Hot Couple: Cerita Cinta Inara Season 2
...♡♡♡...
...MOHON BIJAK DALAM MEMBACA....
...¤ CERITA INI BERGENRE ROMANSA HOT 21...
...¤ TERDAPAT UNSUR *EKSUAL DAN KEKERASAN...
...¤ BUKAN UNTUK ANAK DI BAWAH UMUR...
...PLEASE, BERI LIKE JIKA KAU MENYUKAI TULISANKU....
...HAPPY READING!...
...♡♡♡...
Aku tidak tahu tepat atau tidak jika malam ini kusebut sebagai malam pengantin, meski aku tahu bahwa aku dan Reza belum bisa melewati malam ini sebagai pasangan pengantin seutuhnya. Tapi... tetap saja -- indah. Ini malam pertamaku sebagai istrinya. Terlebih kamar pengantin kami dihiasi dengan sedemikian rupa, dengan setangkai mawar dan kelopak-kelopaknya yang disusun membentuk simbol hati menghiasi tempat tidur. Sebuah simbol yang melambangkan cinta. Cinta sepasang suami istri baru yang harusnya melangsungkan malam pertama. Yeah, seharusnya.
Begitu pintu tertutup, Reza menarikku ke dalam pelukannya. Dia menciumku, keras dan lama. Aku meleleh dalam pelukannya. Denyut jantungku melambat, tapi detakannya menjadi lebih cepat dan berdebar dengan lebih keras. "Aku tidak tahu mesti mengatakan apa," katanya.
"Aku juga," kataku. "Tapi biar kukatakan ini, terima kasih karena kamu sudah berjuang keras untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpi kita. Terima kasih karena kamu sudah bersedia memperjuangkan aku sampai detik ini, sampai akhirnya kita menikah."
Reza tersenyum lebar mendengarnya -- dengan sedikit cekikikan. "Yeah. Urwell, Sayang. Dan omong-omong soal keras, mau kutunjukkan apa yang keras?" tanyanya dengan kilatan nakal di matanya.
"Hah! Aku yakin aku bisa menebaknya."
"O ya?"
"Yeah. Aku penulis novel roman, tahu!"
Reza tergelak, lalu memeluk tubuhku lagi erat-erat, aku merasakan gairahnya yang panas.
"Kamu mau menatapku sepanjang malam? Hmm?"
Wow! Cengiran yang khas seketika terukir di wajahnya. "Aku memang bermaksud menatapmu, sepanjang malam," katanya, suaranya berupa geraman rendah. "Seluruh dirimu. Keseluruhan... yang ada padamu."
Reza mengulurkan tangan, menyentuh pundakku dan menurunkan lengan bajuku. Jantungku berdegup keras - cepat ketika ujung jarinya membelai kulitku. "Boleh, kan?"
Ah, kenapa dia harus bertanya seperti itu, sih? Dia membuatku malu. Keseluruhan wajahku merona. Terasa panas. "Aku milikmu. Kamu berhak atas diriku. Tapi kamu ingat, kan, kalau...?"
"Aku ingat," katanya. "Aku hanya ingin melihatmu. Melihat keindahanmu. Melihat apa yang sudah menjadi milikku, yang sudah menjadi hakku."
Tok! Tok! Tok!
"Sepertinya ada orang."
"Abaikan saja."
"Jangan begitu, Mas."
Tok! Tok! Tok!
"Dicek dulu...."
Dengan berat hati, ia berjalan ke arah pintu. Sementara aku menaikkan kembali lengan bajuku yang sempat turun dari tempatnya. Di depan pintu, berdiri seorang pria dengan senyuman jahil dan sepiring kecil roti tawar selai srikaya di tangannya. Itu Alfi, dia sengaja menjahili Reza.
"Sialan lu!" Reza mengambil piring itu dari tangan Alfi dan langsung menutup pintu.
Tok! Tok! Tok!
"Siapa lagi, sih?" ia meringis, dan aku malah tertawa geli melihatnya.
Kali ini Ari yang datang dengan segelas wedang jahe untuk Reza. Reza yang senewen tidak berkomentar sedikit pun pada Ari yang ngakak melihat wajahnya yang kusut.
Lagi, Reza menyambut gelas dari tangan temannya, menutup pintu dan menaruh apa yang ada di tangannya itu ke atas meja. "Kuharap tidak ada lagi yang jahil seperti mereka berdua." Dia menghampiriku dan memelukku lagi.
"Semoga," sahutku. "Santai saja, malam masih panjang, bukan?"
Dia tertawa geli. "Yah, panjang."
Hmm... aku ikut terkikik. "Kamu ini, Mas. Tadi keras, sekarang bahas yang panjang."
Eh, dia semakin cekikikan. "Lucu. Rasanya... kita bahkan belum pernah mengucapkan kata-kata sesensitif ini. Iya, kan?"
"Emm, ya. Tapi kita cukup sering, sih, bercanda sampai menyerempet ke situ, ya kan?"
Reza mengangguk.
Tok! Tok! Tok!
"Ya Tuhan...," geramnya. "Siapa?"
"Mau jajan bakso, tidak?" itu suara Zia.
