NovelToon NovelToon
Hot Couple: Cerita Cinta Inara Season 2

Hot Couple: Cerita Cinta Inara Season 2

Status: tamat
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Patahhati / Pelakor / Keluarga / Romansa / Tamat
Popularitas:336.4k
Nilai: 5
Nama Author: Juliana S Hadi

NOVEL DEWASA

Fase kedua dalam kehidupan percintaan.
Seberapa mampu kita bertahan dan mempertahankan cinta dan rumah tangga?
Bukankah badai pasti berlalu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juliana S Hadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perfect Night

Aku tahu, kau menunggu cerita tentang Malam Pertama ini sejak awal, bukan? Baiklah, simak ceritaku.

Hari itu tanggal 14 Mei.

Tepat satu bulan pernikahan kami.

Tepat enam minggu pasca operasi Reza, bahkan kau bisa menyebutnya empat puluh hari lebih sedikit -- setelah operasi.

Tepat pada hari kamis -- malam jumat.

Dan tepat ketika aku selesai menstruasi.

Reza ingin mewujudkan malam spesial itu untukku, sebab itu dia ingin mengajakku ke Ranau, OKU Selatan -- atas gagasan ibuku. Ya pasti, karena Reza tidak mungkin tahu apa pun tentang OKU Selatan, apalagi Danau Ranau dan pemandangan gunungnya -- tempat yang sangat dingin di sepanjang malam. Kami berangkat rombongan -- bersama sepupu-sepupuku, Zaza, Zizi, Zia, dan keluarganya masing-masing, ibuku juga ikut. Kami bermaksud bermalam di rumah pamanku, sepupu ibuku -- anak dari saudara laki-laki nenek.

Wajah Reza sangat berseri-seri. "Malam pertama, malam jumat, dengan suasana romantis. Pasti sangat perfect," katanya berbisik, malu bila itu di dengar oleh ibuku. "Besok kamu benar-benar sudah selesai, kan, datang bulannya?"

Aku hanya melontarkan senyum. "Berhentilah berceloteh. Aku takut nantinya malah tidak sesuai ekspektasiku."

"Wait and see...," katanya. "Perjalanan sangat jauh, mending kita sandaran dan tidur. Biarkan Pak Supir ditemani oleh istrinya." Reza terkekeh, sementara Zia memonyongkan bibir.

Kami butuh waktu berjam-jam untuk sampai ke tempat tujuan, maklum saja, waktu itu belum ada akses jalan tol untuk menuju ke sana, dan kami juga harus beberapa kali mampir di masjid-masjid pada jam salat, terlebih kami tidak bisa mengebut laju kendaraan kami sebab kami membawa pasien bandel, belum boleh pergi jauh-jauh karena ia belum boleh terlalu lama berkendara, tapi dia ngeyel. Bahkan dia tidak menepati jadwal check up pasca keluar dari rumah sakit. Nanti saja katanya kalau kami sudah kembali ke Pulau Jawa. Akhirnya kami sampai di rumah pamanku saat hari sudah benar-benar gelap dan kami langsung beristirahat.

Beberapa jam berlalu, perlahan langit gelap berganti dengan semringah fajar yang menggoda dari balik tajuk pepohonan. Hari ini sinar mentari bersinar cerah, berpayungkan formasi awan yang indah dan langit yang biru. Suasana baru yang amat nyaman.

"Sayang?"

"Emm? Kenapa?"

"Hari ini kamu benar-benar sudah selesai, kan, menstruasinya?"

Hah! Ampun... dia sudah sangat tidak sabar. "Iya, Mas. Sudah. Ini aku belum batal puasa. Sabar, ya. Tunggu malam."

Dia tersipu malu, lalu menutupi wajahnya dengan bantal.

"Jalan-jalan, yuk?" ajakku.

Reza pun setuju. Aku mengajaknya ke pemandian air panas, lalu duduk-duduk santai menikmati indahnya Danau Ranau dan keindahan Gunung Semuning dari tepi danau.

"Melamunkan apa?"

"Batu itu," sahutku.

"Kamu mau foto di sana?"

Aku menggeleng. "Tidak," kataku. Aku diam sejenak. "Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan menginjakkan kakiku di sini, apalagi sampai melihat batu besar itu. Tempat ayah dan Bunda pernah berfoto mesra. Batunya masih ada, tapi kemesraan mereka, cinta mereka, justru sudah lama punah."

"Lalu?"

Lagi. Aku menggelengkan kepala. "Tidak ada," kataku dengan kesan seolah putus asa. "Lebih baik kita pulang. Aku harus bantu yang lain menyiapkan menu untuk berbuka."

