NovelToon NovelToon
INGRID: Crisantemo Blu

INGRID: Crisantemo Blu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: I. D. R. Wardan

INGRID: Crisantemo Blu💙

Di balik nama Constanzo, Ingrid menyimpan luka dan rahasia yang bahkan dirinya tak sepenuhnya pahami. Dikhianati, dibenci, dan hampir dilenyapkan, ia datang ke jantung kegelapan-bukan untuk bertahan, tapi untuk menghancurkan. Namun, di dunia yang penuh bayangan, siapa yang benar-benar kawan, dan siapa yang hanya menunggu saat yang tepat untuk menusuk dari bayang-bayang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I. D. R. Wardan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 Boutique

Angin bertiup semakin kencang, Ingrid buru-buru memasukkan kertas itu ke sakunya. Saat akan masuk ke mobil, sebuah tangan menepuk bahunya. Itu Navarro.

"Navarro, lama tak melihatmu," Gadis itu menyambut hangat sepupunya. Walau dia sedikit curiga, mengapa Navarro bisa ada di sini di saat yang sama dengan datangnya kertas itu?

"Kau juga. Kau tampaknya tidak merindukanku ya, Adik kecil." Navarro membuang pandangan ke arah lain.

Gadis berambut hitam itu memberikan tinjuan ke perut Navarro. Remaja itu mengaduh kesakitan. "Aku mencarimu, kau yang menghilang, sekarang kau mencoba menjadi korban!?"

Laki-laki itu tertawa di antara angin dingin yang berhembus. "Ada beberapa hal penting yang harus aku lakukan, hanya sedikit sibuk. Aku dengar dari Marcello, jika kalian sudah berbaikan, apa itu benar?"

Ingrid mengangguk. Memasukkan tangan kanannya yang kosong ke saku mantelnya yang hangat. "Ya, ini yang kau inginkan, bukan? kami sudah berdamai sekarang."

Navarro mengacak-acak pucuk kepala adiknya. Si gadis hanya pasrah sambil menurunkan sudut bibirnya, seharusnya dia sudah bisa memprediksi sepupunya akan melakukan ini.

"Ingin ikut denganku ke butik ibu? Dia pasti senang melihatmu." Dia menunjuk arah butik dengan jempolnya. "Dan secangkir coklat panas?"

Senyuman manis Ingrid terbit. Dia menaruh kantung belanjanya di dalam mobil dan meminta supirnya untuk menunggu saja di sana. "Aku ingin es coklat, ukuran besar."

Mereka berjalan beriringan, di atas jalan trotoar beton yang berhias dedaunan gugur terbawa angin. "Es? Di cuaca seperti ini? Kau memang gila." Ingrid memberi tatapan membunuh pada Navarro. Nyalinya menciut. "Tidak, a—aku salah bicara. Kau memang cantik." Dia menarik ujung bibir ke atas dengan susah payah.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Bunyi bel halus nan nyaring menjadi penyambut pertama saat membuka pintu butik klasik di ujung jalan. Kehangatan merayapi tubuh kedua saudara itu. Seorang pramuniaga menghampiri mereka dengan senyum ramah, dia mengenali putra dari atasannya.

"Selamat sore, Tuan muda Ferrante. Ada yang bisa saya bantu? "

Navarro tersenyum menampakkan gigi-giginya, ia mengangguk. "Selamat sore, Leila. Apa ibuku ada?"

"Nyonya ada di ruangannya bersama Nona Elsa, Tuan muda," terangnya tanpa melunturkan sedikitpun lesung pipinya.

"Elsa di sini?"

Bel pintu butik kembali bersenandung. Wanita ber-hak tinggi hijau lumut menginjakkan kakinya di lantai kayu mengkilap, kacamata hitam menutupi bertengger di hidung mancungnya, mantel hijau tua menempel anggun mengikuti lekuk tubuhnya. Kacamatanya ia singkirkan, mata coklatnya tertuju lekat pada Ingrid.

Pramuniaga lain datang menghampirinya, menyambut hangat. Asisten yang ikut dengan wanita itu, membantunya melepas mantel, membawanya di lengannya.

"Baguslah, kau di sini. Aku tidak perlu mencarimu ke seluruh Noforte." Vesa menyingkirkan rambut bergelombangnya ke punggung.

"Ada apa, Bibi?"

"Membuat gaun untukmu." Dia beralih ke pemuda di sebelah keponakannya. "Navarro, kau semakin tampan sejak terakhir aku melihat, Nak."

Navarro tertawa. "Kau selalu bisa membuatku malu, Bibi. Aku justru kagum pada Bibi yang tidak berubah sama sekali, selalu cantik bak supermodel, sepertinya usia takut pada Bibi. Apa rahasianya?"

Wanita itu menunduk, terkekeh lucu singkat. "Uang, Sayang, uang."

"Uang adalah kunci." Laki-laki itu menganguk-ngangguk menyimpulkan.

"Anak pintar. Di mana ibumu? Aku ingin menemuinya."

"Aku di sini, Vesa. Kau tidak perlu membuat keributan di butikku." Suara lembut Nora mengalun, menarik perhatian mereka.

Dia memberi salam pada sahabatnya dengan menempelkan pipi mereka bergantian. "Aku akan mengurus mereka, Leila ikut denganku, sisanya kembali bekerja."

Para pramuniaga menjalankan perintah atasan mereka itu. Nora mengajak mereka ke ruangan yang lebih ter-privasi. Mereka duduk di sofa, Leila membawakan minuman hangat dan juga camilan kecil.

Putri sulung Constanzo itu memeluk keponakan perempuannya dengan erat, menyampaikan rasa rindu yang berkarang.

