Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri..
Mario menemukan sepucuk surat dari mantan istrinya sebelum pergi, dua baris kata yang entah mengapa seperti mengandung misteri untuknya..
Mereka berpisah baik- baik bahkan sampai mantan istrinya akan pergi mantan istrinya masih mengungkapkan bahwa dia mencintai Mario..
...
Kebodohan yang Namira lakukan adalah menikmati malam bersama mantan suaminya, hingga Namira menyadari apa yang dia lakukan menyakiti dirinya sendiri.
Apalagi saat mendengar kata- kata dari mantan suaminya..
"Aku harap dia tumbuh, untuk menjadi bukti cinta.." katanya sambil mengelus perut Namira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Bisa Menahan Diri
Mario tidak menyangka dia akan melihat sosok itu lagi, wanita cantik yang Mario rasa semakin cantik..
Namira Pradipta.
Wanita itu kini berdiri di depannya dengan raut yang tak bisa Mario baca, tentu saja sejak dulu Namira memang selalu pintar menyembunyikan hatinya dengan baik di balik raut wajah yang tenang.
Mario tak tahu apa yang Namira rasakan saat pertama kali mereka bertemu, apa Namira merasakan apa yang Mario rasakan, perasaan rindu yang seolah akan meledak.
"Jika begitu maafkan saya pak, saya akan keluar.." Namira menegakkan tubuhnya lalu menunduk dan membungkuk kemudian memutar tubuhnya.
"Tunggu!" Namira memejamkan matanya, bukankah tadi dia berkata tidak usah masuk jika terlambat, lalu sekarang apalagi, lebih bagus jika dia tidak bekerja saja hari ini, dan yang terpenting adalah dia harus menenangkan hatinya yang bergemuruh melihat Mario, si mantan suami, bagaimana bisa Mario menjadi bosnya, mengapa Mario bisa ada di sini sedangkan seharusnya mereka berada di tempat yang berbeda dengan jarak ber mil- mil yang memisahkan.
"Kau sekertaris ku bukan?"
"Ya, Pak.." Namira mengangguk.
"Baiklah..seperti kataku.. keluar!" Namira kembali mengangguk, Namira juga ingin segera keluar, dia bahkan tak peduli dengan seringaian di bibir Rania yang mengejeknya.
"Baik Pak, saya permisi.." Mario menatap punggung Namira hingga Namira menutup pintu ruang rapat barulah Mario menghela nafas, baiklah sekarang lebih baik dia tidak bicara dulu dengan Namira, banyak rasa yang berkecamuk dalam dirinya yang jika dia terus berhadapan dengan Namira, Mario tidak yakin akan kewarasan otaknya, karena rasanya dia ingin menerjang Namira dan meluapkan rasa rindunya, dengan memeluk gadis itu misalnya..?
Namun kembali mengingat statusnya Mario menahan diri agar tidak terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, terlebih ini di ruang rapat, gerak geriknya seolah sedang di awasi.
...
Namira mendudukan dirinya di atas closet di kamar mandi yang tak jauh dari ruangannya, lagi- lagi pertanyaan di kepala Namira terus berputar, bagaimana bisa dia bertemu kembali dengan Mario, dan bagaimana bisa dia menjadi atasan Namira sekarang.
Jika tidak memikirkan cicilan rumah dan mobil, Namira mungkin akan memilih mengundurkan diri, dan menghindari Mario namun mencari pekerjaan sangat sulit, dan dia tak tahu apa keberuntungannya yang dulu masih berlaku, mencari pekerjaan dengan mudah juga dengan posisi yang bagus seperti sekarang.
Namira menghela nafasnya, ya.. benar dia hanya perlu bekerja dengan profesional saja, lagi pula apa yang harus Namira takutkan..
...
Jantung Namira berdebar kuat saat berada di depan ruangan Direktur, jika dulu dia bisa masuk tanpa menunggu dan hanya perlu mengetuk beberapa kali lalu masuk, tapi kini Namira terus mengambil nafas seolah akan pergi k medan perang, dan tentu saja alasannya karena pria di dalam sana adalah mantan suaminya.
Tidak bisa di biarkan, apa setiap bertemu dia harus seperti ini, Namira sudah berusaha keras untuk mengenyahkan perasaannya namun tetap saja dia seolah tidak bisa mengontrol dirinya.
Mario menengadah saat mendengar suara pintu di ketuk dan mempersilahkan masuk.
Mario tak melepas tatapannya dari Namira yang berjalan ke arahnya, ini sudah empat tahun, dan Namira terlihat lebih dewasa dari sebelumnya, dari penampilan formalnya juga gaya rambutnya, make up yang tidak terlalu tebal namun tetap cantik, tentu saja Namira tetap cantik meski wajahnya polos.
