NovelToon NovelToon
Terperangkap Dimensi Lain

Terperangkap Dimensi Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Fantasi Isekai / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Sunny Rush

Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Udara di sekitar mereka bergetar halus, tapi terasa menekan setiap tarikan napas. Batu besar itu berdenyut, seperti jantung raksasa, dan setiap detaknya menyentuh ingatan paling dalam mereka.

Elara menutup mata sejenak. Tubuhnya gemetar. Segala mimpi, penglihatan, dan perasaan yang ia alami selama di dunia kloning, refleksi, dan dunia nyata bertabrakan.

Ia melihat wajah ibunya Lyviane menatapnya dengan senyum yang hangat tapi sedih. Ia melihat ayahnya, Kaen, menunduk dengan wajah tegas namun lembut.

Lalu muncul bayangan Brian dan Arsen namun bukan seperti sekarang, melainkan sosok mereka dari masa lalu, dari dunia duplikat yang dulu hampir menghancurkan semuanya.

Sebuah bisikan terdengar di kepalanya:

“Elara… anakku… jangan menyerah…”

Tubuhnya bergetar hebat. Tangan Elara terangkat secara refleks, seolah ingin menyentuh seseorang, tapi tidak ada siapa pun di depannya.

Arsen berdiri di sampingnya, menahan dadanya. Ia merasakan gelombang energi yang asing mengalir melalui tubuhnya energi itu menyingkap semua keraguan dan ketakutan yang ia sembunyikan selama ini. Tatapan dinginnya yang biasa kini berubah menjadi gelisah, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan beban takdir yang menekan bahunya.

Brian berdiri sedikit di belakang, wajahnya biasanya dingin dan acuh, kini menunjukkan kerutan serius. Ia merasakan bayangan masa lalu, kekuatannya yang tak terkontrol, dan konsekuensi dari setiap tindakannya selama ini. Ada rasa bersalah dan pertanyaan tentang keputusannya terhadap Elara yang kini menekan pikirannya.

Semuanya terdiam, hanya suara detak batu besar yang memenuhi udara. Setiap detak seakan menyayat hati mereka:

Elara merasakan pertentangan antara dunia manusia dan dunia klan iblis, antara hatinya dan tanggung jawabnya.

Arsen merasakan ketakutan dan kesetiaan yang saling bertabrakan, antara menjaga66 Elara dan menghormati jodoh yang dibuat tanpa keinginannya.

Brian merasakan kekacauan emosional yang tidak pernah ia izinkan pada dirinya sendiri, pertanyaan tentang rasa ingin melindungi dan rasa bersalah yang mengikatnya pada Elara.

Bayangan mulai menari di sekitar mereka, kilatan cahaya merah dan putih bercampur, membentuk simbol kuno yang menyerupai tanda di pergelangan tangan mereka. Setiap simbol berdenyut perlahan, seakan membaca hati dan jiwa mereka.

Elara membuka mata perlahan. Pandangannya bertemu dengan Arsen, lalu Brian. Tanpa kata, ketiganya merasakan ikatan yang tak terlihat, energi yang tidak hanya mengikat tangan mereka, tapi juga jiwa mereka.

Detik-detik itu terasa panjang seakan dunia menahan napas mereka, menunggu keputusan batin masing-masing sebelum menghadapi kenyataan yang lebih besar.

Kita pertahankan suasana tegang, magis, dan sedikit emosional, karena ini adalah titik awal mereka mulai sadar bahwa hubungan mereka bukan sekadar takdir tapi ujian dari leluhur mereka sendiri.

Cahaya dari batu besar itu bergetar semakin kuat. Tanah di bawah kaki mereka retak perlahan, dan udara berubah dingin dingin yang menusuk sampai ke tulang.

Elara menatap batu itu. Di permukaannya mulai muncul retakan cahaya merah keunguan, seperti urat nadi hidup yang berdenyut. Dari celah itu, sesosok siluet muncul tidak sepenuhnya berbentuk manusia, tapi memiliki wajah yang samar-samar menyerupai sosok kuno dengan dua mata menyala lembut.

