Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Banyu Biru
Langit kembali ke rumah tepat tengah hari. Dengan tubuh lelah dan pikiran penat, dia menjatuhkan tubuhnya di sofa. Dia sudah mencarinya kesana kemari tapi nyatanya tak ada jejak yang memberinya petunjuk ke mana Anik pergi.
"Bagaimana, Lang?" suara Mayang membuat Langit menoleh ke arah wanita yang kini mendekat padanya.
"Langit belum bisa menemukan Anik." jawab Langit dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
"Bagaimana ceritanya sampai Anik pergi? Ana bilangnya menghilang." cecar Mayang yang sempat menanyai Ana. Dan gadis kecil itu hanya mengatakan jika Mama Anik hilang.
Langit pun membisu. Dia tak mampu menjawab pertanyaan dari mamanya. Hanya suara detak jam yang menggantung di dinding yang terdengar diantar mereka.
" Apa yang terjadi, Lang?" Pada akhirnya Mayang terus mendesak.
"Sebelum Langit menjemput Ana, kami sempat ribut karena ada Niki di rumah." jawab Langit mendengar nama wanita lain seketika Bu Mayang menegang. Pikirannya sudah berkelana kemana-mana.
"Terus..." Mayang sudah kehilangan cara untuk mendesak putranya. Jantung wanita itu berdetak tak karuan.
" Anik meminta kita berpisah dan Langit menjatuhkan talak padanya."
Pengakuan Langit membuat tubuh Mayang melemah seketika. Wanita itu tak bisa lagi menjawab saat tatapan mata putranya mengarah padanya.
" Ma..." panggil Langit yang mencemaskan mamanya.
"Kalian tidak lagi suami istri lagi? Kamu membuatnya menjadi janda lagi?" gumam Mayang tanpa melihat putranya. Diantara Langit dan Anik, Mayanglah yang sangat memahami posisi Anik.
" Dia memintanya, Ma." jawab Langit.
"Lantas kamu melakukannya? Aku sangat mengenal Anik. Dia menantu yang baik, dia istri yang baik hanya saja keadaan membuatnya bertemu dengan pria-pria brengsek seperti kamu." Kalimat Mayang begitu menghujam ke hati langit, dia tahu bagaimana putranya memperlakukan istrinya dengan sangat buruk.
Langit tertunduk, dia tak punya alasan membela diri. Selama ini sikapnya memang tidak bisa dibenarkan.
" Hanya alasan dia bukan gadis, dia tidak punya pendidikan yang setara denganmu dan kamu tidak cinta sehingga kamu seperti berhak untuk memperlakukannya dengan sangat buruk?" lanjut Mayang. Dia menatap tajam putranya yang hanya mampu tertunduk di depannya.
" Dia sudah sangat menderita. Dia juga tidak ingin menikah denganmu. Bahkan dia sudah mengorbankan banyak hal untuk membuat keadaan ini baik-baik saja." Mayang benar-benar membuat putranya tak berkutik.
Langit hanya tertunduk dengan mata berkaca-kaca. Semua yang diucapkan mamanya tidak ada yang salah. Bahkan, sekilas bayang-bayang perlakuan buruknya pada Anik membuat pria itu dilanda rasa bersalah yang begitu besar.
Kebisuan melanda keduanya, hingga akhirnya Mayang kembali masuk ke kamar dan meminta Langit untuk segera beristirahat.
###
Anik masih berusaha menikmati liburannya. Suasana desa yang masih terasa sejuk meskipun waktu sudah menunjukkan hampir tengah hari. Dan yang sangat berbeda dari tempat lainnya, angin dan oksigen yang masih terasa segar.
Langkahnya terus menapaki jalan yang beranjak. Setelah menikmati suasana tempat itu, Anik berniat untuk kembali ke penginapan.
Suasana yang semakin kelabu dengan angin yang bertiup semakin kencang membuat Anik kembali merapatkan sweeternya. Kali ini, tetes air yang mulai berjatuhan membuatnya mengurungkan niat untuk segera sampai di penginapan.
Sebuah warung bakso di tepi jalan dan perutnya yang terasa kosong membuat wanita itu memutuskan untuk mampir.
"Bakso satu, jeruk hangatnya satu." ucapnya pada penjual bakso yang masih berdiri meracik bakso dalam mangkok.
"Iya, Neng." ucap bapak penjual bakso dengan hanya meliriknya.
Anik mencari tempat duduk yang ada di pojok. Posisi warung yang menggantung di pinggir jalan membuat hamparan view di kaki gunung terlihat indah.
"Silahkan, Mbak." ucap pelayan warung sambil melengser semangkok bakso yang masih mengepulkan asap.
