"Ganteng banget, pasti burungnya gede."
Penulis gila yang masuk ke dalam novel orang lain, karena malas berurusan dengan plot alay. Dia mengadopsi man villain dan menikahi second male lead.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mulai terbiasa
Pagi hari berikutnya Yola, Sky dan Langit izin tidak masuk sampai tiga hari kedepan. Mereka riweh mengurus Langit, ingin cepat-cepat pulang dan rebahan di kasur empuk.
"Aku pergi sebentar ke minimarket depan, kalian baik-baik disini jangan berantem." Ucap Yola, bergegas pergi.
Setelah Yola pergi, suasana langsung jadi canggung dan sepi. Sky sibuk dengan ponselnya sedangakan Langit menutup matanya ingin tidur saja.
Tidak lama kemudian Dokter datang untuk periksa rutin, Sky langsung berdiri dan terpaksa menjadi wali untuk Langit. Sebenarnya dia sangat malas, tapi entah kenapa Dokter selalu datang saat Yola sedang tidak ada.
"Pernafasan sudah mulai membaik meskipun masih berat, pasien sudah boleh pulang hari ini. Tapi, harus tetap periksa rutin dan meminum obat yang sudah diresepkan." Ucap Dokter.
"Baik terimakasih Dok." Sky merasa senang, akhirnya pulang.
"Tolong sering bantu Pasien duduk dengan benar, topang punggung belakang agar pasien bisa duduk tegak tanpa bantuan sandaran. Atur pernafasan selama lima menit, jika tarikan nafas masih saja berat dan pendek maka harus menyiapkan tabung oksigen di rumah." Ucap Dokter.
Sky mengangguk saja, setelah Dokter pergi. Sky dengan sedikit kasar membantu Langit duduk, awalnya duduk terlihat sangat kaku sekali dan nafas Langit sangat pendek dan ngos-ngosan.
Sky memasangkan lagi selang oksigen ke hidungnya, setelah beberapa menit Sky melepaskan selang oksigen dan menegang punggung Langit dengan satu tangan. Langit berusaha tenang dan nafas secara teratur, Sky bisa melihat bagaimana susahnya Langit hanya untuk bernafas.
"Nggausah di paksa kalo emang gakuat, gue bisa beli tabung oksigen satu truk lo hirup aja semuanya." Ucap Sky.
"Bacot, gue gamau ketahuan sakit." Tolak Langit, lirih.
"Yaudah, lo tarik nafasnya pelan aja dan itung pake jari. Terus buang lewat hidung dulu, lagian cuma nafas aja gabisa, kalah sama anjing." Sinis Sky.
"Lo niat bantuin ngga sebenernya? panggilin perawat aja deh." Langit jadi kesal.
"Udah buruan deh banyak mau, tuh lo udah bisa marah berarti sembuh." Kesal Sky.
Saat sedang berdebat tiba-tiba perawat datang untuk mengganti cairan infus, Sky dan Langit langsung kikuk. Perawat memberitahu beberapa informasi, termasuk larangan yang perlu di perhatikan oleh Lanjut.
Sky dan Langit mendengarkan, Setelah Perawat pergi, Yola kembali dari minimarket membawa kantung kresek putih. Yola tersenyum manis, karena tanpa sadar tangan Sky masih bertengger di pundak Langit.
"Cie baikan." Ledek Yola.
"Dih Apaan." Sky langsung menarik tangannya.
Langit Langsung bersandar dan memalingkan wajah, tidak sudi berbaikan dengan Sky. Yola hanya tersenyum geli melihat interaksi mereka, meksipun dake mulut selalu berkata saling membenci. Tapi mereka terlihat mulai saling terbiasa dengan kehadiran masing-masing dalam hidup mereka.
"Beli apa?." Sky menatap Yola dengan lembut.
"Banyak sih jajanan sama roti, Dokter udah dateng?." Tanya Yola.
"Udah, kita boleh pulang hari ini." Jawab Sky mengangguk.
"Serius?." Yola merasa senang.
"Iya, yaudah gue urus administrasinya dulu. Lo beres-beres deh, biar santai nanti." Ucap Sky.
"Makasih Sky." Yola tersenyum.
"Bayarannya nanti dirumah." Bisik Sky penuh arti, Yola jadi tersipu malu.
Yola buru-buru merapihkan semua barang-barang nya, termasuk baju kotor dan lainnya. Untung saja barang yang dibawa tidak selalu banyak, sampah-sampah juga udah di buang ke tempatnya.
