KONTEN INI AREA DEWASA‼️
Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GTTS chapter 5
Sergio memanggil asistennya, Davin, ke kamar pagi itu. Keheningan di kamar VIP itu terasa mencekik.
Ia berdiri menghadap laut, sementara Davin menunggu di ambang pintu dengan ekspresi hati-hati.
"Davin, aku butuh semua informasi tentang Risa." ucap Sergio datar tanpa menoleh. "Segalanya. Dari mulai asal-usulnya, sampai keluargnya. Selidiki, Jangan lewatkan apapun."
"Risa, Tuan?" Davin mengulang, bingung dengan urgensi yang tiba-tiba ini.
"Ya," ucapnya datar. "Wanita yang datang padaku tiga hari lalu. Selidiki asal-usulnya, keluarganya, dan semua hal yang mungkin dia sembunyikan. Dan satu lagi. Selidiki semua staf yang bertugas di dek tiga malam itu. Terutama yang sempat berinteraksi denganku sebelum jam sebelas malam.”
"Baik, Tuan." Davin menunduk sedikit. "Apakah... ada sesuatu yang mengganggu pikiran Anda tentang wanita itu? Maksud saya, Anda sudah membayar kompensasi—"
"Aku tidak mabuk sampai hilang akal, Davin," kata Sergio pelan, setiap kata terasa bergetar karena amarah yang ditahan. "Aku ingat perasaannya. Dan wanita itu... dia palsu."
"Bagaimana anda bisa..."
"Bagaimana Anda bisa begitu yakin, Tuan?"
Sergio akhirnya menoleh. Pandangannya dingin, menusuk, dan penuh bahaya.
"Naluri," jawabnya singkat. Hanya itu. Tapi nada itu adalah sebuah janji bahwa ia akan menemukan kebenaran.
Davin hanya mengangguk dan segera pergi, tapi hatinya berdebar kencang. Ia sudah bekerja bersama Sergio bertahun-tahun, dan tahu betul setiap kali pria itu berkata "naluri," itu berarti naluri itu akan menghancurkan siapa pun yang berani berbohong padanya.
...----------------...
Beberapa jam kemudian
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Sergio.
"Masuk," suara Sergio tegang.
Davin muncul, membawa sebuah map cokelat yang sudah agak kusut. Ia terlihat gugup, kemejanya sedikit basah, mungkin karena keringat di bawah tekanan.
Sergio duduk di kursi kulit dekat jendela, matanya tajam menatap map di tangan asistennya, tak sabar.
"Duduk, Davin. Katakan apa yang kau temukan. Jangan bertele-tele."
"Baik, Tuan... Ini adalah hasil investigasi singkat saya." Davin membuka map perlahan, tangannya gemetar.
"Katakan."
"Risa Saraswati ternyata sudah menikah. Usianya saat ini 34 tahun, Suaminya bernama Bayu Hartoni bekerja sebagai security di kapal ini. Dan—" Davin berhenti, menelan ludah, seolah ragu melanjutkan. "Menurut laporan medis internal, tidak ada tanda luka atau memar di tubuhnya setelah malam kejadian."
Alis Sergio berkerut tajam. "Tidak ada ... tanda sama sekali? Kau yakin?"
"Sangat yakin, Tuan. Saya sudah meminta dokter kapal untuk mengonfirmasi ulang. Tidak ada tanda kekerasan fisik. Sama sekali."
Keheningan menggantung.
Sergio menyandarkan punggung ke kursi, menghembuskan napas panjang sambil mengusap rahangnya.
Matanya menatap kosong ke arah laut, tapi pikirannya jauh melayang pada malam itu, pada bayangan samar seorang perempuan dengan tubuh gemetar, kulit pucat, suara lirih yang memanggil namanya dengan ketakutan.
"…Tidak mungkin," gumamnya.
Davin menatapnya, bingung. "Tuan?"
Sergio menoleh perlahan, pandangannya tajam.
"Aku ingat jelas, aku … mencekik wanita itu. Ia menangis, memohon. Tangannya berusaha melepaskan genggamanku. Kalau itu Risa, seharusnya ada bekasnya di lehernya."
