Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mami, Di mana Papi?
Alea kembali ke parkiran, menaiki motor menuju tempat kerjanya. Wanita itu sudah memiliki bisnis sendiri. Bisnis skincare bernama Crystal Glow.
Empat tahun lalu, setelah kelahiran Axelio, Alea berpikir untuk tidak terus bergantung pada Nina. Dirinya juga harus bertanggung jawab akan kehidupannya sendiri, juga Axelio. Dirinya juga tidak ingin terpuruk dengan tetap menunggu Xander kembali.
Alea lantas memilih berjualan online, memasarkan produk dari butik Nina. Selama satu tahun keuntungan dari jualan online ternyata lumayan. Hingga secara tidak sengaja dirinya dipertemukan dengan wanita bernama Bella. Memiliki kisah percintaan yang hampir sama membuat mereka cocok. Tidak mengira mereka akan menjadi teman baik.
Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mencoba peruntungan di bisnis skincare. Dua tahun lebih menggeluti bisnis skincare, kehidupan Alea menjadi lebih baik. Apalagi produk skincare miliknya diterima oleh masyarakat luar.
Xander?
Sampai detik ini tidak ada kabar dari laki-laki itu. Bukan hanya Xander, keluarga inti Bagaskara juga menghilang dari negara itu. Alea tidak diam saja, ia pernah mengira Xander kecelakaan. Maka Alea mencari informasi hampir seluruh rumah sakit, tetapi hasilnya nihil. Tidak ada informasi tentang kecelakaan pada hari dan tanggal di mana mereka akan bertemu.
Where are you, Xander?
Tempat yang Alea jadikan kantor tidak jauh dari apartemen juga sekolah Axelio, membuatnya sampai dengan cepat. Alea memarkirkan motornya, buru-buru masuk ke kantor. Ia berjalan cepat karena ada meeting bersama karyawannya.
"Pagi, Bu owner," sapa Bella.
"Pagi, Bella," sapa balik Alea tanpa melihat ke arah Bella. Ia sibuk menata berkas untuk meeting hari itu. "Kita bisa mulai rapatnya sekarang?"
Alea duduk di kursi utama, keningnya mengerut melihat Bella dan lima orang karyawannya terlihat sedang menahan tawanya.
Bella beranjak dari tempat duduknya, menghampiri Alea. "Kita akan mulai setelah kau melepas helm di kepalamu ini." Bella membantu Alea melepas helm yang lupa ia lepas.
Alea tersenyum dengan menunjukkan deretan giginya. Karena buru-buru, dirinya lupa untuk melepas helm yang ia pakai. "Maaf."
Setelah perkara helm selesai, mereka mulai rapat, membahas tentang rencana produksi skincare untuk anak-anak. Hampir empat jam mereka rapat, keputusan juga sudah diambil. Mereka akan mulai memproduksi produk baru mereka satu bulan lagi.
Rapat selesai, semuanya kembali pada ke tempat masing-masing. Tidak dengan Bella, wanita itu menggeser kursinya ke dekat kursi Alea.
"Bangun kesiangan lagi?" tanya Bella disambut anggukkan oleh Alea. Namun bagi Alea itu bukan cuma sekedar pertanyaan, tetapi ledakkan. "Axel lagi yang bangunin?" sambung Bella, kembali Bella menganggukkan kepala. "Dia pasti mengomel?" tebak Bella.
Alea hanya mampu mengangguk dengan wajah memelas. Melihat respon Alea, Bella tidak lagi bisa menahan tawanya.
"Berhenti tertawa!" sungut Alea.
"Keponakanku sangat pintar. Kau beruntung memiliki Axelio, Alea," ledek Bella.
Bella berhenti setelah melihat wajah lelah Alea. Terlihat sahabatnya menyandarkan punggungnya ke kursi, seraya memejamkan mata.
Bella lantas melakukan hal yang sama, "Kau tidak ingin mencari suami, agar kau memiliki waktu untuk beristirahat lebih dan fokus untuk menjadi ibu rumah tangga?"
Pertanyaan Bella membuat Alea membuka mata kemudian menegakkan tubuhnya, kedua tangannya dilipat di atas meja.
"Kita sudah pernah membahas ini, 'kan? Dan jawaban aku tetap sama. Tidak," putus Alea.
"Tapi, Alea. Axelio juga butuh kasih sayang —" Ucapan Bella langsung dipotong oleh Alea.
"Axelio tidak kekurangan kasih sayang, Bella. Ada aku, kau, Lena, dan mami Nina," tukas Alea.
"Tapi dia juga butuh kasih sayang seorang ayah, Alea," bujuk Bella.
"Sekarang begini, jika aku menikah apa itu menjamin laki-laki itu akan menyayangi Axelio sepenuh hati?" tanya Alea.
"Ya, aku tahu itu tidak akan menjamin. Tapi kalau laki-laki yang kau pilih itu baik dan tulus, tidak menutup kemungkinan dia akan menyayangi Axelio seperti anak kandungnya sendiri," balas Bella.
