Putri Daniella menyukai Pangeran Felix dan ingin menikah dengannya. Tapi kehadiran sopir pribadinya Erik Sebastian merubah segalanya. Pemuda desa itu diam-diam mencintai putri Daniella sejak kecil. Seiring waktu, terungkap jika Erik adalah putra mahkota yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunnyku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesaat, Mata Mereka Bertatapan
Putri Daniella naik pelan, langkahnya percaya diri, sampai ke atas.
Dari sana, dia melihat perumahan dan bangunan di balik dinding, angin sejuk menyapu rambutnya, membuatnya tersenyum gembira.
Dia memotret beberapa foto, hati berbunga seperti gadis biasa yang bebas. Erik di bawah terus mengawasi, jantungnya berdegup kencang, siap menangkap jika sesuatu terjadi.
Setelah puas, Putri Daniella turun perlahan. Erik mendekat, naik tangga untuk memegang tangannya.
"Gak perlu bantuin aku turun dan pegangin tanganku. Aku bisa sendiri. Minggir gak?" katanya kesal.
Erik turun lagi, tapi saat Daniella di anak tangga ketiga terakhir, kakinya terpeleset di permukaan licin.
"Aaa!" jeritnya, tubuhnya hampir jatuh. Erik sigap melompat, menangkapnya dalam pelukan kuatnya, tangannya merangkul pinggang gadis itu, menahan agar tak terjatuh ke tanah keras.
Jantung Erik berdegup kencang seperti genderang perang, nafasnya tersengal, aroma parfum Putri Daniella yang manis menyentuh hidungnya.
Sesaat, mata mereka bertatapan, mata hijau Daniella penuh kejutan dan malu, mata Erik penuh kekhawatiran dan sesuatu yang lebih dalam.
"Lepasin! Aku bisa jalan sendiri," teriak Daniella, mendorong tubuh Erik dengan kasar, wajahnya memerah karena malu dan marah.
Tapi saat melangkah, kakinya nyeri hebat.
"Aduh, sakit!" jeritnya, hampir jatuh lagi.
Erik langsung merangkul pundaknya, memapahnya pelan ke mobil.
"Maaf, Tuan Putri," katanya, suaranya lembut penuh penyesalan. Dia membuka pintu belakang, membiarkan Daniella duduk menghadap keluar, kakinya di luar.
Dari kotak P3K di dashboard, Erik jongkok di depannya, mengangkat kaki kiri gadis itu pelan, melepas heelsnya, dan meletakkan di lutut pahanya.
Dia mengoles olive oil dengan lembut, jarinya menyentuh kulit halus Daniella, hati berdegup antara tugas dan perasaan aneh yang mulai tumbuh.
Daniella tak protes, membiarkan saja, meski hatinya campur antara sakit dan malu.
"Sakit banget tau, kakiku pasti terkilir. Ini semua gara-gara kamu. Dasar tolol, gak becus," katanya meringis, suaranya bergetar menahan nyeri.
"Maaf, Tuan Putri, bisa ditahan sedikit? Kakinya memang keseleo," kata Erik, suaranya penuh empati.
"Saya pernah belajar medis darurat serta terapi tulang, jadi tahu bagaimana mengatasi kondisi ini. Putri tak perlu khawatir. Tahan sedikit, agak sakit memang."
Dia memijat pergelangan kaki itu, menekan otot dengan ibu jari, membuat gerakan memutar kecil.
"Auu... aduh... sakit bodoh! Kamu mau nyakitin aku ya?" jerit Daniella, menahan sakit, kukunya mencengkram bahu Erik kuat-kuat, meninggalkan goresan merah di kulit pria itu.
Setelah selesai, Daniella menarik kakinya, menggeser tubuh ke jok. Erik menutup pintu, duduk di belakang kemudi, dan melajukan mobil kembali ke istana.
Putri Daniella masih merintih sepanjang jalan, mengeluh tanpa henti.
"Nanti setelah sampai di istana, Tuan Putri istirahat saja. Saya jamin, besok pagi sudah tidak sakit lagi. Pasti sembuh," sebut Erik, mencoba menenangkan.
"Seenaknya aja kamu ngomong gitu! Kakiku yang sakit. Kalau sampai minggu depan belum sembuh, bukan hanya aku pecat kamu jadi sopir, tapi kamu siap-siap mendekam di penjara karena telah membuatku terluka. Paham!" teriak Daniella, suaranya tinggi, hati panik memikirkan pertemuan dengan Pangeran Felix.
Erik melirik melalui kaca dashboard, matanya penuh kekhawatiran tulus.
"Gak usah lihat-lihat kamu! Dengar, ini hari pertamamu kerja, sekaligus hari terakhir. Aku pastikan kamu dipecat setelah ini, dan keluar dari istana. Aku gak mau lihat wajah kamu lagi," kesalnya, suaranya bergetar antara marah dan sakit.
Erik diam saja, hatinya berat tapi sabar.
"Bisa-bisanya Paman bilang sopir profesional, lulusan terbaik. Tapi baru tiga jam kerja sudah membuat aku celaka seperti ini. Tak bertanggung jawab banget," gerutu Daniella lagi.
Mereka tiba di istana saat matahari hampir terbenam, cahaya oranye menyinari gerbang megah. Daniella turun tanpa heels, nyeker, dipapah Erik yang hati-hati.
Beberapa staf perempuan berlari tergopoh-gopoh, mengambil alih, membawa Daniella ke kamarnya.
"Dengar semuanya, jangan sampai ada berita tersebar kakiku keseleo. Awas aja kalau sampai informasi ini keluar istana!" ancamnya, suaranya tegas meski wajahnya pucat.
Di kamarnya, Daniella berbaring, kakinya masih nyeri, tapi dia tolak tim medis. Dia langsung hubungi Pangeran Gustav, meminta pemecatan Erik.
Sementara itu, Erik kembali ke asrama staf di sayap istana, ruangan sederhana dengan aroma kayu dan mesin mobil.
Dia melepas kemeja dan dasi, mandi sore dengan air hangat yang tak bisa hilangkan lelah hatinya. Berdiri di depan cermin, tubuh tingginya 188 cm yang atletis terpantul, dia melihat goresan merah di bahu, bekas kuku Daniella.
Erik meraba goresan itu, lalu tersenyum penuh arti, mata teduhnya memancarkan ketenangan aneh.
Entah mengapa, meski terancam pemecatan atau penjara, hatinya tak gundah. Mungkin karena sentuhan itu, jeritan itu, membuatnya merasa lebih dekat dengan gadis keras kepala yang mulai menyentuh hatinya.
Di luar jendela, malam mulai turun, salju tipis mulai jatuh seperti harapan yang rapuh, tapi Erik tetap santai, siap menghadapi badai yang datang.
********