Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Sekretaris
Esok paginya, Nina langsung mampir ke departemen administrasi sebelum jam kantor dimulai. Ia tahu kalau Lisa pasti sudah datang karena melihat bus perusahaan sudah parkir di tempatnya. Ia sangat penasaran dengan hasil kencan sahabatnya setelah membantu mengirim MUA kenalannya.
“Jadi pulang jam berapa kamu semalam, Lis?”
“Sepuluh,” jawab Lisa santai. Ia menyalakan komputer, dan siap mendengar interogasi Nina.
“Kirain diajak nginep!”
“Bos kita terlalu beradab untuk berbuat yang tidak-tidak pada pegawainya! You know that.”
“I see. Trus gimana tanggapan ibu kamu pas tahu kalau kamu ternyata merayakan ulang tahun sama bos, bukan sama Reza?”
“Kan aku udah bilang ibuku itu cinta and tergila-gila sama pak bos!”
“Trus dapet hadiah apa kamu, Lis? Tanggal pernikahan plus mas kawinnya? Atau tiket bulan madu keliling Eropa?” cerca Nina tertawa-tawa. Rasanya ia tak sabar melihat Lisa ada dalam posisi itu.
“Ini, sama….” Lisa menunjuk jam tangan barunya, kemudian mengeluarkan selembar kertas yang masih terlipat rapi. “Nih baca sendiri.”
“Apaan nih? Surat izin sakit kemarin? Katamu hari ini mau bolos lagi, kok nggak jadi, kenapa?”
“Pengen jadi karyawan teladan aja!”
“Lisa?” Nina nyaris menjerit saking bahagianya. Ia masih tak percaya dengan informasi yang baru saja dibacanya. “Gila, sumpah ini gila banget! Aku rasanya pengen teriak saking nggak percayanya.”
“Hadeeeh jangan lebay-lebay napa!”
“Hohoho tidak bisa! Ini sesuatu yang paling aku tunggu-tunggu. Seorang Lisa naik jabatan setelah berkencan dengan direktur utama. Dari staff admin menjadi sekretaris direksi, sangar nggak tuh?”
Lisa menghembuskan nafas berat sebelum menjawab. “Jujur aku nggak siap gantiin Laura, Nin!”
“Kenapa?”
“Kalau bukan karena efek pelet yang salah sasaran, mustahil Pak David mau ngangkat aku jadi sekretarisnya. Kandidat yang lebih layak kan banyak, kenapa harus pilih aku?”
“Kan jelas kalau kamu itu pinter bikin kopi, Lisa! Kali aja kandidat lain nggak ada yang becus bikin minuman favorit pak bos. Gimana sih kamu?” Nina meledek seraya menyemburkan tawa lebarnya.
“Sialan!”
Nina menyudahi tawanya, dan mulai serius menanggapi Lisa. “Kenapa sih kamu harus nolak rezeki? Jadi sekretaris direksi itu impian banyak orang, tapi hanya beberapa yang punya kesempatan. Kamu tau kan berapa gaji sekretaris direksi di sini?”
“Berapa sih? Lima belas juta ya?”
“Yep! Itu untuk posisi sekretaris direktur pemasaran, keuangan, operasional sama IT. Aku pernah denger selentingan, kalo gaji Laura itu dua puluh lima juta karena dia sekretaris dirut. Lima kali gaji kamu nggak tuh? Nggak ngiler kamu, Lis?”
“Nggak, tapi aku mau muntah darah!” sahut Lisa keki. Siapa sih yang nggak ingin menduduki posisi sekretaris direksi? Apalagi gajinya segede itu.
“So, apalagi masalahnya? Dengan gaji di atas dua puluh juta, kamu nggak perlu naik bis kantor, Lis. Kamu bisa nyicil mobil sendiri, bisa bantu ibu kamu lebih banyak, bisa lebih cantik … pokoknya kamu bakal terbantu secara finansial. Dan aku yakin Reza bakal nyesel, karena kamu nggak selevel lagi dengan si toge pasar!”
“Ini masalah kompetensi, Nin! Becus nggak aku jadi sekretaris direktur utama, nggak lucu kan kalau aku malah bikin gedeg pak bos yang udah berbaik hati ngasih posisi itu?”
“Lisa, Lisa … kamu itu jangan terlalu naif kenapa sih?! Kita semua tahu kalau cabang perusahaan ini opening bulan depan. Sebagian karyawan pasti kena pindah kesana, termasuk Laura. Jadi sebagian lagi pasti diangkat untuk menduduki posisi yang kosong.”
“Iya aku juga tahu soal itu,” ujar Lisa. “Tapi kan… .”
“Yakin kamu bisa, Lisa! Nggak mungkin HRD menyetujui usulan pak bos begitu saja tanpa melihat kompetensimu selama bekerja di departemen administrasi!”
“Ya trus gimana?”
“Please, jangan merasa begini dan begitu! Mending tunjukin kalau kamu memang pantas dan mampu menjadi sekretaris dirut. Ingat, kamu dulu pernah bercita-cita jadi sekretaris, dan sekarang ini kesempatanmu!”
Lisa menghembus nafas lega. “Thanks untuk support dan semua yang udah kamu lakukan buat aku, Nin! Sebagai balesan, nanti pulang kerja aku traktir kopi deh!”
Dukungan penuh dari Nina membuat rasa percaya diri Lisa meningkat pesat. Pekerjaan sekretaris mungkin sedikit lebih kompleks dari apa yang biasa ia kerjaan sebagai staff admin, tapi bukan berarti ia tidak mampu!
Lagipula masih ada Laura yang akan membimbing setidaknya tiga hari untuk beradaptasi dengan tugas-tugas barunya.
