Satu hubungan rumah tangga yang di harapkan oleh istri, menjadi tempat nyaman dan tentran tapi ternyata yang dia rasakan sebaliknya. Akan kah sang istri mendapatkan kebagian dalam rumah tangganya, dari suaminya, atau bahkan di dapatkan dari orang lain.
Bab 5
Briel menyalahkan Liora atas kematian Cahaya, kekasihnya yang meninggal dalam keadaan hamil muda dengan cara bûñüh diri.
Dia menyalahkan Liora, karna dia berfikir jika dia tidak mengenal Liora mungkin kejadian seperti itu tidak akan ada.
Liora dan Briel, mereka terpaut umur yang lumayan jauh di saat Liora menikah dengan Briel, Liora berusia tujuh belas tahun dan Briel berusia 25 tahun.
Hanya beberapa bulan berkenalan lalu memutuskan untuk menikah, walaupun sempat di tentang oleh ibunya, Liora tetap memilih ingin menikah dengan Briel.
Ayah Liora sudah lama meninggal dunia, disaat usia Liora baru menginjak sepuluh tahun. Dan di saat dia masuk SMP mamahnya menikah lagi dan juga di karuniai seorang anak perempuan, dan setelah adiknya lahir Liora seperti di bedakan di dalam keluarga itu. Jadi di saat ada seorang laki laki yang memberikan dia buaian bertubi tubi, dia pun terhanyut. Dan sekarang ini lah dia, dengan penuh penyesalannya.
Sedangkan orang tua Briel masih lengkap, mereka dulu tidak menyetujui hubungan Briel dengan kekasihnya. Maka ketika Briel mengenalkan Liora, orang tuanya sangat setuju. Padahal maksud Briel dia berpacaran dengan Liora hanya uttuk menutupi hubungannya dengan Aya, tapi siapa sangka Aya mengetahui Briel bermain api di belakangnya, dan itu lah alasan nya untuk mengakhiri hidupnya.
Aya meninggal saat dua bulan sebelum Briel dan Liora menikah. Awal mula Briel tidak ingin menikahi Liora, tapi karna rasa sakit hatinya yang menusuk. Akhirnya dia menikahi Liora, hanya untuk membalas kan dendam Aya terhadap Liora, yang bahkan Liora sendiri tidak tau apa apa.
Rasa bersalah selalu menghantui Briel, terkadang juga muncul rasa Bersalah terhadap Liora tapi semua itu coba dia tepis. Rasa bersalah yang cukup besar hanya untuk Aya, Briel fikir semua yang Liora dapatkan sekarang ini memang pantas untuknya.
Setelah kepergian Briel tadi dan sudah puas dengan air matanya. Liora coba bangkit, tubuhnya gemetar. Dia mencoba berdiri dengan tehap tapi tidak bisa, kakinya lemas
seperti tidak bertulang. Merasakan apa yang baru dia rasakan, seperti gunjangan di jiwanya. Menghantam mentalnya hingga babak belur.
Kembali terduduk dan terisak
“ apa maksud ucapannya tadi “ gumam Liora
“ apa maksudnya, istri, anak “ gumamnya lagi pelan dengan nada rendah yang hanya bisa di dengarkan olehnya sendiri.
Pikirannya menerawang ke masa lalu di saat dia bertemu dengan Briel, bahkan di saat itu Briel seperti sedang tidak ada hubungan dengan perempuan lain atau Liora yang sangat polos.
“ apa mungkin?…..” ucapnya lirih
Setelah dipikir pikir kenapa Briel ngotot ingin menikahinya beberapa bulan sebelumnya, padahal sebelum sebelumnya di saat mereka sering bertukar cerita, Briel seperti ingin membebaskan dan menunggu Liora hingga dia mencapai semua cita citanya, dan dia akan berjanji menemani proses Liora berkembang.
Tapi beberapa waktu setelahnya, Briel malah lebih gencar mengejarnya dan memaksanya menikah dengannya, dengan alasan bahwa dia sangat mencintai Liora.
Karna itu lah Liora percaya dan berfikir saat itu Briel memang laki laki yang baik bahkan selama mereka mengenal dan memutuskan berpacaran Briel tidak pernah bertindak kurang ajar, entah itu menciumnya ataupun melakukan tindakan lain, yang dipikir oleh Liora itu adalah tindakan Briel menghormati Liora, tapi ternyata semua itu baru ia fahami sekarang mengapa Briel tidak pernah menyentuhnya sampai detik ini.
