Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05
...***...
Safira hanya bisa tersenyum canggung, menanggapi ucapan Bastian, lalu menundukkan kepalanya.
"Selamat datang, Nyonya muda. Perkenalkan saya Rum, kepala pelayan di sini," kata Mbok Rum dengan sopan, lalu dilanjutkan ia memperkenalkan satu persatu pekerja yang lain.
Safira mengangkat kepalanya dan memperhatikan mereka sambil tersenyum hangat. "Terima kasih, senang berkenalan dengan kalian semua," ucapnya ramah.
"Ya sudah, kalian boleh kembali, dan tolong siapkan sarapan untuk kami berdua," titah Bastian.
"Siap, Tuan. Mohon, tunggu beberapa saat!" Mbok Rum lalu memberi intruksi pada para pekerja untuk undur diri melanjutkan pekerjaan masing-masing, dan dia sendiri langsung menuju dapur guna menyiapkan sarapan untuk tuan dan nyonya mereka.
Setelah para pekerja pergi, Bastian mengajak Safira naik ke lantai dua di mana kamar mereka berada.
Safira menelan saliva ketika sampai di dalam kamar, dan melihat betapa kamar itu sangat luas lagi mewah. Dalam hati ia mengagumi desain kamar tersebut. Namun kemudian dia mencubit lengannya sendiri agar tetap menjaga batasannya.
"Bagaimana, Fira? Apa kamu suka desain kamarnya?" tanya Bastian dengan mata berbinar dan berharap Safira menyukainya.
"Sebagai seseorang yang berasal dari kalangan biasa seperti saya, kamar ini tentu saja sangat mewah, Tuan. Dan siapa pun pasti sangat menyukainya," sahut Safira
Senyum Bastian luntur seketika dan binar di matanya perlahan meredup. Dia tidak tahu lagi bagaimana membuat Safira merasa nyaman bersamanya.
"Fira, apa kamu masih tidak bisa menerima diriku ini sebagai suamimu? Apakah hanya aku yang merasa bahagia bisa mempersuntingmu?"
"Maaf, Tuan. Anda sudah tahu jawabannya bukan? Saya bahkan tidak tahu sampai kapan harus menyandang status sebagai istri Anda. Dan bila saatnya tiba, maka saya harus siap melepaskan semuanya."
"Tidak...! Kamu akan tetap menjadi istriku. Sesekali kamu perlu bersikap egois, Fira. Ini hidupmu dan kamu harus mempertahankan apa yang sudah menjadi milikmu!"
"Tolong, jangan mempersulit saya, Tuan. Tidak seharusnya saya membalas perasaan Anda, itu terlalu lancang untuk saya."
"Hanya Nona Farah yang berhak berada di samping Anda dan mendampingi Anda, Tuan."
"Hahhh..." Bastian meremat rambutnya kasar, dia benar-benar tidak mampu lagi berdebat dengan Safira yang sangat keras kepala.
***
Di dapur, para pekerja yang membantu Mbok Rumi memasak saling kasak kusuk memperbincangkan istri tuannya yang berbeda.
Salah satu dari mereka bahkan tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya. "Mbok Rum... tahu nggak, kenapa istri tuan jadi berubah? Bukankah tunangan tuan itu Nona Farah, lalu kenapa jadi Nyonya Safira yang menjadi istrinya?" tanya Santi.
"Mbok juga nggak tahu, San. Sudahlah, lebih baik kita berdoa saja, semoga nyonya kita, adalah sosok wanita yang baik, yang memanusiakan kita," ujar Mbok Rum.
"Aamiin," sahut Santi.
"Iya, betul. Yang penting sebelas duabelas baiknya sama Nona Farah. Jangan sampai macam Nyonya Besar. Duh...amit-amit jabang bayi." Rini menimpali, entah darimana dia tiba-tiba nongol.
"Nah betul itu. Semoga saja dia tidak ke sini, ya," sahut Santi.
"Sudah-sudah...ayo, cepat! Kita harus selesai tepat waktu agar Tuan dan Nyonya tidak kelamaan menunggu!" perintah Mbok Rum.
Santi dengan cekatan segera menyelesaikan pekerjaannya. Tak lama kemudian semua masakan telah terhidang di meja makan. Mbok Rum segera naik ke atas menuju ke kamar tuannya.
Tok tok tok
"Permisi, Tuan. Sarapan sudah siap," beritahu Mbok Rum.
Pintu terbuka dan tampak Safira dengan senyum di wajahnya, membuat Mbok Rum terpana.
"Terima kasih, Mbok. Sebentar lagi saya dan Tuan akan segera turun," ujar Safira tanpa melepaskan senyumnya.
"B-baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi."
"Silakan."
"MasyaAllah, senyumnya begitu teduh," Mbok Rum menggumam sambil menuruni tangga.