“Keturunan… dari darah yang terikat oleh perjanjian lama…”

“Tiga jiwa… satu garis takdir…”

Suara itu terdengar berat, menggema di kepala mereka, bukan di telinga.

Elara mundur satu langkah.

“Siapa… kau?” suaranya bergetar, tapi matanya tetap fokus.

“Aku… penanda batas. Penjaga keseimbangan antara dunia kalian dan dunia cermin…”

Arsen menatap sosok itu dengan wajah tegang. “Kenapa kami dibawa kesini lagi?”

“Karena takdir kalian belum selesai… Dunia duplikat tidak lagi sekadar bayangan kini ia hidup, bernafas dari energi kalian sendiri…”

Cahaya di batu itu makin terang. Tiba-tiba, bayangan masing-masing dari mereka muncul di depan diri mereka sendiri.

Bayangan Elara terlihat berbeda dingin, matanya hitam penuh, dengan ekspresi angkuh seperti iblis murni.

Bayangan Arsen tampak seperti dirinya yang dulu, penuh kemarahan dan haus kekuasaan.

Sedangkan bayangan Brian… hanya berdiri diam, tapi tatapan matanya tajam, mengancam, seperti menahan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

“Untuk bisa keluar dari dunia duplikat ini… kalian harus mengalahkan bayangan diri kalian masing-masing.”

“Tapi hati-hati… semakin kalian melawan tanpa memahami mereka, semakin kalian akan lenyap bersama bayangan itu.”

Batu bergetar keras. Angin menghempas, dan dalam sekejap mereka terpisah oleh kabut pekat.

Elara berteriak, “Arsen! Brian!” tapi suaranya hanya menggema tanpa jawaban.

Kini ia berdiri sendirian, berhadapan dengan dirinya sendiri.

Bayangan itu menatapnya dengan senyum miring.

“Kamu selalu ingin jadi pahlawan, kan? Tapi kamu cuma gadis yang takut sendirian…”

Elara menggertakkan gigi, tubuhnya bergetar, tapi kali ini bukan karena takut melainkan karena marah.

Ia tahu, untuk bisa keluar dari sini, ia harus menghadapi bagian dirinya yang selama ini ia tolak.

...

Elara memejamkan mata saat cahaya putih yang menelan kabut itu perlahan mereda. Saat ia membuka matanya, udara di sekelilingnya berubah lembut, hangat, seperti waktu berhenti.

Hening… hanya ada desiran angin dan gema langkah kakinya sendiri.

“Elara…”

Suara lembut namun tegas itu terdengar di belakangnya.

Elara menoleh cepat dan di sana berdiri Lyviane, ibunya, mengenakan jubah putih dengan jalinan emas di sisi lehernya. Matanya teduh, tapi memancarkan kekuatan yang membuat udara bergetar pelan.

“Ibu…” suara Elara tercekat. Ia berlari kecil, ingin memeluk, namun tubuh Lyviane memudar seperti kabut cahaya.

“Jangan, sayang. Ibu tidak bisa lama di sini. Dunia duplikat ini hampir runtuh.”

Elara menatap sekeliling, dan baru sadar oh kdi langit mulai terbentuk retakan, seperti kaca pecah yang menggantung di udara.

“Apa yang terjadi? Kenapa kami dibawa lagi ke sini, Bu? Kami sudah di dunia nyata!”

Lyviane menatapnya dalam-dalam.

“Kalian memang sudah keluar, tapi masih terikat oleh energi duplikat yang belum hancur. Dunia refleksi itu masih menyalin kalian.

Jika tidak dihancurkan sekarang, dunia asli akan ikut terkikis… termasuk semua yang kalian cintai.”

Elara menelan ludah, menatap ke bawah.

“Ibu… aku takut. Aku bahkan tidak tahu bagaimana menghancurkannya.”

