Demi menikahi wanita yang dicintainya, Arhan Sanjaya mengorbankan segalanya, bahkan rela berhutang banyak dan memenuhi semua keinginan calon mertuanya. Terbelenggu hutang, Arhan nekat bekerja di negeri seberang. Namun, setelah dua tahun pengorbanan, ia justru dikhianati oleh istri dengan pria yang tak pernah dia sangka.
Kenyataan pahit itu membuat Arhan gelap mata. Amarah yang meledak justru membuatnya mendekam di balik jeruji besi, merenggut kebebasannya dan semua yang ia miliki.
Terperangkap dalam kegelapan, akankah Arhan menjadi pecundang yang hanya bisa menangisi nasib? Atau ia akan bangkit dari keterpurukan, membalaskan rasa sakitnya, dan menunjukkan kepada dunia bahwa orang yang terbuang pun bisa menjadi pemenang?
Karya ini berkolaborasi spesial dengan author Moms TZ.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05. Perkelahian dengan sesama napi
.
Hidup di balik jeruji besi sama sekali tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Arhan. Merantau jauh ke negeri orang, cita-citanya adalah hidup bahagia dengan istri tercinta. Siapa sangka yang ia dapatkan malah sebaliknya. Pengkhianatan, penderitaan, penjara.
Bukan hanya tentang tembok dan jeruji, tapi juga tentang kehancuran mental. Arhan kehilangan nafsu makan, makanan yang disajikan terasa hambar. Ia lebih sering melamun, tatapannya kosong menembus dinding sel yang suram. Bohong, jika dibilang dia ikhlas. Bohong, jika dikatakan tak sakit hati.
"Hei, anak muda, kenapa kau murung terus? Jangan menyerah begitu saja," sapa pria tua, penghuni sel yang disegani. Pria tua yang menyapanya ketika pertama kali dia baru masuk ke dalam sel itu beberapa hari yang lalu. Dia adalah Hadi Subroto. Seorang pengusaha kaya yang terpaksa menjadi penghuni sel itu karena tuduhan korupsi yang sebenarnya sama sekali tak ia lakukan.
Arhan hanya menggeleng lemah. "Lalu apa yang harus saya lakukan? Saya sudah kehilangan segalanya. Hasil keringat selama 2 tahun, istri yang berkhianat, sahabat yang ternyata musuh." Arahan mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya.
"Kehilangan segalanya? Kau masih hidup, itu sudah lebih dari cukup," balas pria tua itu. "Jangan biarkan mereka menghancurkanmu. Kau harus bangkit dan melawan. Jika kau seperti ini, itu akan membuat mereka merasa menang."
"Melawan? Bagaimana caranya? Saya terkurung di sini dan tidak punya apa-apa," jawab Arhan dengan nada putus asa. "Andaikan ada sedikit saja bukti…"
Pria tua itu mendekat, menepuk bahu Arhan dengan lembut. "Kau punya dirimu sendiri. Kau punya kekuatan yang belum kau sadari. Jangan biarkan rasa sakit menguasaimu. Jadikan itu sebagai motivasi untuk bangkit dan membalas dendam."
Arhan terdiam, merenungkan kata-kata pria tua itu. Dan itu benar. Ia memang hancur, tapi masih ada secercah harapan. Dan yang paling utama, dia tak boleh membiarkan kedua penghianat itu tertawa bahagia selamanya.
"Terima kasih," ucap Arhan sambil menoleh ke arah pria tua itu dan tersenyum penuh semangat.
"Jangan hanya berterima kasih. Buktikan dengan tindakan," balas pria tua itu. "Mulai sekarang, jangan biarkan dirimu larut dalam kesedihan. Bangkit dan tunjukkan pada mereka bahwa kau bukan pecundang.”
Arhan mengangguk, wajahnya tak lagi sekusut tadi.
*
Arhan menarik napas dalam-dalam, aroma pengap dan keringat bercampur menjadi satu. Sambil mengelap keringat yang membasahi keningnya, ia duduk menyandarkan tubuhnya pada tembok setelah lelah dengan kegiatan kerja bakti.
"Hei, anak baru! Sini pijat kakiku!" Teriak seorang narapidana dengan badan penuh tato.
Arhan hanya menoleh sekilas tapi tak beranjak dari duduknya.
“Hei, kamu budeg, ya?!" Pria bertato kembali berteriak.
Karena Arhan tak juga bereaksi, pria bertato itu beranjak dari duduk selonjornya berjalan mendekat, lalu berdiri berkacak pinggang di hadapan Arhan.
Sementara itu, Pak Broto yang duduk tak jauh dari mereka hanya diam mengamati. Seolah sedang menanti apa yang akan dilakukan oleh Arhan.