"Sarapan sudah siap, Tuan," beritahu Safira. "Anda mau makan di kamar atau di bawah?" tanyanya kemudian.
"Ayo, kita ke bawah!" Bastian yang sedang memeriksa beberapa berkas langsung meletakkannya kembali. Kemudian meraih tangan Safira dan menggandengnya turun ke bawah.
Sesampai di meja makan, Bastian menarik salah satu kursi untuk Safira duduk, tetapi wanita itu justru menolak dan membuat Bastian sedikit kecewa.
"Maaf, Tuan. Sayalah yang seharusnya melayani Anda, bukan sebaliknya." Dengan cekatan Safira mengambil piring dan mengisinya dengan secentong nasi lalu menambahkan sayur dan lauk pauk, tanpa perlu bertanya karena dia sudah terbiasa melayani Bastian makan, jika di kantor.
"Terima kasih, Sayang." Bastian menerima piring dari Safira sambil tersenyum menawan.
Safira tertegun dengan panggilan yang baru saja terlontar dari bibir Bastian, dan dia membalas dengan tersenyum malu-malu, disertai anggukan kepala. Kemudian mengambil nasi beserta lauk pauk untuk dirinya sendiri.
Interaksi kedua majikan itu, tentu saja disaksikan oleh mereka para asisten rumah tangga, yang mengintip dari balik tembok penyekat yang ada di dapur. Mereka saling pandang dengan kening berkerut.
"Sepertinya Nyonya Safira sangat menghormati Tuan Bastian. Lihatlah sikapnya begitu berhati-hati," bisik Rini pada Santi.
"Oh, ya Tuhan. Kenapa mereka sangat menggemaskan sih. Lihatlah, kalau menurutku Nyonya Safira itu sangat pemalu," Santi menimpali.
"Sepertinya Tuan Bastian sangat mencintai Nyonya Safira, terlihat sekali dari sikapnya yang curi-curi pandang ke arah nyonya." Mbok Rum ikutan berkomentar.
Ketiganya asyik bercengkerama sendiri, hingga tak menyadari bahwa kedua majikan mereka telah selesai makan. Dan Safira pun sudah membereskan meja makan, bahkan mencuci bekas makan mereka.
Bastian hanya mampu memandanginya tanpa berkeinginan untuk melarang, karena percuma. Safira pasti akan tetap melakukannya dengan alasan itu sudah menjadi tugasnya.
"Fira, aku ke ruang kerja, ya. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan,"
"Kamu boleh berkeliling mansion. Mintalah Mbok Rum untuk menemanimu," kata Bastian. Ia lantas berlalu menuju ruang kerjanya.
"Baik, Tuan." Safira lantas menuju belakang tepatnya di dapur dan menghampiri para pekerja yang berkumpul.
"Kalian sedang apa di sini?" tanya Safira tiba-tiba membuat mereka kalang-kabut.
"Nyonya...maafkan kami." Ketiga ART itu berdiri sambil menundukkan kepala.
"Tidak apa-apa. Saya hanya ingin berkenalan dengan kalian," ucap Safira dengan tersenyum lembut.
Santi, Rini dan Asih, memperkenalkan dirinya masing-masing serta bagian perkerjaan yang menjadi tanggungjawab mereka.
"Ya sudah, silakan lanjutkan pekerjaan kalian." Safira beranjak menuju halaman samping yang terdapat taman bunga mini.
Sementara ketiga ART itu merasa lega sembari mengelus dada.
"Aku sudah takut tadi, kirain mau di pecat," kata Rini.
"Sama, aku juga sudah deg-degan tadi. Mana aku punya tanggungan lagi di kampung," timpal Asih.
"Ternyata nyonya orangnya baik, semoga terus seperti itu," harap Santi.
"Aamiin," ucap ketiganya serentak. Lalu masuk ke dalam untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Loh, kok sudah rapi? Mana bekas makan tuan dan nyonya?" Santi menatap heran meja dan wastafel cuci piring yang sudah bersih.
"Apa Mbok Rum yang mencuci? Tapi kan tadi Mbok Rum pamit ke pasar? Ah...nanti aku tanya saja sama Mbok Rum saja kalau dia sudah pulang dari pasar." Santi berlalu dari dapur melanjutkan pekerjaan yang lain.
***
Di taman halaman samping, Safira tampak antusias menatap bunga-bunga yang begitu indah dan sedap di pandang mata. Dia pun langsung berjongkok dan berniat untuk merapikannya agar semakin indah. Setelah itu dia pun menyiraminya.
"Jangan kau sentuh bunga kesayanganku...! Bunga-bunga itu lebih berharga daripada tangan kotormu. Bisa-bisa mereka layu karena terkontaminasi oleh virus yang kau bawa!"
***
Bersambung....
Mohon untuk tidak lompat bab dalam membacanya ya gaesss...