"Atau mau nasi goreng?" Aarin menimpali.
"Tolong, ya... jangan ganggu! Enyahlah kalian dari sini!"
Dan, hening untuk beberapa saat sampai terdengar suara ketukan lagi. "Buka sebentar, Nak. Ini Bunda."
Nah, lo.
Mendengar suara ibuku yang berdiri di luar sana, Reza pun melepaskan pelukannya dan segera membuka pintu. Dan, taraaa... ada segerombolan cewek-cewek cengengesan berdiri di belakang ibuku.
"Ini," katanya. Dia membawakan losion anti nyamuk untuk kami. Maklum, namanya juga suasana kampung, di kota saja banyak nyamuknya, apalagi di kampung yang masih banyak kebun dan rawa-rawanya. "Bunda harap kamu bisa tidur dengan nyenyak dan cepat beradaptasi di sini."
Reza tersenyum tipis. "Terima kasih, Bund," ucapnya.
Ibuku mengangguk dan menyuruh cewek-cewek itu kembali ke kamar masing-masing. "Ingat luka operasimu," Mayra berbisik sebelum meninggalkan kami.
Huh! Akhirnya pintu itu kembali tertutup.
Tetapi Reza tetap berdiri di sana, diam tanpa kata. Matanya fokus menatapku -- seperti biasanya -- tatapan yang membuatku nervous. Begitu menyadari reaksiku, barulah ia mendekat dan menghujani kecupan di sepanjang lekuk leherku. Yeah, pada awalnya ia menciumku dengan lembut, lama-kelamaan ciumannya memanas, lidahnya menggelitik di telinga. Kemudian... dia mencumbui leher dan dadaku dengan bebas. Terjebak dalam gairah yang semakin menggebu-gebu, aku sampai tidak menyadari dia berhasil melucuti gaun tidurku. Dia membelai tubuhku hingga aku gemetar di dalam pelukannya.
"Mas?"
Tangannya yang saat itu sudah menyentuh dalamanku langsung berhenti. "Ada apa?"
"Aku masih menstruasi, masih memakai pembalut. Aku malu jika kamu melihatnya. Jangan, ya?"
Eng ing eng...
Aku membuatnya kecewa. Dia mengangguk dan langsung pergi ke kamar mandi. Sesaat kemudian terdengar gemericik pancuran air dan itu membuatku semakin merasa bersalah.
"Mas, boleh aku masuk?" tanyaku, setelah mengetuk pintu.
Reza memutar keran shower bath hingga mati lalu membuka pintu. "Ada apa?" tanyanya. Dia sudah melepas pakaiannya dan hanya terbungkus handuk.
Untuk sesaat aku ragu hendak masuk atau tidak. Tapi, demi dia, kuberanikan diri untuk masuk, berdiri rapat di depannya. "Aku ingin menyenangkanmu sedikit, apa boleh?"
Dia mengernyitkan dahi, seolah bingung dengan apa yang kumaksud. Sementara mataku menatap ke dalam dua matanya, dengan perlahan tanganku melepaskan handuk yang melingkari pinggangnya. Aku senang dia sudah melepas pakaian dalamnya. Jadi, aku tidak perlu repot-repot melepaskan benda itu darinya.
"Aku bukan orang yang berpengalaman melakukan ini. Kuharap aku tidak mengecewakanmu," sambil mendorongnya dengan lembut hingga bersandar ke dinding, aku membisikkan kalimat itu ke telinganya.
Sewaktu aku hendak turun, dia meraihku dan memegangi bahuku. "Tidak usah," katanya. "Aku tidak mau merepotkanmu."
"Diamlah. Biarkan aku melakukan tugasku, oke?"
Dia mengangguk, membiarkan aku turun dan melakukannya. Jujur saja aku deg-degan, terlebih pada detik-detik pertama aku melihat dan menyentuhnya, ia membuatku menelan ludah. Otakku langsung terkontaminasi dan membayangkan: bagaimana kalau benda asing itu masuk ke dalamku? Seberapa sakit dan seberapa nikmat? Bagaimana perbandingannya? Benarkah kenikmatannya tiada tara?
Oh, Nara... luruskan pikiranmu.
Aku pun mendongak, dalam waktu sepersekian detik, mata kami saling bertumbuk. Reza menatapku yang berlutut di hadapannya. Jujur saat itu aku benar-benar malu.
"Aku mulai, ya?"
Dia mengangguk. Dan...
Ia mengeran* dan matanya terpejam meresapi kenikmatan yang kuberikan untuknya. Well, rasanya asin, aku butuh waktu sesaat untuk membiasakan diri dengan benda asing itu. Tapi, menyadari Reza menyukainya, dan demi membuatnya senang, aku tidak keberatan melakukannya seberapa kali yang ia mau. Malam masih panjang, bukan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Deliana
season 2 ny lebih mntap dan lebih mnarik,,aq ny thor ... 🤣🤣🤣🤣
2022-07-05
2
Ria Als Ghozali
qnya yg baca mlah cekika'an ndri😆😆😆
2022-03-21
1
Nita Sinulingga
cerita yg bikin penasaran akan kelanjutan kisah nya
2022-02-25
1