Dia membelai rambutnya yang halus bagai daun muda. "Bibi sebagai kau datang." Keduanya melempar senyum ke satu sama lain.

Nora kembali pada sahabatnya. "Kau kemari untuk mencari gaun untuk pesta lusa, bukan? Aku memiliki beberapa koleksi baru, aku yakin kau akan menyukainya."

"Kau selalu tahu seleraku, aku percayakan semuanya padamu," jawab Vesa sambil menyeruput espressonya.

"Bagaimana penampilanku Ibu?" Elsa datang dari ruang ganti, dengan menggunakan gaun oranye berbahan silk menempel di tubuhnya.

Wajahnya menunjukkan keterkejutan saat melihat banyak orang di ruangan yang sebelumnya hanya ada dirinya dan Nora.

Ingrid mendatangi Elsa, matanya membesar, bibirnya sedikit terbuka. "Kau sangat cantik!" Dia sangat antusias dan tulus memuji temannya. "Gaun ini benar-benar di buat hanya untukmu."

Elsa meninggikan dagunya, menyisir rambut tebalnya ke belakang dengan jari-jari lentiknya. "Aku tahu aku sempurna, oranye membuatku kontras berbeda dengan dirimu." dia berbangga diri.

Ingrid menyetujuinya.

"Dia terlihat seperti matahari yang gagal bersinar," celetuk Navarro dari tempat duduknya.

"Dan dirimu persis seperti gurun tandus tanpa air," balas Elsa sengit, pemuda itu selalu saja mencari masalah dengannya.

"Kau—"

"Sekali lagi kau berbicara, sepatu botku akan berakhir di wajahmu," Ingrid turut membela temannya.

Nora menutup mulutnya dengan tangannya, menahan tawanya agar tak menyebur.

Vesa pun cukup terhibur dengan ketiga anak muda itu.

"Ya, baiklah. Kau cocok mengenakannya." Navarro memuji dengan enggan tapi ia tidak berbohong.

"Nak, kau tampak luar biasa," puji Nora.

"Terima kasih." Matanya tersenyum cerah.

Nora mengajak mereka ke lantai dua, di sana terdapat ruangan khusus di mana baju-baju eksklusif dan belum di pamerkan untuk umum berada. Ruangan tidak terlalu besar maupun kecil, cukup untuk menampung gaun-gaun dan benda koleksi lainnya. Dinding yang berwarna putih bersih membuat benda-benda yang di pajang begitu mencolok.

"Pilihlah yang kau mau Ingrid."

Gadis itu melirik Vesa, kemudian berjalan menyusuri satu-persatu gaun yang terpajang di sana. Lampu kristal besar yang menghiasi langit-langit sejenak mencuri perhatiannya dikarenakan keindahannya. Tetapi, Ingrid segera menyadari lamunannya dan kembali mencari gaunnya.

Sebuah gaun abu-abu di sudut ruangan, mencuri semua perhatian Ingrid. Menyentuh lembut gaun berlengan Off-shoulder itu. Sedikit berkilau di bagian perut dan rok membuatnya terlihat berkelas tapi tak berlebihan.

"Ini sangat indah, benarkan?" Ingrid meminta pendapat Elsa.

Elsa menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah seirama. "Ini memesona." Dia terpana.

"Aku akan mengambil ini," ucapannya yakin.

Ingrid memanggil Vesa untuk mendekatinya. Dia menunjukan gaun itu pada Vesa, dan bilang dia akan mengambil gaun ini untuk pesta. "Seleramu bagus juga. Baiklah, kita ambil ini." Dia terkesan dengan gaun pilihan keponakannya itu. Sempurna, hanya itu yang dapat ia sandangkan.

Vesa memberi tahu Nora tentang itu. Wanita itu menyetujuinya, itu adalah salah satu gaun terbaik musim ini. Dia bahkan awalnya berniat tidak menjualnya, dia ingin menjadikan gaun hasil sulaman tangan itu sebagai koleksi istimewa di butiknya. Namun, karena Vesa bersikeras ingin mengambil gaun itu dan menawar dengan harga tinggi, pada akhirnya Nora melepaskan gaun itu, demi keponakan terkecilnya.

Mereka kembali menuruni anak tangga ke lantai bawah. Di tengah itu, kaki Elsa kehilangan keseimbangan, dia berhasil berpegangan pada railing, akan tetapi, dia menyenggol Ingrid yang berada di depannya dengan cukup kuat, sampai gadis yang tak siap itu jatuh menuruni tangga.

"INGRID!!!"

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

1
pikacuw
Karya pertama? udah bagus dan rapih bgt loh buat cerita perdana, gaya bahasa mudah dimengerti juga, enak bacanya. Smangatss thorr/Determined/
I. D. R. Wardan: Terima kasih🥰💙
total 1 replies
Riska
thorrr aku sangat menantikan bab selanjutnya /Smile//Smile//Smile/
lopyu thorr
I. D. R. Wardan: Love you toooooo💙💙
total 1 replies
Emi Widyawati
ceritanya bagus, beda sama kebanyakan novel. good jobs thor.
I. D. R. Wardan: makasih ya🥹jadi makin semangat nulisnya🔥Love
total 1 replies
minato
Terhibur banget!
I. D. R. Wardan: makasih udah mampir, semoga gak bosan ya🥹💙
total 1 replies
Yuno
Keren banget thor, aku jadi ngerasa jadi bagian dari ceritanya.
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹
total 1 replies
Yoh Asakura
Menggugah perasaan
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹 author jadi makin semangat nulisnya 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!