“Kamu mau menantangku, ya?!" hardik pria itu.
"Apa aku tadi mencari masalah denganmu?" tanya Arhan datar, berusaha menghindari konfrontasi.
"Masalah? Tentu saja. Tampangmu itu sudah seperti masalah," balas pria itu, nada suaranya meninggi. "Di sini, aku yang berkuasa. Jangan berani melawan!”
Arhan mengepalkan tangannya. Ia tidak ingin terlibat perkelahian. “Aku tidak cari masalah denganmu, jadi tolong untuk tidak mencari masalah denganku juga." Arhan masih mencoba mengendalikan kesabarannya.
Pria bertato itu tertawa tergelak. "Wah wah,,, ada yang sok hebat rupanya." Ia menendang kaki Arhan dengan kasar. "Biar ku lihat seberapa jago dirimu!"
Arhan mendongak dan menatap datar wajah pria itu. "Jangan mengusikku," ucapnya.
"Oh, kau berani melawan?" Pria itu menyeringai. "Sepertinya kau memang butuh pelajaran." Serta-merta pria itu menarik kerah Arhan dan membawanya berdiri, melayangkan pukulan sebelum Arhan sempat untuk berdiri sempurna.
Arhan yang tidak siap meringis kala kepalan tinju mendarat di wajahnya.
Pria itu kembali menggerakkan tangannya untuk memberikan pukulan lanjutan. Namun, Arhan menghindar dengan sigap, lalu membalas dengan tinju keras ke arah perut pria itu. Pria itu terhuyung, terkejut dengan serangan balasan Arhan.
"Sialan kau!" Pria itu meraung, lalu menyerbu Arhan dengan membabi buta. Pertarungan pun tak terhindarkan.
Arhan yang pikirannya sedang kalut tak bisa menguasai emosi. Mungkin ia butuh pelampiasan atas apa yang baru saja menimpa dirinya. Ditambah lagi, ia sadar kalau dirinya tak boleh lemah. Karena semakin dirinya diam dan menurut, akan semakin pula orang menginjaknya.
Para narapidana lain yang semula bertepuk tangan, bersorak untuk kemenangan pria bertato, perlahan menjadi sunyi karena ternyata Arhan bukan hanya mampu mengimbangi, tapi membalas dengan telak.
Arhan berdiri tegak di hadapan pria bertato yang masih meringis kesakitan di lantai. Napasnya memburu, namun matanya memancarkan tekad yang kuat.
"Jangan pernah mencoba mengusikku, karena aku tidak akan tinggal diam," ucap Arhan dengan nada dingin, setiap kata terucap dengan jelas dan tegas.
Pria bertato itu mendongak, menatap Arhan dengan tatapan penuh amarah dan dendam. Namun, ia tidak berani membalas. Ternyata Arhan bukan lawan yang mudah.
Arhan berbalik, meninggalkan pria itu terkapar di lantai. Ia berjalan menuju tempat tidurnya, tanpa menghiraukan tatapan terkejut dan kagum dari penghuni sel lainnya.
"Wah, anak itu hebat juga," bisik seorang narapidana kepada temannya.
"Kelihatannya Bang Tagor salah cari lawan kali ini," timpal yang lain.
Arhan merebahkan diri di atas tikar tipisnya. Ia memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. Pertarungan tadi membuatnya sadar, kehidupan di penjara tidak akan mudah. Ia harus kuat, tidak hanya secara fisik, tapi juga mental.
"Hei, anak muda," suara berat memanggilnya. Arhan membuka mata dan melihat Pak Broto mendekatinya. Pria yang melihat pertarungan antara arhan dan bang Tagor sejak awal itu diam-diam tersenyum tipis.
"Aku lihat kau baru saja mengalahkan si Tato," kata Pak Broto
Arhan mengangguk. "Sebenarnya saya tidak ingin mencari masalah. Tetapi jika ada orang yang ingin mencari masalah dengan saya, maka saya tidak akan kabur."
Lagi lagi pak Broto tersenyum tipis. "Di sini, memang harus bisa menjaga diri sendiri. Kalau tidak, akan menjadi mangsa."
"Saya tahu," jawab Arhan.
"Aku suka semangatmu," kata pria tua itu. "Kalau kau butuh bantuan, jangan ragu untuk bertanya."
Arhan menatap pria tua itu dengan rasa terima kasih. "Terima kasih," ucapnya tulus.
"Sama-sama," balas pria tua itu. "Selamat datang di dunia yang baru, anak muda.”
*
*
*
Gusti mboten sare...
orang tua macam apa seperti itu...
membiarkan anaknya melakukan dosa...🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️
bukan malah menyalahkan org lain..
wah..minta dipecat dg tidak hormat nih istri...