Tetapi Reza menggeleng. "Khusus malam ini kita akan menginap di cottage," katanya. Euwww... senyumnya lebar sekali.

"Cottage? Berdua?"

Ah... sekarang giliranku yang tidak bisa menahan senyum. Aku jadi tidak sabar.

"Ayo," kataku dengan semangat empat lima. Dan saat itu aku mulai menyadari bahwa: Ranau, rumah pamanku, dan acara temu keluarga itu hanya sekadar untuk menutupi supaya aku tidak curiga bahwa ia sedang menyiapkan kejutan ini untukku, malam impianku.

Butuh waktu dua jam lebih sedikit bagi kami untuk sampai ke cottage yang sudah dipesankan Ari, di sekitar wilayah Pantai Krui, Pesisir Lampung Barat. Tidak terlalu jauh dari wilayah Ranau, tapi wilayahnya sudah di luar Sumatera Selatan.

Pada jam salat tarawih, Reza, Hengky, Dimas, dan Ari menyempatkan diri untuk salat tarawih ke masjid. Di saat itulah Zaza dan Zia membantuku mempersiapkan diri. Sementara Zizi dan sepupu-sepupuku yang lain -- anak-anak pamanku -- berbagi tugas untuk mempersiapkan persiapan lainnya. Juga ibuku diminta untuk menjaga dua keponakanku yang lucu-lucu. Awalnya, aku yang tidak tahu apa-apa tentang rencana itu sempat tercengang begitu Zaza dan Zia mengeluarkan mekap dan gaun pengantinku -- gaun putih yang dirancangkan Mayra khusus untukku. Kukira aku tidak akan pernah memakai gaun itu, bahkan aku sudah mengembalikannya kepada Mayra. Tapi siapa sangka, Reza menyiapkan kejutan malam spesial ini untukku sejak sebulan yang lalu. Dia mengambil lagi gaun itu dari Mayra.

"Gaun yang cantik," gumamku. Kain sutranya mendesir di kulitku saat aku mengenakannya. Aku butuh waktu lama mengikat bagian atas gaun itu karena tanganku gemetaran, tapi akhirnya aku siap.

Aku berbalik dan mematut diri di depan cermin, sempurna. Gaun itu sama cantiknya dengan saat pertama kali kukenakan. Benar-benar dibuat khusus untukku.

"Huh! Mas Reza mesti memberikan upah yang setimpal untuk ini, ya kan, Bunda?" kata Zaza. Ibuku tersenyum.

Semringah. "Terima kasih," kataku. "Kalian semua bersedia menyiapkan ini untukku."

Zia mengangguk. "Meski perjalanan cintamu cukup banyak rintangan, kamu harus bersyukur karena bisa bersamanya. Dia sangat mencintaimu." Aku pun balas mengangguk dan tersenyum.

Sesaat kemudian, Zizi pun datang dan mengabarkan semuanya sudah oke. Dan sialnya, mereka menutup mataku dan memintaku menurut saja ke mana pun mereka akan membawaku. Yeah, aku menurut.

Kakiku gemetaran saat aku menyusuri jalan setapak dengan mata tertutup. Perutku rasanya diaduk-aduk -- aku gugup. Pun terpaan embusan angin yang cukup kencang dan alunan merdu Westlife dalam Beautifull In White -- mengiringi setiap langkah yang kuambil, aku menjadi sangat dekat dan semakin dekat dengan kenyataan yang menungguku hanya beberapa meter lagi.

"Kita sudah sampai," bisik Zaza. Dia melepaskan penutup mataku. Dan...

Reza berdiri di sana, di depanku, dengan buket mawar di tangannya. Ia mengenakan tuksedo warna hitam dengan kemeja putih dan dasi gelap. Rambutnya disisir dan terikat dengan rapi. Dan mata hitamnya tampak terang berkilat -- memancarkan kebahagiaan. Ia melangkah -- menghampiriku.

Aku menahan napas.

"Kamu," bisiknya, mengangkat satu tangannya ke dekat pipiku, "Sosok paling cantik yang pernah kulihat."

Kemudian dia menyentuhku. Sumpah demi apa pun, gelombang perasaan yang mengejutkan melandaku, kudekatkan wajahku ke telapak tangannya, memejamkan mata -- seperti anak kucing yang minta dibelai.

Sulit bagiku untuk memercayai momen seperti ini terjadi -- bahwa sebulan yang lalu kami sudah menikah dengan sederhana -- tapi akhirnya momen ini terjadi juga dalam hidupku, meski hanya disaksikan oleh sepupu-sepupuku dan tanpa melempar bunga, sebab kata Reza bunga itu khusus untukku bukan untuk diberikan kepada orang lain. Yeah, rasanya sulit dipercaya. Kubuka mataku lalu menyentuh jasnya, naik ke bahunya, ke rambutnya. Aku menjangkaunya... tubuhnya kokoh. Mempelai priaku yang tampan.