"Terima kasih." jawab Anik sambil tersenyum ramah.
Dia begitu bersemangat untuk menikmati semangkok bakso yang sangat menggugah selera. Di ambilnya sendok dan garpu.
Tapi saat akan menyendok baksonya, gerakannya terhenti saat melihat anak kecil yang dengan riangnya duduk di depannya. Dan itu membuatnya teringat pada Ana.
Hatinya kembali riuh menggema menyeruakkan kenangan bersama gadis kecil itu.
Anik POV
"Ana sedang apa ya , sekarang?" gumamku dalam hati. Aku kembali teringat pada gadis kecilku itu.
Ana sama sepertiku penyuka Bakso. Gadis kecil di depanku saat ini mengingatkan aku pada saat kami berdua membeli bakso di dekat rumah.
Mas Langit. Apa dia bisa mengerti semua yang dibutuh kan, Ana? Rasanya aku menjadi orang yang sangat tidak bertanggung jawab karena meninggalkan gadis kecil itu.
Mengingat Mas Langit, hatiku kembali carut marut. Selama ini aku memang terluka dengan sikapnya, tapi semua itu ternyata tak sesakit saat pria yang menyandang status sebagai suamiku itu memberikan talak padaku.
Seketika hatiku hancur, aku merasa sangat buruk menjadi wanita penyandang status janda untuk kedua kalinya. Entah seburuk apakah aku hingga tak mampu menjaga sebuah pernikahan.
Mungkin aku pernah berharap jika pernikahanku dengan Mas Langit bisa langgeng. Aku mencoba bersabar tapi ternyata dia bukan hanya tidak mencintaiku tapi dia juga tidak bisa menghargai aku.
Saat dia memarahiku didepan wanita itu membuatku sangat terluka. Entah kenapa hatiku seperti di remas, wajahku terasa di tampar dan harga diriku diinjak-injak.
Aku juga tidak mengelak jika aku dikatakan cemburu saat kemarahan itu hadir ketika memergoki mereka berciuman di rumah tempat tinggalku.
Ya, aku sudah jatuh cinta pada pria itu meskipun pria itu memperlakukan aku dengan tidak baik dan tidak akan pernah membalas perasaanku.
Tapi itu sudah berlalu. Aku dan Mas Langit sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Dan aku pun harus membuka lembaran baru, agar tidak semakin terluka. Aku juga ingin bahagia seperti yang lainnya.
Author POV
" Boleh aku duduk di sini?" suara seorang pria membuyarkan lamunan Anik.
Sesosok pria bertubuh tinggi dengan semangkok bakso di tangganya telah berdiri tegap di depannya.
" Semua tempat duduk sudah penuh." lanjut pria itu saat Anik tak menjawab dan terlihat terkejut.
"Silahkan." jawab Anik kemudian menunduk untuk melanjutkan niatnya menikmati semangkuk Bakso.
" Kamu tinggal sekitar sini?" tanya Pria itu setelah beberapa kali melirik wanita yang menyantap baksonya dalam diam.
"Aku hanya berlibur!" jawab Anik singkat. Rasanya dia malas berinteraksi dengan orang baru.
"Sama , aku hanya mencari suasana baru. Di sini enak untuk acara trabas." sahut pria berhidung mancung itu.
"Kamu sendiri?" lanjut pria itu. Anik hanya mengangguk dengan tatapan menunduk dan itu membuat Pria berwajah tampan itu semakin penasaran.
" Iya."
" Nama kamu siapa? Kamu menginap di mana? Namaku Biru- Banyu Biru." Pria itu langsung mengenalkan dirinya. Sikap tenang Anik justru membuatnya terlihat beda di mata Biru.
" Anik Saraswati."
" Aku panggil Saras saja ya?" sela Biru yang tidak sabar menyahut.
Anik menatap sejenak pria beralis tebal itu dengan heran dan bimbang, tapi akhirnya dia pun mengangguk. Setelah dia pikir sejenak, nama itu mungkin cocok untuk hidupnya yang baru.
Biru menatap Anik dengan rasa simpatik. Wanita yang cantik dan tenang, apalagi tampilannya yang tidak neko-neko berbeda dengan banyak wanita yang dia temui selama ini. Terlihat sangat menarik.
" Kamu menginap di mana?" tanya Biru lagi saat Anik meletakkan sendok setelah menyelesaikan makannya.
" Penginapan Adelwais." jawab Anik dengan bersiap untuk pergi.
" Penginapanku masih ke atas. " jelas Biru yang juga berniat untuk meninggalkan tempat duduknya.