Lyviane tersenyum lembut.

“Kamu tidak sendiri, Elara. Arsen, Brian, Mira, Dorion, dan Lysandra mereka semua adalah bagian dari keseimbanganmu.

Tapi kamu yang menjadi kuncinya.”

“Kenapa aku, Bu? Kenapa bukan Arsen? Bukankah dia pewaris klan iblis?”

“Karena kamu… lahir dari dua cahaya yang bertentangan. Kamu adalah penutup dari perjanjian lama dan satu-satunya yang bisa menutup portal itu untuk selamanya.”

Elara menunduk, air matanya jatuh.

“Tapi itu berarti aku harus meninggalkan akademi, meninggalkan mereka semua, kan?”

Lyviane menatap lembut, wajahnya mulai bercahaya semakin terang.

“Kamu harus kembali ke tempat asalmu sebelum portal benar-benar tertutup.

Jika kamu tertinggal… kamu akan terperangkap di antara dua dunia, dan tak akan diingat siapa pun.”

Elara menatap ibunya tak percaya.

“Tidak mungkin… aku baru saja mendapat semuanya.”

Lyviane menatapnya penuh kasih, lalu menatap langit yang mulai retak.

“Ibu tahu, sayang… tapi ini takdir yang sudah terjalin jauh sebelum kamu lahir.

Hancurkan dunia duplikat ini bersama teman-temanmu. Setelah itu pergilah.

Kembalilah sebelum semuanya terlambat.”

Suara Lyviane mulai memudar bersama cahaya tubuhnya.

“Dan ingat, Elara… cinta sejati tidak akan lenyap meski waktu dihapus.

Mereka akan mencarimu… bahkan di dunia yang sudah terlupa.”

Cahaya putih itu menelan sosok Lyviane sepenuhnya.

Elara memanggil dengan suara serak, “Ibu!”

Namun hanya gema suaranya sendiri yang tersisa.

Elara berlari menembus kabut yang mulai menipis. Di depan sana, ia melihat Arsen, Brian, Mira, Dorion, dan Lysandra sudah berkumpul bersama para siswa lain.

Langit bergemuruh, dan dari batu besar di tengah lapangan, muncul simbol berputar yang sama dengan yang mereka lihat di mimpi dulu.

Brian melirik Elara yang datang dengan napas terengah.

“Kamu kemana aja?”

Elara menatap mereka semua, matanya bergetar, suaranya nyaris berbisik.

“Kita harus menghancurkan semuanya… sebelum portal tertutup.”

Arsen menatapnya serius. “Kamu yakin?”

Elara menatap langit yang semakin retak, lalu ke batu besar yang bersinar ungu.

“Aku baru saja melihat ibuku. Ini terakhir kalinya kita bisa menyelamatkan dunia asli. Kalau kita terlambat… kita semua akan lenyap.”

Suasana jadi tegang.

Mira menatap Elara dengan mata berkaca-kaca. “El… jangan bilang kamu...”

Elara tersenyum samar.

“Iya, aku harus pergi nanti… Tapi sebelum itu, ayo selesaikan semuanya dulu.”

Brian memalingkan wajahnya, tapi jemarinya mengepal kuat.

“Jangan terlambat, Elara. Sekali kamu hilang di antara dua dunia, kita gak akan bisa nyusul.”

Elara menatap mereka satu per satu dan untuk pertama kalinya, tatapannya tak ragu lagi.

“Kita akan menghancurkan dunia ini. Bersama-sama.”

Langit bergetar keras. Batu besar di tengah lapangan pecah, mengeluarkan cahaya gelap berpusar.

Dan di tengah pusaran itu, muncul bayangan Sosok leluhur keluarga Ardan, dengan senyum tipis di wajahnya.

“Akhirnya… keturunan sejati datang untuk mengakhiri takdir mereka.”

1
Flynn
Ngakak!
Melanie
Romantis banget!
Android 17
Jlebbbbb!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!