Setelah beberapa detik hening, Davin akhirnya berkata pelan, “Tapi, Tuan … ada hal lain. Saya menemukan laporan medis lain malam itu. Ada staf lain yang datang ke ruang medis dengan luka-luka di pergelangan tangan dan leher. seorang wanita. Namanya ... " Davin berhenti sebentar, seperti menimbang apakah ia sebaiknya melanjutkan. "Namanya Shannara Althea."
Nama itu meluncur perlahan dari bibir Davin, tapi dampaknya seperti pukulan keras ke dada Sergio.
Sergio membeku. Matanya membulat sedikit, tapi bibirnya tidak bergerak. Suara dentingan jam dinding terdengar begitu nyaring di antara keheningan.
"Ulangi," katanya nyaris berbisik.
"Shannara Althea" jawab Davin hati-hati. "Dia Staf pelayan ruang makan kelas VIP. Dia bertugas malam itu di dek yang sama dengan Anda."
Sergio diam. Lama. Cukup lama. Seolah nama itu menembus lapisan-lapisan waktu dan menusuk bagian paling dalam dari dirinya.
"Shannara… " gumamnya akhirnya. “Tidak … bagaimana bisa ini terjadi."
Sergio menatap Davin dengan mata yang mulai tajam, seperti sedang menatap masa lalu yang menyakitkan.
"Dulu," jawabnya singkat. "Sangat mengenalnya."
"Apa Anda ingin saya lanjutkan penyelidikan Risa dan Bayu?" tanya Davin, berhati-hati.
Sergio mengangguk tanpa menatapnya. "Teruskan. Aku ingin tahu semuanya. Mereka berdua bersekongkol. Cari tahu kapan mereka berhubungan dengan Shannara. Kenapa Shannara bekerja di kapal ini? Siapa yang merekrutnya? Semuanya."
Davin membalik beberapa lembar berkas lain. "Menurut laporan, Wanita itu keluar dari ruang medis sekitar pukul satu dini hari. Setelah itu dia menghilang dari area staf. Beberapa saksi mengatakan mereka melihatnya menangis di lorong belakang sebelum dia kabur."
Sergio memejamkan mata. Ingatan itu datang bagai badai. kulit yang dingin, tubuh yang gemetar, aroma tuberose yang familier, suara tangis yang memanggil namanya di tengah kabut mabuk. Ia mengusap wajahnya kasar. "Tuhan…" desisnya, rasa bersalahnya menghancurkan. "Jadi benar-benar dia."
Davin menunggu dalam diam, lalu perlahan berkata, "Tuan, apakah Anda ingin saya mencari keberadaannya sekarang?"
"Ya." Sergio berbalik cepat, nadanya tajam. "Temukan dia. Apa pun caranya. Aku harus bicara dengannya."
"Saya sudah mencoba, Tuan," kata Davin hati-hati. "Menurut catatan, dia mengundurkan diri keesokan harinya. Tidak meninggalkan alamat jelas. Identitasnya terdaftar melalui agen luar negeri."
Sergio terdiam beberapa detik, menatap Davin dengan pandangan kosong. "Jadi … mereka berhasil membuatnya menghilang."
"Namun… " Davin membuka halaman terakhir. "Ada satu hal yang menarik, tuan. Ada satu catatan tambahan. Di formulir lamaran, dia menulis kontak darurat atas nama seseorang bernama Risa Saraswati."
Ruangan itu tiba-tiba terasa sesak. Sergio mematung. Tatapan matanya berubah, kini penuh dengan kepastian dan dendam.
"Risa..." desisnya pelan, seperti ular yang siap menyerang. "Jadi mereka bukan hanya saling kenal, Davin. Dia adalah jebakan yang dipasang."
"Sepertinya begitu, tuan. Mereka bersekongkol." Ujar Davin
Sergio menggeleng tajam. "Tidak. Shannara dijebak. Sama sepertiku. Mereka menjualnya, lalu menjual aibnya kepadaku. Cari tahu siapa yang merekrut mereka. Aku akan menghancurkan mereka. Satu per satu."
ada aja kelakuan bapak ini gmesss🤭