Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sial banget
Setelah mendapatkan ketenangan dari Reyhan Pratama, Salsa Liani segera menenangkan diri dan berkata cepat, “Aku nggak tahu kamu percaya nggak, tapi aku ini orangnya instingnya selalu tepat. Kemarin aku bisa nyelamatinmu ya karena instingku bilang ada yang nggak beres!”
Mendengar itu, mata Reyhan menajam sedikit.
“Barusan instingku bilang wanita itu bermasalah. Bayi yang dia gendong… bukan miliknya.”
Salsa buru-buru menceritakan potongan visi masa depan yang dilihatnya:
“Dia bakal bawa bayi itu ke toilet umum, ganti baju jadi seragam cleaning service, lalu naikin bayi ke truk sampah… terus hilang begitu saja.”
Matanya merah, suaranya penuh harap, “Tolong… percaya padaku.”
“Aku percaya, aku percaya padamu.”
Reyhan mengeluarkan tisu dari saku, meletakkannya di telapak tangan Salsa:
“Aku akan ikut lihat, kamu jaga diri dulu.”
Dia menyerahkan tas makanan ke tangan Salsa, lalu melesat keluar RS Nusantara. Badannya tinggi dan langkahnya panjang, sebentar saja sudah hilang dari pintu rumah sakit.
Salsa terpaku menatap pintu keluar rumah sakit. Nggak nyangka, Reyhan langsung percaya begitu saja.
Di tengah kerumunan yang nggak percaya padanya, Salsa masih bisa mendengar komentar-komentar sinis:
“Gadis ini kayaknya histeris deh, ngelihat orang lain jadi penculik.”
“Eh, pelan-pelan, ntar dia denger terus balik lagi ganggu kamu.”
Mendengar itu, Salsa merasa tak nyaman, tapi begitu teringat ucapan Reyhan, “Aku percaya padamu,” dia menghela napas, mencoba menenangkan diri dan mikir, apa lagi yang bisa ia lakukan.
Di visinya, wanita jahat itu memberi bubur sambil bilang bayi itu anak orang kaya.
RS Nusantara, khususnya bagian kandungan, terkenal jadi rumah sakit top di Jakarta. Anak orang kaya di sini banyak banget, nggak tahu bayi siapa yang bakal ditukar.
Belum sempat Salsa mikir panjang, dua satpam dengan wajah galak mendekat.
“Kamu dari ruang rawat yang mana?”
Salah satunya langsung menarik kursi roda Salsa, “Kami antar kamu istirahat dulu!”
Mereka takut gadis yang katanya ‘bermasalah secara mental’ itu bikin keributan lebih parah.
Salsa cepat mencengkeram pegangan kursi roda, “Aku nggak mau pulang!”
Dia melompat turun, duduk di lantai, sikapnya sudah kayak orang putus asa:
“Aku ngomong semua ini beneran!”
Dokter Kinar lagi cuti hari itu, nggak ada backup. Salsa harus mengandalkan dirinya sendiri.
Orang-orang di sekitar cuma geleng-geleng kepala, komentar sinis bersahut-sahutan:
“Duh, tega banget ya, ganggu kerjaan satpam.”
“Cuma mau periksa doang, tapi maunya jadi anak orang kaya gitu.”
Salsa cuma bisa menelan ludah, nggak bisa menjelaskan.
Satpam sudah siap panggil perawat wanita kuat untuk menyeret Salsa pergi.
Tiba-tiba, lobi rumah sakit yang riuh mendadak hening. Empat bodyguard gagah melangkah masuk, membentuk dua barisan.
Tak lama, seorang pria sekitar 30-an, berpakaian rapi, kemeja putih dan celana bahan, dengan jam tangan platinum yang simpel, masuk diikuti bodyguard dan asisten.
“Dokter Dery, saya sudah di bawah, saya segera ke sana tanda tangan,” kata pria itu sambil teleponan, dahi berkerut, terlihat tergesa-gesa.
Melihat Salsa duduk di lantai lobi, alisnya mengernyit semakin tajam.
“Ini… apa yang terjadi?”
Satpam keringat dingin, dengan hormat menjawab:
“Pak Dono, gadis ini bermasalah secara mental, nggak mau pergi, bahkan menuduh tamu VIP kami penculik.”
“Kami sudah panggil perawat untuk mengevakuasi dia.”
Jantung Salsa serasa berhenti. Pak Dono? Bukankah itu bos besar RS Nusantara?
Aduh, sekarang ia lagi bikin keributan tepat di depan bos!
Kalau bos marah, jangan-jangan dia bakal dikirim ke Afrika buat kerja paksa…
Tatapan Salsa bertemu dengan mata pria itu.
Empat mata saling bertatapan, pandangan Salsa jadi kabur.
Sekali lagi, ilusi itu muncul.
