Masa remaja, masa yang penuh akan rasa penasaran, rasa ingin mencoba dan juga rasa yang sulit dimengerti bernama Cinta.
Ini adalah kisah Cinta enam orang remaja SMA, dengan segala problematika mereka yang beragam rasanya.
Pahit, asam dan manis seperti rasa Jeruk, Blueberry dan juga Cherry.
Yuk ikuti keseruan cerita mereka di sini. 🐢
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Writle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Frenemy (Yuri dan Ari)
...🫐🫐🫐...
#(Flashback)
Pada suatu sore di hari terakhir Masa Orientasi Siswa, Mochammad Fachri atau Ari hendak pulang dengan sepedanya, kegiatan MOS hari terakhir ini adalah kegiatan yang paling padat dan melelahkan, apalagi Ari adalah ketua dari kelompok yang diberi banyak tanggung jawab dan beban, Ari sudah ingin pulang lalu rebahan.
Ari melajukan sepedanya cukup kencang karena ia ingin cepat pulang, namun saat berbelok di gerbang, lajunya terhalang oleh seseorang yang hendak menyeberang.
“AWAAAAAS!” Teriak Ari
Namun gadis yang hendak menyeberang itu seolah tak mendengar sama sekali.
Ari mencoba mengerem sepedanya dan ya sialnya, rem sepedanya macet.
*Gedebuk!
Akhirnya Ari menabrak gadis itu
“Aw! Ittaiii! (Sakit!)” Teriak si gadis yang ternyata adalah Yuvarani Jessany alias Yuri.
Namun bukannya peduli pada luka di lututnya, Yuri malah celingukan mencari sesuatu.
“Earpods watashi mana?” gumamnya.
Ari menuntun sepedanya ke pinggir jalan. Beruntung jalanan agak sepi karena hari sudah amat sore.
Ari melihat ke tengah jalan tempat ia celaka, di mana ada Yuri yang masih mondar-mandir di sana seolah tidak sayang nyawa.
Namun tiba-tiba dari arah lain ada truk besar bermuatan batu yang mendekat dengan cepat, entah dapat kekuatan super dari mana Ari dengan secepat kilat menggendong Yuri dan membawanya ke tepi jalan
*Wush!
*Brak!
Mobil truk itu melaju melewati mereka berdua, namun sepertinya ban mobil tersebut sempat melindas sesuatu sebelum benar-benar menghilang dari pandangan mata.
Ari yang tak sadar masih menggendong Yuri dan Yuri yang juga tak sadar melingkarkan tangannya di leher Ari.
“Non Yuri, belum pulang?”
Sampai suara pak Yudi sang satpam mengagetkan mereka berdua.
Ari menoleh pada orang di gendongannya begitu pula Yuri melihat wajah orang yang menggendongnya, sampai tersadar akan posisi mereka.
Ari segera menurunkan Yuri melepas gendongannya, namun lengan Yuri yang masih melingkar di leher Ari membuat Yuri tidak benar-benar jatuh sepenuhnya.
Belum sempat Ari berkata-kata, Yuri sudah berlari ke tengah jalan lagi
“Aaaak, earpods watashi!” Teriak Yuri sambil memungut earpodsnya yang sudah terlindas truk itu.
Lalu Yuri kembali kepada Ari yang sudah mau pergi
“Mau kemana anata?!” Bentaknya.
“Pulang.” Jawab Ari
“Enak aja pulang, gantiin earpods watashi!”
“Bukan salah gue, gue udah suruh lo minggir lo nya aja budek.”
Yuri menatap marah pada Ari, ia memindai Ari dari atas kepala sampai ke bawah kakinya, lalu ia menemukan sebuah photocard holder yang dijadikan gantungan tas oleh Ari. Ditariknya photocard holder itu sampai terlepas lalu dilemparnya ke tengah jalan.
Ari yang kaget hendak berlari mengejar photocardnya, namun terlambat karena sebuah bus lebih dulu melindas photocard itu, tidak cukup sampai situ bahkan sebuah angkot ikut melindasnya juga, sampai photocard tersebut rusak cukup parah.
