NovelToon NovelToon
Legenda Pedang Chen Li (Dewa Ilusi)

Legenda Pedang Chen Li (Dewa Ilusi)

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Spiritual / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rahmat Kurniawan

Tiga Roh Penjaga datang dengan membawa sejumlah misteri. Dari medali, koin, lonceng misterius, sampai lukisan dirinya dengan mata ungu menyala, semuanya memiliki rahasia yang mengungkap kejadian masa lalu dan masa depan. Yang lebih penting, panggilan dari Kaisar Naga yang mengharuskan Chen Li menjalankan misi yang berkaitan dengan pengorbanan nyawa, sekaligus memperkenalkan peluang rumit tentang kondisi Mata Dewanya.

Dengan ditemani dua murid, mampukah Chen Li memecahkan misteri tersebut, sekaligus menyelesaikan misi dari Kaisar Naga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch. 5 ~ Pergi

Pagi ini tampak sangat cerah, Kepala Desa keluar dari kediamannya, meregangkan tulang dan dilanjutkan dengan menghirup udara segar. Hari ini dia merasakan tubuhnya yang benar-benar terasa ringan dari biasanya. Xiao Lan yang saat itu tengah menyapu dedaunan kering segera menghentikan aksinya, beranjak menghampiri Kepala Desa.

“Ayah, bagaimana kondisimu?” gadis itu bertanya dengan nada sopan. Rona wajahnya berseri kala melihat ayahnya tampak sehat seperti biasanya.

“Seperti yang kau lihat, Lan. Ayahmu ini sangat sehat sekarang.” Senyuman sejenak tersungging dan diarahkan kepada gadis itu, kepala desa kemudian mengalihkan pandangannya sekeliling.

“Sepertinya ada yang hilang.” Kepala Desa bergumam sembari menaikkan sebelah alisnya. Dia tidak melihat keberadaan Chen Li dari tadi.

“Lan’er, apakah kau melihat Tuan Chen?”

Xiao Lan menggeleng, terakhir kali dia melihat keberadaan Chen Li semalam, saat laki-laki itu tengah membantu menyembuhkan ayahnya. Dia tertidur lebih awal saat proses penyembuhan itu masih berlangsung.

Setelah mendengar pengakuan Xiao Lan yang sebenarnya juga tidak mengetahui keberadaan Chen Li, Lao Chen pada akhirnya memutuskan untuk bertanya pada Wang Shen. Namun jawaban yang diterimanya tidak berbeda jauh dengan Xiao Lan. Wang Shen sendiri salah mengira kepergian Chen Li ini berkaitan dengan dirinya semalam. Ini membuatnya merasa sangat bersalah.

“Maafkan aku, Suamiku. Sepertinya Tuan Chen benar-benar telah pergi meninggalkan kita. Ini semua salahku, tidak seharusnya aku melakukan itu, uhukk” Suara lembut itu terdengar megandung penyesalan mendalam, wanita itu batuk-batuk sembari menundukkan kepalanya.

Pada saat ini secercah harapan muncul bersama dengan perkataan Long Chen.

“Tenanglah, aku yakin Tuan Chen bukan orang yang seperti itu. Dia tidak mungkin meninggalkan kita kalau bukan karena suatu alasan mendesak. Dia pasti akan kembali ke rumah kita meski hanya sebentar.”

Keduanya pun memutuskan untuk melakukan aktivitas seperti hari-hari biasanya, sembari menungu dengan penuh harap akan kembalinya Chen Li.

Hari berjalan begitu cepat, sore menjelang malam, Wang Shen, Xiao Lan dan Lao Chen tengah duduk di bawah pohon persik depan rumah sembari memandangi senja yang mulai tenggelam. Saat tiba-tiba siluet seorang pria tegap datang menghampiri. Ketiganya kompak langsung berdiri. Pria itu tidak lain dan bukan adalah orang yang mereka tunggu-tunggu seharian ini.

“Tuan Chen, anda dari mana? Mengapa seharian ini tidak pernah nampak?” Kepala Desa berkata dengan sangat antusias.

“Tuan Chen, maafkan tindakanku semalam.” Wang Shen setengah membungkuk sembari menangkupkan kedua tangannya.

Tindakan sepasang suami-istri itu membuat Chen Li menaikkan sebelah alisnya, dia merasa tidak enak. Setelahnya menggelengkan kepalanya. Seperti perkiraannya, baik kepala desa maupun istrinya ini mengira dirinya akan pergi bahkan sebelum berpamitan.

“Apakah kita akan berbicara dengan posisi begini?” Chen Li berkata dengan nada memancing. Sebenarnya setiap kali ada pembicaraan, baik serius maupun tidak, kepala desa selalu lebih dulu akan menawarkan tempat yang nyaman, namun kali ini sepertinya dia melupakannya.

“Ah, iya. Mari.” Kepala desa mengajak Chen Li untuk berbicara di dalam rumah. Akan tetapi Chen Li justru bergeming. Sembari memasang senyum ramah khasnya, Chen Li kemudian mengatakan sebenarnya dia tidak akan lama lagi di sini. Dia kembali hanya untuk memenuhi janjinya kepada Wang Shen sekaligus berpamitan.

Chen Li mengeluarkan sebuah pil lalu kemudian menyerahkan pada Wang Shen.