Kali ini, ia melihat masa depan jauh. Pria itu rambutnya sudah memutih di pelipis, terbaring di ranjang dengan masker oksigen.
Di sampingnya, berdiri seorang gadis cantik, mungil dan anggun.
Yang mengejutkan, gadis itu tersenyum manis tapi menakutkan, lalu melepas selang oksigen pria itu.
Pria itu membuka mata tak percaya, berusaha keras bersuara, “Nayra…”
“Kenapa… kenapa…?”
Gadis itu duduk di tepi ranjang, nada bicara sombong dan penuh kebencian:
“Nayra? Kamu manggil anakmu ya? Aku bukan dia.”
Gadis itu memainkan kukunya yang rapi:
“Dia lahir tapi entah dijual ke desa mana.”
“Sekarang mungkin lagi cari makan di pegunungan atau lagi cari rumput buat makan sapi.”
“Sekarang seluruh keluarga Sudrajata aku yang atur, kamu santai aja sama istrimu yang mati itu!”
Dia tampak lega:
“Bertahun-tahun pura-pura jadi anak yang berbakti, aku udah capek.”
Pria itu hanya bisa menatap dengan mata penuh amarah… sebelum akhirnya berhenti bernapas.
Visi itu berhenti, dan pandangan Salsa kembali jelas.
Dia teringat obrolan tetangga di ranjang sebelah kemarin. Ternyata bayi yang ditukar itu… anak Pak Dono!
Waduh, Pak Dono benar-benar super sial: istri mati, anak ditukar, dan hampir dicabut oksigennya.
Tunggu… dokter Dery yang membuat istri Pak Dono meninggal di ranjang…
Salsa tersadar, dan ternyata dia sedang diangkat oleh dua perawat ke tandu, tangan dan kaki diikat, siap dibawa pergi!
Perawat masih membahas apakah akan bawa Salsa ke psikiatri.
Sementara Pak Dono sudah berjalan menuju lift, menjauh dari Salsa.
Salsa panik teriak, “Pak Dono! Aku harus bicara!”
“Ini soal istri dan anakmu, Nayra!”
Mendengar kata istri dan anak, Pak Dono langsung berhenti.
Anaknya belum punya akta lahir. Nama “Nayra” itu hanya diketahui dirinya dan istrinya, sementara orang lain memanggil anaknya Namira, nama yang diberikan Ibu mertuanya.
Bagaimana gadis yang katanya ‘bermasalah mental’ ini bisa tahu nama itu?
Saat Salsa hampir dibawa pergi, Pak Dono segera memanggil perawat, “Tunggu sebentar!”
“Aku ingin bicara dengan nona ini!”
Dono Sudrajat langsung menoleh dan melangkah cepat menuju Salsa Liani.
Satpam sudah waspada maksimal, mengelilingi Salsa dan memperingatkan Dono Sudrajat:
“Pak Dono, wanita ini bermasalah, hati-hati ya!”
Orang-orang yang mengintip di sekitar mulai berimajinasi liar karena perkataan Salsa: “Ini soal istri dan anakmu.”
“Waduh, jangan-jangan ini si kecil manja yang dipelihara bos di luar, si selingkuhan ya?”
“Ah, masuk akal juga. Selingkuhan hilang akal, bikin keributan sampai rumah sakit, cocok banget!”
Satu orang bos besar, satu gadis kampus biasa, cukup buat para penonton bikin bayangan liar.
“Dia kan terlihat sayang sama istri, jangan-jangan cuma pura-pura ya?”
“Pura-pura biar dapat restu mertua dan investasi, terus dipromosiin di medsos sebagai bos romantis yang keren.”
“Betul! Dono Sudrajat ini kan punya banyak fans online, banyak yang dateng ke RS Nusantara buat proyek estetika. Jangan-jangan si gadis ini ketemu bos saat perawatan?”
Dono Sudrajat mendengar semua spekulasi ngawur itu, tampak kesal tapi juga sedikit bingung.
Dia menatap Salsa serius:
“Nona, kita bicarakan ini di sini saja.”
Ini untuk menjaga citra dia, sekaligus citra Salsa. Masalah diselesaikan di depan umum, bukan diam-diam. Kalau sembunyi-sembunyi, gosip bakal terus beredar.
Salsa langsung to the point:
“Anak Anda, Nayra, ditukar! Yang baru saja saya tangkap itu, wanita yang pura-pura kaya itu, yang membawa anaknya pergi!”
“Kirim orang segera untuk mengejar.”
“Kalau nggak percaya, langsung lakukan tes DNA dengan bayi yang ada di rumah sakit sekarang.”
Dono Sudrajat tidak menanyai bagaimana Salsa tahu semua ini. Gadis ini bisa tahu nama Nayra, jadi menurutnya wajar kalau perkataan gadis ini bisa dipercaya.
