NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Obsession

🦋

Gavriel melangkah cepat meninggalkan mereka. Tangannya masih menggenggam flashdisk seolah itu adalah kunci menuju kebenaran yang ia tunggu bertahun-tahun. Tapi sebelum pulang, ada satu urusan yang harus ia selesaikan, Mahiera.

Begitu ia tiba di restoran, Mahiera sudah duduk di pojok ruangan, dikelilingi kantong-kantong belanjaan. Wajahnya bersinar lega saat melihat Gavriel, tapi ekspresinya cepat berubah menjadi cemberut.

"Kemana saja kau! Aku sudah menunggu lama. Lihat, makanannya hampir dingin," omelnya sambil menyuapkan potongan daging ke mulutnya.

"Berbelanja seharian, bawa barang-barang ini ke restoran… kau pikir tenagaku tak terbatas?"

Gavriel tak menjawab. Pandangannya hanya tajam, gelisah. "Mana barangnya?"

Mahiera mendengus. "Kau ini tak pernah sabar!" Ia membuka tas besar di samping kursi, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Dengan sedikit kasar, ia meletakkannya di meja.

Tak! Suara kayu kotak itu mengenai permukaan meja, singkat namun berat.

Gavriel segera membukanya. Ia sempat ragu Mahiera akan mempermainkannya dengan isi kosong, tapi tidak, di dalamnya tergeletak sebuah kalung dengan liontin batu kuarsa putih, berkilau lembut di bawah lampu restoran. Hatinya terhenti sejenak. Ia mengenali benda itu.

Kalung kesayangan Valora. Kalung yang menghilang sebelum kehamilan istrinya terbongkar.

Tanpa sepatah kata, ia menutup kotak itu dan berdiri. Kursinya bergeser keras ke belakang. Mahiera menatap, tapi tidak menahannya. Ia tahu betul: urusan Gavriel dengan Valora atau masa lalu Valora bukan sesuatu yang ingin ia masuki terlalu dalam. Lagipula, ia sendiri sudah memastikan bahwa Auliandra memang bukan Valora. Ia tahu… setidaknya sebagian dari kebenaran.

"Aku hanya akan mengambil kembali milikku," gumamnya, sebelum kembali menyantap makanannya sendiri.

Malam itu, Gavriel duduk di ujung ranjang. Laptop terbuka di pangkuannya. Flashdisk yang tadi diberikan Jevano kini tercolok di port USB. Isinya hanya satu file video.

Hatinya berdegup keras. Tangan kirinya sedikit bergetar saat ia menekan tombol play.

Gambar bergerak memenuhi layar. Suara isak. Langit mendung. Kamera menyorot sebuah liang lahat yang sudah siap menerima jasad. Gavriel menelan ludah, menatap tanpa berkedip.

Di sana… Valora. Wajah pucatnya terbujur kaku, dibungkus kain putih. Ia melihat Maura, menangis di pelukan Viora. Rion berada di sisi makam, bibirnya bergerak lirih melafalkan azan di telinga putri bungsunya.

Semua orang ada di sana keluarga Majesty, Emerson, Atharel, teman-teman dekat Valora. Semuanya diselimuti duka. Tangisan terdengar seperti kabut yang menekan dada. Valora… gadis manis, lemah lembut, tutur katanya selalu sopan… kini terbujur dingin.

Dan keluarga besar menyebutnya sebagai korban pengkhianatan yang didorong dari atas gedung.

Gavriel menutup mulutnya, berusaha mengatur napas. Bagaimana mungkin… jika jasadnya sudah dimakamkan… bagaimana mungkin ia kembali hidup? Kebingungan dan harapan bercampur, menghantam pikirannya.

Tapi di balik air matanya, tekad mulai menyala.

"Akan kubuktikan… kalau Kiran adalah Valora. Istriku. Orang yang kucintai."

Suaranya nyaris berbisik, tapi mengandung sumpah yang tak bisa diganggu gugat.

Ia memandangi liontin kuarsa putih yang kini tergantung di tangannya. "Dari awal… aku suami Valora. Dan di akhir nanti… hanya aku yang akan menjadi pemenang."

Ia mengulang dalam hati, seakan mantra: Valora. Kiran. Auliandra.

Nama lengkap yang membentuk satu lingkaran. Dua jiwa, satu cinta… dan satu obsesi yang tak akan ia lepaskan.

***

Apartemen Auliandra kini terasa jauh lebih ramai. Setelah Kiran memindahkan seluruh barangnya, penghuni resminya menjadi empat orang. Auliandra, Kiran, Jevano, dan Edwin.