"Ini laporan yang anda minta pak" Namira menyimpan tumpukan berkas di meja Mario.
"Duduklah, ada yang ingin aku tanyakan" Mario masih menatap Namira hingga kini Namira melihat ke arahnya.
Mario merasakan darahnya berdesir saat pandangan mereka beradu, bagaimana bisa rasanya tetap sama bahkan setelah empat tahun mereka tidak bertemu, gairahh yang selalu meningkat saat di dekat Namira.
"Kau tahu perusahaan ini hampir bangkrut bukan?" Namira masih diam tidak menanggapi, menunggu Mario melanjutkan kata- katanya..
"Aku perlu bantuanmu untuk mempelajari semuanya.." Mario berusaha profesional dan membahas pekerjaan dengan sekertaris sekaligus mantan istrinya, sekuat tenaga Mario berusaha membuat Namira nyaman dan tidak canggung.
...
"Baik pak, saya mengerti.. " Namira bangun dari duduknya hanya sekitar 15 menit dia disana tapi rasanya begitu sesak dan sakit berhadapan dengan Mario dan berusaha bersikap tenang dan biasa saja itu sangat sulit.
Jantung Namira terus berdebar, ada di satu ruangan bahkan mereka duduk hanya terhalang meja kerja Mario membuat aroma tubuh Mario tercium di inderanya, aroma yang masih sama, aroma yang sangat Namira sukai, apa Mario masih menggunakan parfum itu, parfum yang sama yang Namira pilihkan untuknya sejak mereka pacaran.
Namira membalik tubuhnya setelah menunduk hormat dan berjalan ke arah pintu, namun lagi- lagi langkahnya harus terhenti saat Mario kembali memanggilnya dan kali ini tak ada bahasa formal seperti pembahasan pekerjaan yang sejak tadi mereka bicarakan..
"Nami.. apa kabar, apa kamu baik- baik saja?"
Namira merasa punggungnya terasa panas dengan debaran jantung yang semakin menggila, dan dia tahu Mario sedang berjalan ke arahnya, dengan segera Namira membalik tubuhnya dan menampilkan wajah biasa saja.
Namira mendongak melihat Mario kini sudah berada di hadapannya "Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan kamu.." Namira tertegun saat melihat mata Mario begitu memancarkan kerinduan yang mendalam, apa maksudnya itu?.
"Jadi selama ini kamu tinggal di Bali.." Namira mengangkat alisnya, tentu saja dimana lagi dia harus tinggal karena disinilah kampung halamannya, apakah Mario juga lupa jika dia berasal dari pulau Bali, dan pergi ke Jakarta hanya untuk bekerja, lalu mereka bertemu dan menjalin hubungan, menikah.. hingga kini mereka bercerai.. jelas Namira akan pulang kerumah orang tuanya, kemana lagi dia akan pergi.
"Ada yang ingin bapak tanyakan lagi..?"
Mario menggeleng dan terus melangkah mendekat hingga kini jaraknya dan Namira hanya satu langkah saja "Sejak tadi aku berusaha menahan diriku, tapi sepertinya ini tidak berhasil.. aku sungguh tidak bisa menahannya lagi Nami.." Dan selanjutnya apa yang di lakukan Mario membuat Namira terkejut.
Namira membelalakan matanya saat bibir Mario menyentuh bibirnya, Mario menciumnya.
Namira berusaha mewaraskan otaknya, namun hatinya mengkhianatinya, dia merindukan Mario setelah empat tahun lamanya dia kembali bisa merasakan bibir lembut Mario, dan rasanya masih sama lembut dan membuai, hampir saja Namira melayang di buatnya hingga bayangan pernikahan Mario terlintas di kepalanya, Mario sudah beristri..
Namira mendorong kuat tubuh Mario yang sudah melekat di tubuhnya hingga Mario terhunyung.
Mario akan melakukan protes sebelum sebuah tamparan kembali membungkamnya.
Plak..
Suasana menjadi hening hanya ada deru nafas dari Namira yang berusaha menahan amarahnya, wajahnya sudah memerah karena marah, bukan hanya marah pada Mario tapi Namira marah pada dirinya sendiri yang sempat- sempatnya menikmati ciuman yang di berikan Mario.
"Tolong jaga perilaku Anda pak!" Mario hanya bisa memejamkan matanya saat Namira keluar dari ruangannya, dengan meninggalkan debuman cukup kuat.
Mario meremas rambutnya, kenapa dia tak bisa menahan dirinya jika berhadapan dengan Namira.
...
Like..
Komen..
Vote..
sungguh km mmbagongkn...
g masuk akal bgt km mario....
bakal nyesel km mario... klo tau setelah namira km ceraikan.... trnyata dia mngandung ankmu....