Mending percaya dulu, ambil tindakan kemudian. Kalau salah, paling cuma buang tenaga. Kalau benar, akibatnya bisa parah.
Dono Sudrajat segera menelpon dan mengatur koordinasi.
Salsa memberikan nomor Reyhan Pratama:
“Teman saya sudah mengejar. Tolong jaga keselamatannya!”
Dono Sudrajat mencatat, mengangguk:
“Baik, akan saya jaga.”
Salsa tersenyum dalam hati, ngobrol sama orang pintar emang gampang.
Kalau orang bodoh, malah nyeret-nyeret tanya terus, ujung-ujungnya malah bikin repot.
Perawat menilai situasi dan segera melepaskan ikatan Salsa, memasukkannya kembali ke kursi roda.
Orang-orang masih berspekulasi, tidak percaya sepenuhnya:
“Anak ditukar? Gadis ini tahu dari mana sih?”
“Ah, pasti cuma akal-akalan biar dekat sama bos, istrinya masih di ICU, kok berani-beraninya?”
“Sekarang anak-anak muda apa saja bisa mereka lakukan demi jadi kaya.”
“Ya, setidaknya dia berhasil muncul di depan bos.”
Dono Sudrajat memberi kode ke asistennya. Asistennya Riko segera menegur kerumunan, “Kalian boleh penasaran, tapi tolong jaga ketenangan. Ini rumah sakit, bukan pasar!”
Kerumunan langsung diam.
Tiba-tiba, ponsel Dono Sudrajat berdering. Dia mengangkat, berkata singkat:
“Mm… tahu, saya segera ke sana.”
Setelah menutup telepon, Dono Sudrajat menatap Salsa:
“Saya harus tanda tangan dulu, lihat kondisi istri. Asisten saya di sini, kalau ada urusan langsung ke dia.”
Alarm berbunyi di kepala Salsa.
Ini pasti telepon dari Dokter Dery.
“Sebentar! Ada hal yang harus saya pastikan dengan Anda,” pikirnya.
Salsa ingin memberitahu Dono Sudrajat kalau Dokter Dery nggak bisa dipercaya, tapi banyak orang nonton. Akhirnya ia mengetik di memo ponsel:
[Dokter Dery ada masalah, jangan tanda tangan. Ganti dokter yang terpercaya.]
Tiba-tiba teringat, Dokter Leo Pranata di anak-anak juga terlihat familiar dengan Bu Widuri, jangan-jangan ada yang tidak beres.
Salsa menambahkan lagi:
[Dokter Leo Pranata di pediatri kemungkinan terlibat sama pelaku.]
Mata Dono Sudrajat membesar. Gadis ini siapa, bisa tahu banyak banget!
Dia ragu soal Dokter Dery, tapi kondisi istrinya belum stabil. Kalau sembarangan ganti dokter, bisa bahaya.
Kalau salah satu saja, risiko terlalu besar. Maka dia mulai kontak dokter ahli kandungan lain, sambil menyuruh bodyguard menjaga istrinya.
Di saat yang sama, tiba-tiba muncul tamu tak diundang di lobi.
“Dono Sudrajat! Kamu main belakang sama anakku! Sekarang selingkuhanmu muncul juga!”
Dari lift VIP lantai satu, muncul seorang nenek berhias perhiasan banyak, marah besar. Nada bicaranya menandakan dia mertua Dono Sudrajat.
“Anakku masih di ICU, kamu ini apaan sih!”
“Begini rupanya kamu jadi laki-laki!!”
Nenek itu, bagaikan singa betina meledak, langsung mengamuk ke arah Salsa.
“Masih muda, tapi kurang ajar banget!”
Salsa yang kaki dan tangan terbatas di kursi roda, cuma bisa berusaha kabur cepat.
Asisten Dono segera menahan nenek itu, “Bu Berlina, Ibu salah paham.”
Dono Sudrajat lelah dan kesal, “Ibu, jangan langsung percaya gosip.”
Bu Berlina tetap marah, nggak mau dengar:
“Ini sudah di depan mata, kok masih bela si selingkuhan itu!!”
Dengan hadirnya Bu Berlina, keributan makin parah. Satpam bingung mau ikut yang mana.
“Diam!”
Suara tegas terdengar. Dua polisi masuk, memecah kekacauan.
Seorang pria dan wanita, polisi wanita tampak sangat marah:
“Jangan menuduh gadis ini! Dia justru berani menolong. Kalau anda berani sebarkan fitnah bisa kena hukum.”
Akhirnya, semua mata tertuju ke polisi.
Bu Berlina kaget, pikirannya belum nyambung:
“Polisi? Bisa bantu tangkap selingkuhan juga?”
“Selingkuhan apa!”
Polisi wanita mendesis, “Gadis ini kemungkinan besar menyelamatkan cucu Anda!”
hebaaaaaatt Salsa 👍👍👍
lanjutt thor💪
ganbatteee😍