NovelToon NovelToon
Terjebak Di Pasar Setan Gunung Lawu

Terjebak Di Pasar Setan Gunung Lawu

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Tumbal / Hantu / Iblis
Popularitas:3
Nilai: 5
Nama Author: Pradicta Nurhuda

Cerita ini mengisahkan perjalanan lima teman—Aku, Danang, Rudi, Indra, dan Fandi—yang memutuskan mendaki Gunung Lawu. Namun, perjalanan mereka penuh ketegangan dan perdebatan sejak awal. Ketika mereka tiba di pasar aneh yang tampaknya terhubung dengan dimensi lain, mereka terperangkap dalam siklus yang tidak ada ujungnya.

Pasar Setan itu penuh dengan arwah-arwah yang terperangkap, dan mereka dipaksa untuk membuat pilihan mengerikan: memilih siapa yang harus tinggal agar yang lainnya bisa keluar. Ketegangan semakin meningkat, dan mereka terjebak dalam dilema yang menakutkan. Arwah-arwah yang telah menyerah pada pasar itu mulai menghantui mereka, dan mereka semakin merasa terperangkap dalam dunia yang tidak bisa dijelaskan. Setelah berjuang untuk melarikan diri, mereka akhirnya sadar bahwa pasar setan itu tidak akan pernah meninggalkan mereka.

Keputusasaan semakin menguasai mereka, dan akhirnya mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka ternyata tidak pernah keluar dari pasar setan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pradicta Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan yang Salah

Setelah perdebatan yang cukup panjang dan penuh ketegangan, akhirnya kami memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan melalui jalur yang lebih pendek. Meskipun banyak keraguan yang tersisa, terutama dari Rudi, kami tetap melangkah dengan tekad untuk mencapai puncak. Angin yang mulai bertiup kencang dan suhu yang semakin menurun tak mampu menghentikan langkah kami. Meskipun di dalam hati, ada perasaan gelisah yang mulai menghinggapi kami.

Kami melanjutkan perjalanan dengan langkah yang lebih pelan. Jalur yang kami pilih memang lebih cepat, tetapi semakin lama. Kami merasa semakin sering menemui kesulitan. Batu-batu besar dan jalur yang curam membuat langkah kami harus lebih hati-hati. Setiap kali melangkah, kami harus memperhatikan dengan benar, takut kalau-kalau terpeleset atau tergelincir.

Fandi yang biasanya ceria, kali ini tampak mulai kelelahan. "Gue rasa kita udah sangat salah pilih jalur, deh," katanya dengan suara pelan meskipun berusaha tetap tersenyum. "Tapi udah terlanjur, kita harus terus maju."

Indra yang berjalan di sampingnya menatap Fandi, "Gue setuju, Fandi. Tapi kita udah jauh banget dari basecamp, masa mau putar balik? Kita cuma bisa terus maju dan kita pasti sampai."

Meskipun Indra berusaha meyakinkan kami, aku bisa melihat ketegangan di wajahnya. Semua mulai merasa gelisah meskipun tak ada yang ingin mengakui bahwa keputusan kami untuk terus melanjutkan jalur yang lebih pendek bisa jadi keputusan yang salah.

Angin semakin kencang dan cuaca yang tadinya agak cerah, kini berubah menjadi semakin mendung. Awan gelap menyelimuti langit dan suhu yang semakin turun membuat kami semua mulai menggigil. Beberapa kali aku merasakan telapak tangan dan wajahku mulai terasa dingin. Dan ketika melihat wajah-wajah teman-temanku, aku bisa merasakan bahwa mereka semua juga merasakan hal yang sama. Meskipun kami sudah mempersiapkan pakaian hangat dan perlengkapan lengkap, cuaca yang semakin buruk membuat kami semua kedinginan.

"Gais, kok makin dingin ya?" tanya Danang sambil memegangi jaketnya yang berkibar tertiup angin. "Gue udah mulai nggak enak badan."

"Ya, cuacanya memang nggak mendukung, Gais," jawab Rudi yang dari tadi tampak lebih diam daripada biasanya. "Tapi kita nggak bisa berhenti sekarang. Kita harus terus maju."

Aku menatap ke depan. Jalur yang kami lewati semakin sempit dan batu-batu besar yang harus kami lewati semakin licin. Semuanya menjadi seperti tantangan yang lebih besar dari yang kami bayangkan. Sementara itu, Danang yang biasanya lebih tenang, mulai terlihat lebih cemas. Setiap kali kami melangkah, dia sering mengeluh pelan. Meskipun di tak ada yang berani mengungkapkan perasaan sesungguhnya.