Bukan karna rasa menghormati tubuhnya, atau pun apalah itu sebutannya. Tapi lebih kepada dia dendam atau lebih parahnya lagi Liora perempuan yang menjijikan baginya.
Dengan susah payah, kali ini Liora memantapkan pijakannya dan berjalan tertatih ke arah kamarnya, dia tidak punya teman, tidak ada saudara yang dekat dengan nya. Adapun itu saudara dari sebelah ayahnya yang ada di luar negri, itu pun tidak terlalu deket. Karna sepeninggalan ayahnya, ibunya seakan menjauhkan nya kepada keluarga ayahnya.
Jikapun dia akan mengadu ke ibunya pasti tanggapan ibunya akan mencomo’oh, karna dulu pun ibunya menolak pernikahan itu. Tapi Liora tetap memilih memaksa menikah dengan Briel.
Kini, dia sebatang kara. Tanpa saudara, tanpa orang tua, tanpa sandaran, tidak ada tempat perlindungan.
Hatinya sangat, sangat sakit menginggat itu semua.
Dia kembali ke balkon, berdiri di pinggir balkon, memandang hamparan kota yang terbentang luas, dengan hiasan lampu lampu yang menyinari di ibu kota negaranya itu.
Padangan nya jauh memandang kedepan, dengan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi di kehidupannya.
Dan sekarang dia sadar jalannya untuk kembali lagi menempuh pendidikan, bukan lah cara yang salah. Karna itu lah satu satunya cara yang akan menyelamatkan dia di kemudian hari.
———
Sedangkan disisi sini Briel setelah tadi melampiaskan kemarahan nya dia pergi ke sebuah tempat hiburan malam. Mabuk semabuk mabuknya, menyewa wanita lalu membawanya ke hotel dan memakai perempuan perempuan itu seperti binatang tanpa rasa tanpa belas kasih, hanya melampiaskan saja nafsunya. Itu lah yang dia lakukan bertahun tahun ini semenjak kehilangan Aya.
Dia memilih menghabiskan waktu dengan wanita wanita di luar dari pada dengan Liora .
——-
Pagi menyapa
Liora terbangun dengan tubuh lemas, tubuh
nya lemas, badannya panas, demam tinggi.
Tapi dia tetap coba bangun, keluar dari kamarnya. Kekacauan yang semalam di buat oleh suaminya masih berantakan, belum tersentuh.
Walaupun dengan tubuh yang lemas, dia tetap membersihkan kekacauan itu. Setelah beres, Liora menyiapkan keperluan keperluan untuk membuat sup. Mulai memasak, lalu dia sarapan dan kembali kekamarnya.
Briel belum pulang, sampai siang hari tubuh Liora dirasa sudah tidak bisa di tahan lagi.
Badannya menggigil kuat, tangannya menggapai ponselnya yang ada di nakas di sebelah tempat tidurnya.
Memesan taksi online untuk pergi kerumah sakit, setelah mendapatkannya dia menyuruh supir taksi itu untuk menunggunya di loby.
Dengan tertatih masih menggunakan pakaian yang di pakai nya semalam, Liora berjalan ke arah lemari mengambil hoodie untuk di pakainya, tidak lupa membawa dompet dan ponselnya juga.
Dengan tertatih Liora turun ke bawah, perjalanan yang lumayan macet membuat tubuh lemah Ica semakin lemah. Tanpa di sadari tubuhnya terkulai pingsan.
Saat sampai di rumah sakit.
“ mbak, sudah sampai “ supir taksi online itu coba membangunkan Liora
Di kiranya tidur oleh supir taksi itu, belum ada jawaban dari Liora.
“ mbak “ lagi
Supir taksi itu coba menyentuh ujung lutut
Liora
“ maaf mbak, kita sudah sampai mbak “
“ mbak “ sang supir mulai panik, dan mencoba lebih kuat mengguncang lutut Liora tetap tidak ada jawaban.
Cepat cepat dia membuka sabuk pengamannya, keluar dengan terburu buru. Membuka pintu belakang tempat Liora duduk dengan Lebar.
Sehingga bisa di lihat juga oleh orang yang melintas, muka kepanikan supir itu mengundang perhatian orang yang ada di sekitar.
“ haduh, mbak gimana ini “
Saat tangan supir itu akan menyentuh pipi Liora, Bhima muncul dari arah samping supir.
“ Liora “ ucapnya dengan muka yang terkejut