Keputusan Edwin dan Jevano untuk tinggal bersama tidak datang tanpa alasan. Mereka bersikeras bahwa kehadiran mereka adalah demi "menjaga" dan memastikan dua wanita itu tidak lagi bertahan hidup dengan mie instan dan kopi sachet.

Bagi mereka, kesehatan Kiran dan Auliandra terlalu berharga untuk diabaikan.

Pagi itu, Auliandra sudah berada di kantor AS Grup sejak fajar. Rambutnya dikuncir rapi, mata fokus pada layar laptop yang menampilkan sketsa pembangunan villa baru, proyek yang sebentar lagi akan berjalan. Ia bahkan sudah menghubungi tiga pria yang akan membantunya mewujudkan proyek ini.

"Nona, sarapannya sudah siap. Kapan mau makan?" suara Nira terdengar dari sofa, matanya tak lepas dari sang nona yang sibuk mengetik.

"Tunggu tiga pria tengil itu datang. Aku mau makan bareng mereka," jawab Auliandra tanpa menoleh.

Nira menghela napas. Ia mengirim pesan suara ke Jevano, membiarkannya mendengar suara Auliandra, strategi licik agar Jevano segera datang. Nira tahu nona-nya kadang keras kepala, dan ia tak mau Auliandra kelaparan hanya karena menunggu.

TING.

Jevano mendengar suara pesan masuk. Begitu membuka dan mendengar ucapan Auliandra, ia langsung memaki pelan. "Sial!"

Ia menuruni tangga dengan langkah terburu-buru, bahkan melewati ibunya tanpa sempat berpamitan.

"JEV, sarapan dulu!" teriak Freya dari meja makan.

"Aku sarapan sama Auliandra, Bu!" sahutnya sambil masuk mobil dan tancap gas.

Freya menggeleng, tersenyum tipis. "Anak ini kalau sudah jatuh cinta, dunia bisa dilupain."

"Biarin aja. Namanya juga anak muda," sahut Darnel, ayah Jevano, sambil menyeruput kopi.

TING.

Pesan yang sama masuk ke ponsel Gavriel. Tanpa pikir panjang, ia meraih kunci mobil.

"Kenapa nggak bilang dari tadi, sih!" gerutunya sambil berjalan cepat ke garasi.

TING.

Edwin membaca pesan dari Nira, tapi reaksinya berbeda. Ia hanya tersenyum tipis, menaruh ponsel di saku, lalu berjalan santai ke dapur. Ia menuang susu ke gelas, mengaduk perlahan. Setelah menyesap sedikit, ia menjentikkan jarinya. Tubuhnya menghilang, menyisakan serpihan hitam-putih yang berputar di udara.

Sekejap kemudian, ia sudah berdiri di depan pintu ruang kerja Auliandra, masih dengan gelas susu di tangan.

"Aku datang!" serunya ceria.

Auliandra menoleh dan tersenyum. Ia bangkit, berjalan mendekat, menatapnya lama-lama dengan sorot misterius.

Edwin gugup. "A-apa yang kau lihat? Minum ini." Ia menyodorkan susu.

Tawa Auliandra pecah. "Astaga, mukamu merah sekali, Ed."

"Berhenti tertawa, Auli!" protes Edwin sambil duduk di kursi.

Nira mendengus. "Bisa nggak kalian nggak romantis di depan jomblo seperti aku?"

"Kalau mau, aku bisa carikan pasangan," jawab Edwin, tersenyum nakal.

"Tidak! Mahar di bawah 5 miliar aku tolak," balas Nira percaya diri.

Auliandra terbahak. “Mahar segitu belum cukup?”

"Harus ada rumah beserta isinya dan beberapa pusat perbelanjaan."

"Kau mau menikah atau merampok?" sahut Jevano yang baru tiba.

Mereka masih saling lempar canda saat Gavriel muncul, napas memburu. "Aku… terlambat?"

Edwin hanya melirik sinis. "Seperti biasa." lalu berjalan keluar ke ruang makan, diikuti Jevano dan Nira.

Auliandra menggandeng tangan Gavriel. "Ayo, kita sarapan."

Gavriel kaku. Genggaman itu memanggil kenangan masa lalu. Valora, istrinya yang dulu menggenggam tangannya persis seperti ini. Hanya saja, kini yang ada di hadapannya adalah Auliandra… yang bukan dan tak akan pernah menjadi Valora.

🦋To be continued...

1
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!