“Terima kasih banyak, Tuan Chen. Tuan telah banyak membantu keluarga kami dan juga desa Fengli. Kapan pun Tuan Chen membutuhkan kami, Gerbang desa Fengli akan selalu terbuka untuk Tuan.” Lao Chen menangkupkan kedua tangan, memberi hormat. Wang Shen juga demikian.

"Ahh, sebentar!"

Wang Shen tampak teringat sesuatu. Dia kemudian berjalan setengah berlari menuju ke dalam rumah. Tak lama setelahnya keluar dengan membawa sebuah kotak persegi panjang.

“Tuan Chen, kami tidak memiliki benda apapun yang pantas diberikan kepada Tuan." Wanita itu kemudian menyerahkan kotak tersebut pada Chen Li. "Dalam kotak ini terdapat seruling peninggalan dari leluhur klan Wang. Semoga saja ini bisa membantu perjalanan Tuan.”

Chen Li sebenarnya agak ragu untuk menerima seruling tersebut mengingat benda tersebut merupakan peninggalan leluhur Wang. Namun Wang Shen tetap memaksa, dia mengatakan bahwa benda ini hanya akan berdebu jika terus bersamanya, sementara Chen Li sendiri dia yakin bisa meggunakannya dengan baik.

“Baiklah, terima kasih banyak Nyonya Shen.” Chen Li menerima suling tersebut.

“Omong-omong, apakah aku bisa membawa Xiao Lan bersamaku?”

Sejenak, Long Chen dan Wang Shen terdiam, mereka saling memandang. Sejujurnya Xiao Lan bukanlah anak kandung mereka. Long Chen menemukan gadis itu saat dia berusia dua tahun. Saat itu mereka tengah melakukan perjalanan pulang setelah menyelesaikan urusan pemerintahan.

“Tuan Chen, kami tidak akan menahan Xiao Lan untuk ikut bersamamu, namun semua keputusan ada bersamanya.”

Chen Li mengerti, dia kemudian mendekati Xiao Lan, menyentuh pundak gadis itu. Xiao Lan menatapnya dengan penuh harap, menoleh sejenak dua orang tua asuhnya, keduanya tampak tersenyum kecil lalu mengangguk. Xiao Lan juga tersenyum, tanpa sekatapun keluar dari lisan Chen Li, gadis itu langsung mengangguk antusias.

“Anak baik.”

Setelah merasa urusannya dengan keluarga kepala desa itu sudah selesai, Chen Li dan Xiao Lan kemudian berpamitan. Mereka pergi meninggalkan kediaman, mengarah ke timur. Tujuannya adalah kuil yang berdiri di puncak gunung Angin.

Hari telah menggelap sepenuhnya, di bawah naungan pohon kembar yang menjulang tinggi, Chen Li memutuskan untuk menghentikan perjalanan. Dia menyalakan api unggun, menoleh ke arah Xiao Lan sebentar, setelahnya mulai mengangkat bicara, “Lan’er aku akan mencari sesuatu yang bisa kita makan di sekitaran sini. Bisakah kau menungguku sebentar?”

Xiao Lan sebenarnya takut ditinggal sendiri, namun dia tidak ingin meragukan Chen Li. Dia kemudian menganggukkan kepalanya. “Baiklah, Tuan. Aku akan menungu Tuan Chen di sini. Janji tak akan kemana-mana!” tangan kananya terangkat dengan posisis dua jari, isyarat bahwa Chen Li bisa memercayainya.

Seruling pemberian Wang Shen tiba-tiba muncul di tangan Chen Li. Laki-laki Itu kemudian menyerahkan seruling itu pada Xiao Lan.

“Lan’er, aku akan menitipkan seruling ini kepadamu. Jika kau mendapatkan bahaya, segeralah meniupnya dan aku akan langsung datang menemuimu. Kau mengerti?”

Xiao Lan menerimanya. Chen Li tersenyum kecil, setelahnya terbang meninggalkan Xiao Lan. Suara jangkrik terus berbunyi dari tadi. Beberapa saat sepeninggal Chen Li, gadis itu mulai mengambil ranting kering dan memainkan api. Ini dia lakukan untuk mengusir rasa takut yang mencoba menghampirinya.

Selang lima menit dia menunggu akan kedatangan Chen Li, namun laki-laki itu tak kunjung menampakkan dirinya. Ini membuat rasa panik mulai menghantui perasaanya. Antara khawatir dengan kondisi Chen Li dan juga dirinya.

“Ini sudah sangat lama, mengapa tuan Chen belum juga datang? Apakah tuan menemukan masalah?”

Seruling pemberian Chen Li yang tergeletak di atas batu besar mulai ia dekati, berniat meniupnya. Meskipun dia tidak yakin akan suara yang keluar darinya akan cempreng, tapi setidaknya suaranya akan sampai di telinga Chen Li.

Namun, saat tangannya hendak menyentuh seruling, mendadak asap hitam keluar dari seruling tersebut. Api unggun yang semula menyala sangat liar di belakang Xiao Lan mendadak padam.

Xiao Lan panik, dia mulai ketakutan. Kakinya refleks bergerak mundur.

1
AR
suka sekali dengan ceritanya. tiap bagian dari perjalanan Chen Li adalah Isi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!