Nina cepat-cepat memberikan surat keputusan HRD begitu ekor matanya melihat Laura mendekat. “Nih simpan! Kayaknya kamu dicari Laura tuh. Bye, Lisa! Ntar makan siang bareng ya?”
“Oke,” jawab Lisa sambil menyimpan surat pengangkatannya.
“Lisa, ikut ke ruanganku!”
“Oke!” Lisa langsung mengiyakan.
Laura melanjutkan langkahnya menuju lift tanpa menunggu Lisa. Di belakangnya, Lisa menyusul setelah merapikan rambut dan pakaian kerjanya.
Kantor direksi ada di lantai empat, berjajar di depan ruang meeting yang cukup untuk menampung empat puluh orang. Paling ujung, yang paling besar dan megah tentu saja kantor direktur utama.
Laura menempati satu ruangan dengan direktur utama, tapi disekat oleh dinding kaca raksasa futuristik yang tertutup tirai berwarna abu-abu muda.
Meja kerja Laura adalah jenis meja resepsionis lebar yang di atasnya dilengkapi dengan personal komputer, all in one printer, telepon meja dan kelengkapan kesekretariatan.
Satu set sofa dan meja kecil juga ada di ruangan Laura, disediakan untuk tamu yang sedang menunggu, yang sudah disetujui untuk masuk ke ruang bos besar.
Dan ruangan itu nantinya akan menjadi tempat Lisa.
“Duduk, Lis!”
“Thanks.”
Jam kantor belum dimulai, dan pak bos sepertinya belum datang, jadi Lisa tidak terlalu tegang ketika berhadapan dengan Laura.
“Langsung aja ya, Lisa! Kamu kan pasti udah paham kenapa aku ajak kesini. Intinya aku mau kasih tahu kamu apa saja yang aku kerjakan sebagai sekretaris Pak David.”
“Tapi kamu masih di sini sampai akhir bulan, kan?” tanya Lisa penuh harap. “Maksudnya, surat keputusan HRD yang aku terima tertanggal satu, bulan depan.”
“Sayangnya hari senin aku harus sudah ada di kantor cabang, dan besok sabtu hari libur. Jadi aku hanya akan membantumu hari ini saja. Lagian bulan depan tinggal seminggu lagi, nggak ada bedanya kamu mulai jadi sekretaris Pak David hari ini atau bulan depan.”
“Oh oke, jadi apa saja tugasku?” tanya Lisa antusias.
“All about proposal dan kontrak proyek, email bisnis, laporan harian dan mingguan, jadwal Pak David untuk besok harus sudah clear di jam lima sore, pengarsipan dan surat menyurat, meeting internal dan eksternal, notulen rapat, terakhir ngurusin tamu bos, baik relasi bisnis atau non bisnis!”
Lisa mencatat keterangan Laura dalam otaknya, “Memang ada tamu non bisnis datang kemari?”
“Kamu kira bos kita nggak punya penggemar?”
“Maksudnya?”
“Kamu tahu status Pak David, kan? Nah, nggak kurang-kurang cewek yang datang kesini dan maksa ketemu beliau. Mulai dari yang ngaku teman SMA, teman kuliah, teman bisnis, ngaku pacar, sampai ngaku istri simpanan!”
“Hah? Trus, apa yang harus aku lakukan kalau mereka datang?”
“Usir mereka dengan segala cara setelah mendapatkan persetujuan Pak David!”
“Oke! Apalagi selain itu?”
“Kamu harus siap bekerja di luar jam normalnya kantor, siap diajak melakukan perjalanan bisnis, dan siap terlibat dengan sedikit urusan pribadinya.”
Lisa menyimak baik-baik penuturan Laura. “Noted!”
“Ingat semua urusan pribadi Pak David bukan untuk konsumsi publik ya, Lisa! Bukan juga sebagai bahan gosip yang bisa kamu ceritakan ke setiap orang. Hal itu benar-benar bersifat pribadi dan cukup sekretarisnya saja yang tahu!”
“Siap!”
“Terakhir, kamu lihat look saya setiap harinya?” tanya Laura sambil menunjuk wajahnya yang memakai riasan berkonsep makeup no makeup alias natural anti dempul, dan pakaiannya yang sekretaris banget. “Pastikan kamu selalu rapi, elegan dan berkelas. Jangan menurunkan kredibilitas bos dengan berpenampilan alay dan bersikap seperti jalank!”
Wuih, perfect banget ini sekretaris senior. Pantes aja disayang and dipercaya pak bos.
Lisa tersenyum kecut saat membatin, menyadari kalau gaji dua puluh lima juta itu ternyata kerjanya tidak semudah yang ia kira.
“Sekarang bantu aku siapkan proposal sama laporan proyek, file ada di komputer! Oh ya sebelum itu, kamu buat kopi dulu gih, Pak David kayaknya lagi suka sama kopi buatan kamu!”
“Astaga, emang itu juga masuk tugas sekretaris?” tanya Lisa skeptis.
Laura tertawa kecil saat menjawab, “Kayaknya itu tugas tambahan di luar yang aku sebutkan tadi, dan itu khusus untuk kamu.”
Bersambung,
temen yg super konyol masabiya mau dipelet yg pke seumur hidup hadeh
lama kelamaan juga reza pasti nyesel lis apalagi kalo kualitas kamu makin bagus..
jd selama ajian belum berakhir pepet trroos mas dave nya jd pas ajian itu kadaluarsa mas dave udh ngerasa nyaman ama kamu lisa..dan kalaupun reza kembali hushus hempas jauh2 mantan bastard mu itu😆😆😆
salah soal masa expired tuh pelett. bener tak sih...
seratus juta little kiss hemm, gimna klo......