang di kejauhan, penuh ukiran kuno klan iblis.

Elara berdiri perlahan, menatap sekeliling, lalu bergumam, “Tempat ini… aku pernah lihat di ingatanku.”

Dorion menatapnya serius. “Kita di tempat leluhur Klan Iblis. Tempat pertama kali mereka memanggil api abadi dan menciptakan sihir bayangan malam.”

Lysandra melangkah maju, mengusap dinding batu dengan jemarinya. “Dan juga tempat pertama perjanjian darah antar klan dilakukan…”

Mira menatap ke arah altar hitam di tengah aula besar itu. “Kalian dengar itu?”

Suara bergaung lirih di kejauhan, seperti bisikan roh tua “Pewarisku... kau datang membawa kebenaran atau kehancuran?”

Elara menegakkan tubuhnya, menggenggam buku erat di dadanya.

Matanya menyala lembut, dan untuk pertama kalinya… tak ada gurauan yang keluar dari mulutnya.

“Tidak tahu,” katanya lirih. “Tapi aku datang untuk menghentikan semuanya.”

Udara di ruang leluhur itu semakin berat.

Langit-langit batu mulai bersinar dengan simbol merah tua, seolah menyambut kedatangan mereka berlima.

Tiba-tiba suara bergema memenuhi seluruh ruangan dalam, bergema, seperti dari dasar bumi.

“Pewarisku… tunjukkan nilai kalian. Hanya yang layak akan mendengar kebenaran.”

Cahaya menyambar.

Lima lingkaran sihir muncul di bawah kaki mereka, memisahkan satu sama lain.

“Astaga, jangan bilang ini tes,” keluh Elara sambil menatap tanah di bawahnya yang mulai bergetar.

“Ya ampun, kenapa tiap kali ikut kamu pasti berakhir kayak begini,” ucap Mira dari lingkaran sebelah, wajahnya panik.

“Tenang, aku jagain kamu,” ujar Dorion dengan nada menggoda.

Mira melotot, “Jagain? Kamu aja belum tentu selamat!”

Dorion cuma tersenyum, “Kalau gitu kita selamat bareng, kan romantis?”

“Dorion!” bentak Mira sambil menahan tawa gugup.

Ujian pertama dimulai.

Dari lingkaran masing-masing, muncul proyeksi diri mereka sendiri bayangan yang mewakili sisi gelap mereka.

Elara langsung menunjuk bayangannya yang tersenyum sinis.

“Wah, ini versi aku yang lebih cakep.”

Bayangan itu menyeringai, “Aku versi yang gak takut apapun. Kamu cuma pecundang yang selalu ngumpet di balik lelucon.”

Elara mendecak. “Wah, mulutmu lebih tajam dari pedang.”

Sebelum bayangan itu sempat menyerang, Brian sudah muncul di sisinya entah bagaimana lingkaran mereka bersentuhan.

“Geser dikit, aku bantu.”

“Siapa suruh bantu? Aku bisa sendiri!”

“Bisa dari Hongkong!” sahut Brian datar sambil mengangkat tangan, menahan serangan energi yang mengarah ke Elara.

“Jangan ngatur-ngatur!”

“Kalau gak mau diatur, jangan bodoh!”

Mereka berdua terus berdebat… sambil bertarung bahu-membahu melawan bayangan Elara yang menyerang dengan ganas.

Dari luar, mereka tampak seperti pasangan yang kompak ,meski suaranya penuh makian dan sindiran.

“Cepat, serang titik intinya!” teriak Brian.

Elara melompat, menghantam bayangan itu dengan energi cahaya dan bayangan yang bergabung, menciptakan ledakan ungu keperakan.

Bayangan itu menghilang, tapi sisa energinya mengalir masuk ke tubuh Elara.

Brian menatapnya lama, lalu berucap pelan, “Kamu kuat, cuma terlalu banyak ngomong.”

Elara menatap balik. “Dan kamu terlalu dingin, tapi makasih.”

Brian cuma mengalihkan pandangan, tapi sedikit senyum muncul di ujung bibirnya.

Sementara itu, Mira dan Dorion menghadapi ujian mereka sendiri.

Bayangan Mira berubah menjadi dirinya yang ragu-ragu dan takut gagal.

“Aku gak bisa…” gumam Mira, melihat bayangannya yang menangis.

Dorion muncul di belakangnya, menyentuh bahunya pelan.

“Dengar, kalau kamu terus takut, bayangan itu gak akan hilang. Lihat aku.”

Mira menatap Dorion mata mereka bertemu.

Dorion tersenyum lembut, berbeda dari biasanya. “Kamu gak sendiri. Aku di sini.”

Mira menarik napas dalam, lalu mengangkat tangannya.

Energi angin berputar, melingkari mereka berdua, menciptakan pusaran lembut yang memukul mundur bayangannya.

Dorion menambahkan kekuatan iblisnya, membuat pusaran itu berubah menjadi badai biru gelap yang menyelimuti mereka.

Bayangan itu menghilang perlahan.

Mira menunduk, bahunya masih gemetar.

Dorion mendekat, menepuk kepalanya ringan. “Lihat? Aku bilang juga kamu bisa.”

Mira menatapnya, wajahnya memerah. “Jangan pikir aku akan berterima kasih.”

Dorion terkekeh. “Kalau gitu aku anggap itu ucapan terima kasih dalam bahasa Mira.”

Mira menatapnya tajam, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan.

Lysandra, yang biasanya keras kepala, justru menangis saat menghadapi bayangan dirinya yang penuh ambisi dan kesombongan.

Sementara itu, Brian dan Elara sudah menyatukan lingkaran mereka, membantu Lysandra menyegel sisi gelapnya.

Setelah semuanya usai, ruangan kembali sunyi.

Dari tengah aula, muncul sosok kabut berwujud perempuan tua dengan mata merah menyala Roh Leluhur Klan Iblis.

“Kalian telah menyeimbangkan cahaya dan bayangan dalam diri masing-masing. Tapi ujian terakhir belum selesai.”

Elara menghela napas. “Tentu belum. Kalau selesai, gak seru.”

Roh itu menatapnya, sedikit tersenyum. “Kau… pewaris sejati. Tapi jalanmu belum berakhir, Elara Sheraphine”

Elara menatapnya bingung. “Aku? Pewaris?”

Roh itu hanya berbisik pelan sebelum menghilang ke udara:

“Cari api abadi. Di sana kebenaran dan kehancuran bersatu.”

Hening.

Elara menatap yang lain. “Oke, berarti… petualangan berikutnya kita ke tempat api abadi.”

Brian menghela napas panjang. “Kamu ini, kayaknya dunia gak bakal tenang sebelum kamu berhenti ngomong.”

Elara tersenyum. “Dan kamu kayaknya gak bakal berhenti jagain aku, kan?”

Brian menatapnya lama, tanpa kata.

Dorion menyenggol Mira pelan, berbisik, “Kayaknya kita nonton rom-com gratis.”

Mira melotot, tapi senyum kecil di wajahnya gak bisa disembunyikan.

Api kecil menyala di altar leluhur.

Langit merah menyala di atas mereka tanda bahwa perjalanan baru saja dimulai.

1
Flynn
Ngakak!
Melanie
Romantis banget!
Android 17
Jlebbbbb!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!