Kami semua semakin diam. Tidak ada lagi canda tawa atau obrolan ringan seperti saat kami mulai perjalanan. Angin yang semakin kencang, suhu yang semakin dingin, ditambah jalur yang semakin sulit, membuat perjalanan ini terasa sangat berat. Bahkan aku sendiri mulai merasakan ketegangan yang sama. Setiap langkah terasa semakin berat, dan di dalam hati, aku mulai meragukan keputusan yang kami buat.

Tidak ada yang mengakui kalau keputusan kami untuk memilih jalur ini bisa saja salah. Tidak ada yang ingin mengungkapkan rasa cemas yang mereka rasakan, karena mereka semua berusaha untuk tetap kuat, menunjukkan bahwa mereka bisa menghadapi tantangan ini. Tapi, semakin lama perjalanan ini semakin berat, semakin jelas bahwa tidak semuanya berjalan sesuai rencana.

Tiba-tiba, Indra yang berjalan di depan berhenti dan menoleh ke belakang. "Guys, kita harus berhenti dulu, deh. Gue ngerasa kalau kita terus maju kayak gini, kita bisa jadi terjebak di tengah-tengah jalur yang lebih sulit."

Semua orang menatap Indra, dan sejenak suasana jadi sunyi. Aku bisa melihat kekhawatiran di wajah Indra, yang selama ini terlihat lebih tenang. "Maksud lo gimana, Indra?" tanya Fandi, masih mencoba untuk terdengar santai, meskipun nada suaranya menunjukkan ketegangan yang jelas.

Indra menghela napas panjang, "Gue cuma ngerasa, cuaca semakin nggak bersahabat. Kita udah cukup jauh, dan gue khawatir kalau kita nggak bisa ngadepin yang lebih parah lagi. Kalau hujan turun deras, kita bisa jadi kesulitan."

Rudi yang mendengar itu langsung bersuara, "Indra bener, sih. Kita harus pertimbangkan cuaca ini. Tapi kita nggak bisa mundur sekarang. Kalau kita berhenti di sini, kita bakal buang-buang waktu. Kita harus tetap maju."

Danang yang sudah mulai merasa kelelahan dan cemas, menatap Rudi dengan tatapan yang agak tajam. "Gue nggak setuju, Rud. Kita harus berhenti dulu, nyari tempat berteduh. Kalau cuaca makin parah, kita bisa bahaya."

Aku merasa cemas melihat perdebatan yang kembali muncul di antara mereka. Situasi semakin tegang, dan perasaan gelisah itu semakin nyata. Semua orang merasa ragu, meskipun tak ada yang ingin mengakuinya. Kami semua tahu, bahwa keputusan yang kami ambil ini, berisiko. Namun, rasa gengsi dan keinginan untuk terus maju membuat kami terus berjalan meskipun langkah kami semakin berat.

"Udah, jangan berdebat terus. Kita nggak bakal nyelesaikan apa-apa," aku mencoba menenangkan. "Gue setuju sama Indra, kita cari tempat berlindung dulu. Kita harus mikirin keselamatan, bukan cuma sampai puncak. Kalau kita nggak berhati-hati, bisa-bisa kita malah terjebak di tengah gunung."

Fandi yang mendengar itu akhirnya mengangguk, meskipun dengan raut wajah yang masih cemas. "Oke, kalau begitu kita cari tempat yang aman dulu. Tapi kita nggak bisa lama-lama berhenti, ya. Nanti malah nggak nyampe puncak."

Kami pun berhenti dan mulai mencari tempat berteduh. Kami semua merasa kedinginan, dan tubuh kami mulai terasa kaku. Tak ada yang mengeluh secara langsung, tapi suasana hati kami yang semakin gelisah sulit untuk disembunyikan. Semua orang tampak mulai kelelahan dan mulai meragukan apakah keputusan untuk memilih jalur ini adalah keputusan yang benar.

Kami menemukan sedikit tempat yang agak terlindung dari angin. Kami duduk sejenak untuk menghangatkan tubuh, dan beberapa dari kami mulai membuka perbekalan. Kami semua diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran sendiri. Cuaca yang semakin buruk membuat kami merasa semakin terasing satu sama lain. Mungkin, ini adalah titik di mana kami harus mulai lebih jujur pada diri sendiri—bahwa perjalanan ini lebih sulit dari yang kami bayangkan.

Malam sudah mulai turun, dan suhu semakin dingin. Kami tahu bahwa waktu sudah berjalan, dan kami harus segera membuat keputusan. Namun, perasaan ragu itu masih ada di antara kami. Kami masih tidak yakin apakah keputusan yang kami buat untuk terus lewat jalur ini adalah keputusan yang benar.

Dan, di situlah perasaan cemas itu tumbuh semakin besar. Kami semua tahu, bahwa kami harus lebih berhati-hati ke depannya. Tapi tidak ada yang mau mengakui kalau mungkin jalur ini memang lebih berbahaya daripada yang kami pikirkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!