“Yak Sekkiya (Hei Sialan)!!” Bentak Ari
“Apa?!” Tantang Yuri
“Photocard rare itu, mahal!”
“Anata pikir earpods watashi murahan?! Itu juga mahal!”
Mereka saling melempar tatapan tidak suka, sebelum Yuri memutusnya.
Yuri menuju ke halte bus di seberang jalan, ia hendak menunggu bus untuk pulang. Ari menatapnya tidak suka.
...🫐🫐🫐...
“Itu hadiah ulang tahun Non Yuri.” Tiba-tiba pak Yudi satpam sekolah ikut bicara.
“Gimana pak?” tanya Ari bingung
“Saya kenal non Yuri, earpods itu hadiah dari ibunya sebelum beliau meninggal dunia.”
Ari terdiam mendengar penuturan sang satpam, meskipun jengkel karena nasib photocardnya, Ari tetap merasa bersalah.
“Udah jam 6 sore Den, jadwal bus selanjutnya nanti jam 8.” Kata satpam itu lagi pada Ari.
Ari pun dengan berat hati menghampiri Yuri di halte seberang sana.
“Mau apa anata kesini?” kata Yuri sewot.
‘Ck, nyebelin banget si, orang niat gue baik juga’ gerutu Ari dalam hati
“Naik!” Kata Ari tiba-tiba.
“Hah?” Yuri menatapnya sinis.
“Ayo pulang, busnya datang 2 jam lagi, lo digigit nyamuk kalau nunggu di sini nanti.”
“Idih, mending watashi digigit nyamuk daripada harus boncengan sama anata.”
“Yaudah” kata Ari sambil mulai mengayuh sepedanya.
“Tapi for your information, jalanan ini dulunya bekas kuburan.” Tambah Ari lagi
“TUNGGU!! WATASHI IKUT!!”
Yuri yang memang penakut akhirnya mengalah melawan egonya, ia duduk di bangku belakang di besi tempat boncengan. Ari tertawa kecil.
“Penakut.” Katanya.
*Plak
Yuri memukul punggung Ari kencang sekali
“Argh!” Teriak Ari.
Tapi Yuri tetap memukulinya berkali-kali.
“Aissh, i yeoja.” (Ya ampun perempuan ini) respon Ari
“Sakit! Gue turunin tengah jalan tau rasa lu.” Ancam Ari jengah
“Baka!” (Bodoh!) Jawab Yuri dengan kesalnya.
Baru beberapa menit perjalanan, Ari menepikan sepedanya di sebuah minimarket.
“Tunggu di sini.” Katanya pada Yuri
Yuri duduk di bangku yang tersedia di dekat parkiran sepeda, entah apa yang dilakukan Ari, Yuri tidak peduli.
Kemudian Ari kembali dengan sebotol air putih dan alkohol serta plester untuk luka.
“Ini, bersihin sendiri, lutut lo luka.” Kata Ari.
“Nggak perlu, ayo pulang aja.” Jawab Yuri.
“Ck, nanti infeksi.” Bantah Ari
Kemudian Ari berjongkok lalu menyiramkan air mineral itu sedikit demi sedikit ke lutut Yuri, Ari kira Yuri akan berontak nyatanya dia diam saja.
Lalu Ari mulai menambahkan alkohol pada kapas dan membersihkan luka itu dengan hati-hati.
“Aw! Ah! Sakit! Pelan-pelan.” Rengek Yuri
“Cengeng.” Kata Ari
Ari menutup luka itu dengan kapas yang yang diolesi obat merah lalu direkatkan dengan plester. Meskipun laki-laki Ari adalah anggota pmr saat smp dulu jadi dia sedikit tahu.
“Sudah.”
“Hmm arigatou (terima kasih).” Kata Yuri
Mereka pun kembali menaiki sepeda
“Gue anter kemana ini.” Tanya Ari
“Ke kompleks perumahan Cempaka, blok B nomor dua.” Jawab Yuri pelan sekali namun masih bisa didengar Ari
‘Jauh banget’ batin Ari
Sekitar 15 menit perjalanan Ari merasakan punggungnya dijadikan sandaran, Ari memelankan sepedanya.