"Langit, lo bisa ganti baju sendiri ngga?." Tanya Yola.
"Susah." Jawab Langit.
"Yaudah gue bantuin ya." Yola menyiapkan pakaian longgar untuk Langit.
"Apa? panggil perawat aja." Langit tidak mau.
"Bedanya gue sama perawat apa?." Kesal Yola.
"Nunggu dia aja, biar sama-sama cowo." Langit menolak sepenuh hati.
"Kenapa sih? lagian lo kan pake sempak." Yola memutar matanya malas.
"Tetep aja lah." Langit merasa malu.
"Yaudah gue bantuin pake bajunya dulu, ini cuma pake Sweater oversize aja kok." Yola mendekat.
Yola membuka kemeja pasien yang dipakai Langit. Dengan telaten Yola mengusap leher, ketiak, punggung, dada dan wajah Langit dengan tissue basah. Setelah itu dia mulai memakaikan sweater, sedikit ribet karena ada infus.
Tepat setelah Yola selesai membantu memakaikan baju, Sky datang. Sky dengan delikan sinis membantu Langit memakai celana dengan kasar dan buru-buru.
"Bisa pelan-pelan ngga sih lo." Langit kesal.
"Yaelah cuma pake celana." Sky kesal.
"Kalo lo nggamau biar gue aja yang bantu pakein." Ucap Yola.
"Ngga, udah selese kok ini." Tolak Sky cemburu.
Setelah keriwehan yang ada, Langit sudah duduk di kursi roda dengan selang oksigen mini, yang terhubung ke tabung kecil di ranselnya.
Yola membawa paperbag, Sky mendorong kursi roda yang digunakan oleh Langit. Mereka bersiap keluar dari rumah sakit, setelah sampai di parkiran Yola merasa heran saat ada tabung oksigen di samping mobil mereka.
"Loh kok tabungnya disini?." Heran Yola.
"Gue beli dua tabung oksigen buat kondisi darurat, bakal di anter oleh pihak rumahsakit nanti." Jawab Sky.
"Makasih Sky." Yola terharu.
"Perawat yang rekomendasiin. Lagian juga murah makanya gue beli." Ucap Sky.
"Ya ampun tsunder final boss, tabung oksigen murah? orang gila dia." Batin Yola.
Sky mengendarai mobil pulang kerumah dengan hati-hati, Langit duduk di kursi penumpang dengan tenang, sedangakan Yola di samping kursi kemudi.
Sampai di rumah, karena tidak membeli kursi roda. Sky mau tidak mau menggendong Langit sampai ke kamarnya. Yola menjaga punggung Langit yang masih lemah tak berdaya.
Setelah Langit di rebahkan dengan aman dan nyaman, Yola dan Sky kembali ke kamar mereka dan langsung merebahkan diri. Baru saja menyentuh kasur sebentar keduanya langsung terlelap karena kelelahan.
Sedangkan Langit saat ini masih terjaga, dia menatap kosong ke arah Jendela kamar yang tertutup tirai gorden putih. Perasaannya campur aduk, kehampaan terasa sangat kentara dari tatapan mata kosongnya.
"Hidup gila macam apa ini." Gumam Langit.
Selang oksigen masih terpasang di hidungnya, dia terkekeh miris. Bahkan untuk hidup saja dia bergantung pada bantuan tabung, hidup sebagai beban tak berguna seperti ini benar-benar menyedihkan.
"Apa gue kabur aja." Lirih Langit.
Langit berusaha duduk, baru juga mengangkat kepala dia sudah merasa paru-parunya tertusuk beling. Dia merasa kesakitan, bahkan untuk menarik nafas saja dia kesulitan.
Hoshh
Hoshh
Hoshh
Langit bernafas lewat mulut, meremas dada berusaha tenang. Manusia selemah ini ingin kabur? bahkan semut mungkin menertawakannya.
"Sialan." Umpat Langit lirih.
Wajahnya sangat pucat dengan kantung mata hitam dan bibir birunya. Meskipun badan Langit tidak kurus, tetap terlihat ringkih dan lemah. Mungkin Langit berhasil membentuk tubuh agar terlihat bugar dan sehat, tapi tetap saja organ dalamnya tetaplah rusak.
"Apa yang di inginkan mereka dari tubuh yang rusak ini?." Batin Langit merasa miris.