Reza meraihku pada saat yang sama. Ia menangkup bagian belakang kepalaku, dan gelombang emosi yang manis dengan cepat menenggelamkanku. Dengan tangannya yang lain ia menyentuh pipiku, hidungku, bibirku, daguku. Ia menyentuh setiap bagian wajahku yang bisa disentuhnya. Dengan perlahan. Menyiksa. Dan sepanjang waktu itu aku merasa gila, terbakar api dari dalam yang mencuatkan seluruh hasratku.

Aku menengadah. Kumohon....

Dan Reza mengerti. Ia menciumku -- dengan sepenuh cinta. Aku tersesat.

Oh, mungkin kami akan berciuman lebih lama seandainya Zaza tidak melerai, "Hei, Sist. Potong kuenya dulu."

Aku tertawa, Reza pun tertawa. "Baiklah," kataku.

Setelah memotong kue, kami berdansa -- suatu hal yang membuat malam itu semakin sempurna: dengan cahaya lampu-lampu hias, alunan merdu You Are The Reason - Colum Scott, dan gaun putihku yang juga mengembang dengan sempurna. Omong-omong, Reza cukup bandel sekali malam itu, aku tidak masalah kalau kami hanya berdansa dengan gerakan-gerakan monoton, tetapi Reza malah sempat dua kali mengangkat tubuhku dan memutarku dalam gendongannya, persis seperti dansa kami di Pantai Geger waktu itu. Indah dan sempurna. Sungguh, aku senang, aku memang mendambakan kesempurnaan dalam dansa pernikahan, tapi itu juga membuatku takut. Dia yang mempunyai bekas jahitan operasi, tapi justru aku yang berdebar-debar mengkhawatirkan keadaannya.

"Aku tidak apa-apa," bisiknya, setelah ia menciumku -- sesaat ketika dansa itu berakhir. "Kita akan melewati momen romantis ini setiap tahun, di malam ulang tahun pernikahan kita." Kemudian dia memelukku. "I love you. I love you so much. Aku sangat mencintaimu."

1
Ayu Wardhanii
,
16/06/1977
Luar biasa
Dina Sutarlim
bagus
sum mia
ya ampuuunnn.... aku ngakak baca bab ini , sumpah kayak orang sinting yang ketawa ketiwi sendiri , bahagianya andai bisa diantara mereka yg gesrek yg selalu bikin ketawa , tp disaat yang genting pun mereka selalu bisa diandalkan .
Rifa Endro
OMG... sesak nafas aku,.Ihsan sesayang itu sama Kakak perempuannya.
Rifa Endro
aku yakin Alfi dan Mayra... ada hubungan dengan kematian syalsa
Rifa Endro
apakah saat itu, Ihsan yang datang ya ???
Rifa Endro
Reza pasti yg melakukannya. ia pasti takut di penjara.
Rifa Endro
huh ... Gusti..... perut ku rasanya ikutan nyeri
Rifa Endro
mas Aris atau Reza ya...atau malah Mayra ? atau justru Alfi ?
Rifa Endro: harus mba... kan bisa jadi salah satu di antara mereka kan ? kan kan kan 🙈
Juliana Shadi: semua orang kamu curigai wkwkwk
total 2 replies
Rifa Endro
ya memang dia sakit jiwa kalau kau terus meladeninya juha Ra, gantian kamu sendiri yang ikutan sakit jiwa. telpon polisi Ra
Rifa Endro
aku yang tegang nona Nara. Soalnya kamu lagi hamil.
Rifa Endro
aku nggak kebayang sih... bagaimana jadi Inara . diuji kesabarannya melalui suaminya berat. dari awal kehamilan.
Rifa Endro
oh wow !!! syalsa...syalsa ... and syalsa...
Rifa Endro
bini mu lagi sableng ... mas Reza
Rifa Endro
iya sama sepertimu gila dan gesrek pula
Rifa Endro
tambeng sih, emang kamu harus punya stok Ihsan di rumah mu juga dan di manapun biar selalu ada yang bisa memmariahimu disaat kamu ceroboh
Rifa Endro
hah !!! Basi !!! sebantar janji sebantar manis sebantar bohong lagi dan lagi
Rifa Endro
Ya Tuhan !!! jika tak ingin ditinggal Nara, stop dong kamu mikirin wanita lain yang notabene bukan apa2 kamu. sinting kamu Za
Rifa Endro
geregetan, Seperti memiliki dua kepribadian
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!