Ketidaksengajaan serta pengorbanan dalam sebuah kecelakaan membuat Alena langsung meninggal dan malah mengantarkan nyawa gadis itu dengan bertransmigrasi ke dalam salah satu novel favoritnya. Alena hanya menjadi adik dari salah satu teman protagonis pria—figuran. Dia hanya seorang siswi sekolah biasa, tanpa keterlibatan novel, dan tanpa peran.
Tapi, plotnya hancur karena suatu alasan, hidupnya tidak semulus yang dia bayangkan. Dia membantu masalah semua tokoh, namun di tengah itu, hidupnya tidak aman, ada orang yang selalu ingin mencelakainya.
____
"Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka menderita seperti alurnya."—Alena.
~•~
note:
- author 'I Am A Nobody' di wp dan di sini sama
- Tokoh utama cerita ini menye-menye, lebay, dan letoy. Jadi, ga disarankan dibaca oleh org yg suka karakter kuat dan ga disarankan untuk org dewasa 20+ membacanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencarian II
Saat ini Ravael sedang dalam perjalanan menuju alamat yang pak Adi berikan, di mana sekarang Alena berada. Setelah sampai, dia melihat rumah besar yang dia tidak tahu siapa pemiliknya.
"Ada yang bisa dibantu, Dek?"
Pertanyaan tiba-tiba seorang satpam membuat Ravael menoleh. Dia mengangguk dan berkata. "Saya mau jemput Adek saya di dalam."
Satpam itu terlihat bingung. Apakah adiknya yang sedari tadi sudah pulang sendiri? Tapi, karena takut salah, dia membukakan gerbang untuk Ravael masuk.
"Masuk aja, Dek. Mungkin ... Adeknya ada di dalem."
Nada suaranya ragu dan tidak pasti, namun Ravael tidak memperhatikan, dia mengangguk dan masuk dengan sepeda motornya. Saat sampai di depan pintu rumah, dia berniat mengetuk pintu, namun tangannya berhenti di udara saat mendengar teriakan dari dalam.
"Kalian kenapa biarin Alena pulang sendiri?! Gimana kalo dia kenapa-napa?!! Kalo gue denger ada apa-apa sama dia, gue pecat kalian semua!!"
Teriakan marah menggelegar itu mengejutkan Ravael karena mendengar nama Alena. Tiba-tiba, pintunya terbuka membuat Ravael lebih terkejut.
"Ravael?"
Ravael melihat gadis yang selalu menempeli temannya yang ia tahu bernama Audrey. Matanya bengkak, rambut tidak rapi, memakai jaket, membawa kunci mobil di tangan kanannya. Sepertinya, bersiap akan pergi keluar.
Audrey menatap Ravael bingung dan heran.
Setelah memulihkan keterkejutannya, Ravael membuka suara agak panik. "Alena ... udah pulang sendiri?"
"... tapi, kenapa dia belum tiba di rumah nyampe sekarang?" lanjut Ravael bermonolog, berusaha tenang.
Audrey terkejut dengan kepanikan yang jelas. Dia mendesak. "Ayo, cepet, kita cari Alena sekarang!"
Audrey langsung berlari menuju garasi mobil, meninggalkan Ravael yang ikut panik. Dengan tergesa, Ravael menaiki motornya, di ikuti mobil Audrey di belakang. Mereka tidak tahu saja, Alena sedang berjalan kaki di lewati mereka karena terburu-buru.
Mereka berdua ke rumah Alvarendra terlebih dahulu sebelum mencarinya. Setelah mereka berdua sampai, Audrey turun dari mobil setelah di parkirkan.
"Rav, kenapa malah ke rumah lo? Katanya Alena belum pulang?" tanya Audrey mengernyit seraya menatap Ravael yang sedang membuka helm full face-nya.
"Gue kabarin Mamah dulu. Gue lupa gak bawa ponsel, " balasnya tergesa tanpa menoleh.
Berliana terlihat sudah berdiri di depan pintu untuk menyambut putrinya. Namun, yang terlihat malah seorang gadis lain membuat hatinya mencelos seketika.
"Rav? Mana Alena?!" desak Berliana khawatir, karena Alena tidak terlihat sama sekali.
Ravael menarik nafas dalam. Ia menunduk dengan cemas. "Maaf, Mah. Tadi, Audrey bilang kalo Alena udah pulang sendirian, tapi ... Apa sekarang Alena belum pulang?"
Wajah Berliana berubah. Dia sangat kesal dan sedih sehingga suaranya meninggi. "Ravael! Mamah gak bakal nany kalo Alena udah pulang!"
Ke empat teman Ravael yang baru saja datang, terkejut mendengar teriakan marah mamah temannya itu. Mereka tidak menuruti pesan Ravael yang mencarinya langsung, karena mereka bingung harus ke mana, jadi,l mereka berkumpul terlebih dahulu di rumah Alvarendra, dengan mendapat sambutan wajah Berliana yang garang.
"Kamu!" tunjuknya pada Audrey penuh penekanan. Tanpa peduli dia anak orang, Beliana marahi. "Kenapa kamu biarin Alena pulang sendiri?!"
Kepala Audrey semakin tertunduk dengan malu dan menyesal. "Ma-af ... saya ketiduran."
Berliana menatapnya tajam. Lalu, mengalihkan pandangan melihat teman-teman putranya. Dia berteriak kepada mereka mutlak, "Sekarang K
Kalian semua cari Alena sampai ketemu!! Jangan sampai lewat jam delapan, mengerti?!"
keempat cowok remaja itu menciut. Beberapa dari mereka membatin, untung ibu mereka tidak segarang itu. Pembantu yang menonton juga tidak berani ikut campur, karena mereka tahu, seseram apa nyonyanya jika sudah marah.
"1-iya ... mengerti."
"Terutama kamu, Ravael!"
Ravael mengangguk cepat, "I-ya-iya, Mah ...."
Mereka dengan cepat langsung menaiki kendaraan masing-masing, seolah dikejar sesuatu yang menakutkan.
"Ravael, gue ikut, ya, di motor lo. Ribet banget bawa mobil," pinta Audrey yang di balas anggukan santai Ravael.
Mereka semua berkeliling di semua tempat, termasuk daerah rumah Audrey, sekitar sekolah, hampir satu jam lebih. Sampai di mana, Radhit melihat orang yang dicari tengah menikmati bakso.
Tempat Alena dan Andreas Berada
"Guys! Itu dia Alena sama ... Andreas?!"