"Laki-laki baik dan tulus itu tidak ada, Bella," ucap Alea. "Aku pernah mencintai pria yang seperti itu. Dia baik, kaya, royal sama aku, setia. Tapi apa, Bella? Dia meninggalkan aku saat aku hamil, bahkan sampai sekarang tidak ada kabar darinya sama sekali."
"Okey, i am sorry, Alea." Bella mengenggam tangan Alea untuk memenangkan sahabatnya itu.
"Aku tidak percaya di dunia ada laki-laki baik, Bella. Laki-laki sesempurna dia saja masih bisa berkhianat," ucap Alea sembari menahan rasa sesak di dadanya.
"Maaf, sekali lagi maafkan aku, Alea. Aku tidak akan membahas tentang hal itu lagi," ucap Bella, wajahnya penuh sesal. "Janji." Bela mengangkat satu tangannya.
"Aku juga minta maaf. Aku terbawa emosi, Bella," balas Alea.
Drrt …
Obrolan mereka terhenti saat ponsel Alea berdering. Layar ponsel itu menunjukkan nama pengajaran di sekolah Axelio. Tidak menunggu waktu lagi, Alea menerima panggilan itu.
"Halo."
"Halo, Mami."
Alea terbelalak, ekspresi wajahnya berubah panik mendengar Axelio menangis.
"Axel, kau kenapa, Sayang. Ke-kenapa kau menangis?" tanya Alea.
"Mami jemput Axel!"
"Iya, iya, Sayang. Mami jemput sekarang. Tunggu Mami oke!" Alea langsung memutuskan sambungan telepon. Ia membereskan barang-barangnya yang ada di atas meja.
"Ada apa dengan Axelio, Alea?" tanya Bella sambil membantu Alea membereskan barang-barangnya.
"Aku tidak tahu," jawab Alea panik. "Aku pergi jemput Axel dulu."
"Aku ikut. Kau juga tidak bawa mobil, bukan?" ucap Bella disambut anggukkan oleh Alea.
"Baiklah, ayo. Lagipula dalam keadaan seperti ini aku tidak bisa membawa motor sendiri," ucap Alea. "Berikan padaku." Alea meminta berkas yang ada di tangan Bella.
"Ini." Bella memberikan berkas di tangannya, kemudian mengambil tas. "Ayo cepat!"
Keduannya berjalan dengan sedikit berlari. Mereka pergi dengan buru-buru, cemas dengan keadaan Axelio. Keduanya masuk ke mobil, duduk bersebelahan dengan Bella yang memegang kemudi. Di sampingnya Alea terlihat cemas. Perempuan itu takut terjadi sesuatu dengan Axelio.
"Tenanglah, Alea." Tangan Bella terulur untuk mengusap pundak Alea.
"Dia tidak pernah menangis sampai seperti itu, Bella," ucap Alea dengan raut cemasnya.
Beruntung kondisi jalanan sedang tidak padat membuat mereka sampai di sekolah dengan cepat. Alea lebih dulu turun, sedangkan Bella mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya.
Alea berlari ke ruangan tunggu, di sana ada miss Fina yang sedang mencoba menenangkan Axelio. Terlihat putranya duduk dengan menekuk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya di antara lutut.
"Axelio," panggil Alea.
Mendengar suara maminya, Axelio mendongak, memperlihatkan wajah polosnya yang dibanjiri oleh air mata.
"Ya, Tuhan. Axelio, kau kenapa?" Alea menghampiri Axelio, duduk tepat di hadapan bocah itu.
"Mami." Axelio berdiri, lantas duduk di atas pangkuan maminya, kedua tangan kecilnya memeluk leher maminya. Bocah itu kembali menangis di pelukan wanita itu.
"Tadi Axelio berkelahi dan mendorong teman satu kelasnya. Mohan, namanya. Tapi setelah itu dia berlari ke sini terus menangis. Kami sudah mencoba bicara kepada Axelio, tetapi dia tidak mau merespon," jelas Miss Vina.
"Tidak apa-apa, Miss. Biar saya yang bicara padanya," balas Alea.
"Baiklah, kalau begitu saya tinggal dulu," pamit miss Vina.
Hanya tinggal Alea dan Axelio di ruangan itu setelah kepergian miss Vina.
"Axel, kenapa menangis?" Alea mengusap-usap pundak Axelio.
Axelio menarik kepalanya, agar bisa memandang wajah maminya. Tubuh kecilnya masih bergetar juga sesegukan.
"Jangan menangis lagi!" Alea mengusap air mata yang ada di pipi Axelio. "Sekarang katakan, kenapa Axelio berantem dan menangis."
Axelio tidak menjawab pertanyaan dari Alea, tetapi justru memberikan pertanyaan yang membuat Alea tercengang.
"Mami, papi di mana?"
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru