kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga Pengetahuan
Keintiman dengan Adrian terasa seperti memasuki ruang arbitrase baru—penuh ketegangan, menuntut, dan tanpa ampun. Tubuhnya adalah peta kekuasaan dan hasrat, sebuah medan yang ia jelajahi tanpa batas. Kanya tidak hanya menyerahkan diri; dia secara aktif menantang, mencari celah, dan menuntut pengakuan yang tidak bisa ia dapatkan di kantor.
Di tengah gairah yang membakar, tangan Kanya yang selama ini hanya terbiasa membalik halaman dokumen hukum, kini bergerak menjelajahi punggung Adrian, mencari pegangan, mencari kebenaran. Matanya yang tajam, terbiasa membedah setiap klausul, kini terpaku pada bekas luka kecil dan pucat di tulang selangka Adrian. Bekas luka itu terlihat lama, bukan karena kecelakaan baru, melainkan sisa dari sesuatu yang keras dan sudah lama berlalu.
Kanya menarik diri sejenak, napasnya terengah. "Bekas luka itu," bisiknya, suaranya tercekat. "Apa itu?"
Adrian membeku. Ekspresi di matanya, yang sebelumnya dipenuhi hasrat, tiba-tiba tertutup, kembali menjadi Adrian yang misterius, yang hanya terlihat di ruang mini bar tadi. Keintiman yang mereka bagi seolah lenyap seketika, digantikan oleh dinding baja yang ia pasang.
"Bukan urusanmu, Kanya," jawab Adrian, suaranya datar dan dingin.
"Semua yang ada padamu adalah urusanku sekarang. Aku adalah pengacaramu," balas Kanya, nadanya kembali menjadi pengacara yang keras dan menuntut. Dia tidak membiarkan momen kerentanan fisik ini menjadi kelemahannya. "Kau berjanji akan memberiku rahasia, Adrian. Retainer fee itu harus dibayar penuh."
Adrian menghela napas panjang, kekalahan kecil terlihat di balik ketegasannya. "Kau benar. Kau tidak pernah menyerah, bahkan saat kau seharusnya berhenti bicara." Adrian memiringkan kepalanya sedikit, menatap langit-langit penthouse seolah membaca memori lama. "Itu kecelakaan. Tujuh tahun lalu. Kesalahan di project awal-ku. Aku hampir kehilangan semuanya, bukan hanya uang, tetapi juga nyawaku. Itu adalah pengingat bahwa di dunia ini, kau bisa saja tertusuk—secara harfiah—jika kau terlalu percaya pada mitra bisnis yang salah."
Kanya merasakan getaran dingin menjalar. Adrian tidak hanya seorang investor; dia adalah penyintas. Kisah itu terasa lebih nyata dan kelam daripada semua rumor yang ia dengar tentang The Vanguard Group.
"Siapa yang menusukmu?" desak Kanya.
"Pria yang kuberikan semua kepercayaanku. Dan aku tidak akan melakukan kesalahan itu lagi," jawab Adrian, pandangannya kembali tertuju pada Kanya, intens. "Itu sebabnya aku membutuhkanmu. Kau adalah pengacara yang paranoid, skeptis, dan ambisius. Kau adalah pagar yang akan mencegahku tertusuk lagi."
Kanya tersenyum tipis. "Jadi, aku adalah perisaimu? Aku tidak dibayar untuk menjadi perisai, Adrian. Aku dibayar untuk menang."
"Perisai yang menang. Lebih baik." Adrian tersenyum kembali, dan ketegangan itu sedikit mereda, digantikan oleh pemahaman yang baru. Dia membalikkan Kanya di bawahnya, menahan pergelangan tangannya di atas kepala. "Kau tahu rahasia ini sekarang. Apa yang akan kau minta sebagai imbalan?"
Kanya tidak meminta uang. Dia meminta hal yang lebih berharga.
"Aku minta semua detail kasus Maya. Aku ingin membaca setiap dokumen dan setiap percakapan. Aku ingin tahu mengapa mantan tunanganmu ini begitu penting hingga kau rela memberikan bukti internalmu kepadaku," tuntut Kanya.
"Maya tidak ada hubungannya dengan kasus Dharma Kencana, Kanya."
"Tentu saja ada," potong Kanya. "Dia adalah kelemahanmu. Dan aku tidak bisa melindungi kelemahanku jika aku tidak memahami kelemahannya. Aku ingin melihat apa yang membuatnya menjadi ancaman yang muncul di notifikasi ponselmu."
Adrian menatapnya, ada kekaguman dan frustrasi di matanya. "Kau adalah pengacara terbaik yang pernah kulihat. Kau tidak membiarkan hasrat memadamkan nalurimu."
Adrian bangkit, mengambil jubah sutra yang tergeletak di samping tempat tidur. "Tunggu di sini. Aku akan ambil berkasnya."
Kanya tahu, Adrian tidak pergi karena kedinginan. Dia pergi karena Kanya telah memenangkan babak negosiasi ini.
Kanya bangkit, membungkus tubuhnya dengan seprai sutra yang mewah. Dia tidak bisa hanya menunggu. Penthouse ini, meski terasa dingin dan modern, pasti menyimpan petunjuk. Matanya menyapu kamar tidur yang luas itu. Di nakas, ada buku yang dibaca Adrian—bukan tentang bisnis atau hukum, melainkan sebuah edisi langka dari puisi modern. Hal itu terasa tidak sesuai dengan citra Adrian.
Kanya berjalan ke walk-in closet. Di dalamnya, ratusan setelan jas dan kemeja tergantung dengan rapi. Saat dia mengamati, matanya menangkap sesuatu yang tersembunyi di rak tertinggi: sebuah kotak kayu kecil, terlihat sangat tua dibandingkan dengan kemewahan di sekitarnya. Kotak itu tidak terkunci.
Didorong oleh naluri jurnalis investigasi sahabatnya (Dara), Kanya membuka kotak itu. Di dalamnya, bukan dokumen rahasia atau perhiasan, melainkan tumpukan foto-foto lama. Sebagian besar adalah foto Adrian, lebih muda, tertawa, dan... bersama seorang wanita yang tidak lain adalah Maya. Mereka terlihat bahagia, di tempat-tempat yang eksotis, dan yang paling mencolok, ada foto mereka di depan sebuah gedung tua yang tampak ditinggalkan di pinggiran kota. Di bagian belakang foto itu, tertulis sebuah alamat, dan sebuah tanggal tujuh tahun yang lalu.
Tujuh tahun lalu. Sama dengan waktu kecelakaan yang menyebabkan bekas luka Adrian.
Kanya buru-buru menutup kotak itu. Rahasia Adrian tidak hanya melibatkan uang, tetapi juga sejarah yang menyakitkan dan kemungkinan pengkhianatan yang berakar pada masa lalu.
Tepat saat Kanya kembali ke tempat tidur, Adrian masuk. Di tangannya, sebuah tablet terenkripsi yang berisi semua detail kasus Maya.
"Kau melihat-lihat, Kanya?" tanya Adrian, nadanya tenang, tetapi matanya menuduh. Dia pasti melihat seprai yang sedikit berantakan di sekitar nakas.
Kanya menggeleng, memegang seprai erat-erat. "Aku hanya mengagumi pemandanganmu. Sekarang, berikan tablet itu. Aku akan memulainya dari awal."
Adrian melemparkan tablet itu ke tempat tidur. "Kasus ini sederhana. Maya adalah mantan tunangan yang sekarang menuntut bagian kepemilikan dari aset yang kurancang bersamanya. Itu adalah proyek pertama The Vanguard Group. Dia menuntut $20 juta, dan dia punya pengacara yang sama keras kepalanya denganmu."
"Dan apa yang membuatmu begitu khawatir hingga kau mengorbankan kasus Dharma Kencana hanya untuk mendapatkan bantuanku dalam kasus ini?" desak Kanya.
Adrian berjalan ke jendela besar, menatap keheningan malam. "Karena aset yang dia tuntut bukan hanya uang, Kanya. Aset itu adalah jantung dari semua yang kulakukan. Jika aku kehilangan itu, Vanguard Group akan runtuh. Dan Maya tahu itu."
Kanya menatap Adrian. Pria yang selama ini terlihat tak terkalahkan, ternyata memiliki titik lemah yang sangat besar—seseorang dari masa lalunya yang bisa menghancurkannya. Adrian tidak hanya mencari pengacara; dia mencari sekutu dalam perang pribadi yang sangat dalam. Kanya mengambil tablet itu. Dia tidak melihatnya sebagai dokumen hukum. Dia melihatnya sebagai peta rahasia Adrian.
“Kalau begitu,” pikir Kanya, sambil menggesek layar tablet. “Game on, Adrian. Aku akan memenangkan perangmu, dan pada akhirnya, aku akan memiliki semua rahasiamu.”
Adrian berbalik dari jendela. "Sekarang kau sudah mendapatkan rahasiamu, Kanya. Sekaranglah giliran retainer fee yang sesungguhnya."
Kanya kini telah resmi terikat dalam dua konflik: perang bisnis dan perang hati Adrian, yang keduanya melibatkan seorang wanita bernama Maya.