“Woi?” kata Ari
Tidak ada jawaban yang Ari dapatkan, membuat Ari memberhentikan sepedanya, ternyata si penumpang sepeda tertidur, Ari membawa kedua tangan Yuri yang bebas untuk melingkari pinggangnya.
“Sorry, kalau nggak gini gue takut lo jatuh nanti.”
Ia melajukan sepedanya lagi dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan Yuri yang ia lingkarkan di depan perutnya.
Entah tangan Yuri yang terlalu erat atau mungkin Ari yang belum makan sejak siang tadi, tapi Rasanya perut Ari aneh sekali, seperti ada ratusan kupu-kupu yang sedang beterbangan di perut Ari.
... 🫐🫐🫐...
Ari sampai di depan rumah yang sesuai alamat yang dikatakan penumpangnya tadi
“Siapa namanya ya tadi? Riri?” tanya Ari pada dirinya sendiri
“Yuri.”
“Oh Yuri.” Kata Ari.
“Hah Yuri!.” Katanya lagi baru tersadar
Ari segera melepas genggaman tangan Yuri di perutnya.
“Lo udah bangun kok nggak bilang sih?” kesal Ari
“Ya kali Anata mau pegang-pegang tangan watashi lebih lama.” Sindir Yuri
“Gue ngelakuin itu biar lo nggak jatuh ya!”
“Terserah.” Jawab Yuri sambil hendak masuk ke gerbang rumahnya.
“Tunggu!” Kata Ari
“Ini, lo ambil aja.” Ari memberikan sebuah kantong belanja .
“Apaan?.” Tanya Yuri heran.
“Bekas tadi obat-obatan.”
“Oh makasih, Anata pulang gih!.”
*Brak!
Gerbang rumah itu ditutup oleh Yuri
Qri yang ditinggal begitu saja di depan gerbang hanya melongo. “Semoga kita nggak ketemu lagi dah amit-amit.” Kata Ari sambil geleng-geleng kepala lalu pergi dari sana.
Tanpa Ari ketahui Yuri masih di sana menatap kepergiannya.
“Makasih banyak ya.” Gumam Yuri sambil tersenyum memeluk kantong belanjaan di tangannya.
“Yuvarani Jessany.” Sampai suara itu mengalihkan perhatian Yuri
“Yes Daddy?” Rupanya itu sang Ayah.
“Dari mana saja kamu?” Suara tegasnya sudah biasa Yuri dengar, namun tetap saja Yuri gemetar.
Ia menjawab dengan setenang mungkin, “Sekolah.”
Namun jawaban Yuri sepertinya membuat Ayahnya tida senang, lelaki paruh baya itu mengangkat alisnya seolah tidak percaya, “Sampai tengah malam? Pulang bersama laki-laki dan tersenyum sendiri? Itu yang kamu bilang sekolah?!” Cercanya kemudian.
“Sorry Daddy.” Yuri ingin menjelaskan namun ia tahu ia tidak akan pernah didengarkan, jadi yang ia lakukan hanyalah meminta maaf pada sang Ayah.
“Anak sama ibunya sama saja, sama-sama jal*ng!” Ucap Ayah Yuri sambil menampar pipinya.
Perih, mungkin sudut bibir Yuri berdarah, tapi Yuri masih tersenyum paksa.
“Sorry Daddy.” Lagi-lagi Yuri hanya bisa meminta maaf atas sesuatu yang bukan salahnya.
“Sana pergi ke kamarmu!” Bentak Ayahnya lagi.
Yuri segera naik ke kamarnya. Begitu sampai ia segera membaringkan tubuhnya, kemudian menyembunyikan kepalanya dengan bantal lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal, ia menangis tanpa suara.
"Yuri Kangen, Ma" Gumam Yuri sebelum terlelap karena lelah sebab menangis terlalu lama.
...☆🍊🫐🍒☆...