NovelToon NovelToon
MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah dengan Musuhku / Cinta Terlarang / Murid Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Jessy Sadewo memiliki segalanya: kecantikan mematikan, kekayaan berlimpah, dan nama yang ditakuti di kampus. Tapi satu hal yang tak bisa dia beli: Rayyan Albar. Pria jenius berotak encer dan berwajah sempurna itu membencinya. Bagi Rayyan, Jessy hanyalah perempuan sombong.

Namun, penolakan Rayyan justru menjadi bahan bakar obsesi Jessy. Dia mengejarnya tanpa malu, menggunakan kekuasaan, uang, dan segala daya pesonanya.

My Forbidden Ex-Boyfriend adalah kisah tentang cinta yang lahir dari kebencian, gairah yang tumbuh di tengah luka, dan pengorbanan yang harus dibayar mahal. Sebuah roman panas antara dua dunia yang bertolak belakang, di mana sentuhan bisa menyakitkan, ciuman bisa menjadi racun, dan cinta yang terlarang mungkin adalah satu-satunya hal yang mampu menyembuhkan — atau justru menghancurkan — mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35

Di dalam ambulans yang meluncur cepat, sirene meraung-raung memecah lalu lintas Jakarta, dunia Jessy menyempit hanya pada pria yang terbaring di tandu. Deri duduk di depan, wajahnya serius, sibuk berkomunikasi dengan pihak rumah sakit melalui ponsel. Sementara di belakang, Jessy tak lepas dari sisi Rayyan, tangannya menggenggam erat tangan kanan Rayyan yang dingin. Seorang paramedis terus memantau tanda-tanda vital Rayyan, wajahnya profesional namun khidmat.

Air mata Jessy tak henti mengalir. Setiap rintihan kesakitan yang keluar dari bibir Rayyan yang pucat seperti pisau yang mengoyak-ngoyak hatinya. Dia melihat darah yang mengering di pelipis Rayyan, dan lengan kirinya yang sudah dibebat sementara namun masih terlihat bentuknya yang tidak wajar.

"Aku nggak papa, Jes," Rayyan berusaha berbicara, suaranya lemah dan serak, nyaris tenggelam oleh deru mesin ambulans. Dia mencoba menekan rasa sakit yang menghujam, tidak ingin Jessy semakin hancur.

"Apanya yang nggak papa!" isak Jessy, suaranya pecah. Tangannya, dengan kuku yang selalu terawat sempurna, kini tak peduli dengan segala kemewahan. Dia mengusap-usap punggung tangan Rayyan dengan lembut, lalu tanpa sadar, dalam desakan rasa cinta dan khawatir yang mendalam, dia menunduk dan menciumi tangan itu berulang kali. Setiap ciuman adalah sebuah doa, sebuah janji, sebuah permintaan maaf untuk segala kesombongan masa lalu.

Bagi Rayyan, di tengah kabut rasa sakit yang menyelimuti pikirannya, sentuhan dan ciuman Jessy itu bagai oase di padang pasir. Itu adalah obat yang sesungguhnya, lebih kuat daripada morphine apa pun. Mengetahui Jessy ada di sisinya, melihat air mata yang tulus itu, membuatnya merasa bahwa segala rasa sakit ini mungkin ada artinya. Dalam diam, jarinya yang dingin mencoba membalas genggaman Jessy, sebuah usaha kecil yang penuh makna.

 

Begitu ambulans tiba di pintu gawat darurat rumah sakit, suasana berubah menjadi hiruk-pikuk yang terorganisir. Para perawat dan dokter sudah menunggu. Rayyan segera dipindahkan ke atas stretcher dan didorong masuk. Jessy terus berjalan di sampingnya, tak rela melepas tangannya sampai seorang perawat dengan lembut mengingatkannya bahwa mereka harus segera membawa Rayyan ke ruang pemeriksaan.

Setelah pemeriksaan awal dan serangkaian rontgen mendesak, seorang dokter bedah ortopedi dengan wajah serius mendatangi Jessy dan Deri.

"Kondisi tangan kirinya cukup kritis," jelas dokter itu, suaranya tenang namun tegas. Dia mengangkat film rontgen ke kotak cahaya. "Terjadi open comminuted fracture pada radius dan ulna—artinya, kedua tulang lengan bawah patah menjadi beberapa fragmen, dan ada sobekan kulit yang membuat tulang terekspos ke lingkungan luar. Ini sangat berisiko infeksi."

Jessy menatap gambar hitam-putih itu dengan ngeri. Dia bisa melihat garis-garis putih tulang yang seharusnya lurus, kini pecah berantakan seperti batang korek api yang patah.

"Selain itu, ada kemungkinan kerusakan pada saraf dan pembuluh darah akibat trauma tekan yang hebat. Jika tidak segera ditangani, bisa berisiko pada fungsi tangan secara permanen," lanjut dokter. "Kami harus membawanya ke ruang operasi secepatnya untuk melakukan open reduction and internal fixation—mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dan menstabilkannya dengan plat dan sekrup logam. Ini adalah operasi yang kompleks."

Jessy hanya bisa mengangguk lemah, kepalanya pening. Kata-kata "fungsi tangan secara permanen" bergema di kepalanya seperti lonceng kematian. Dia tahu betapa pentingnya tangan itu bagi Rayyan.

Rayyan kemudian dibawa ke ruang operasi. Pintu hijau tua itu tertutup dengan bunyi 'klik' yang final, meninggalkan Jessy sendirian di koridor yang steril dan berbau disinfektan. Lampu neon di langit-langit memancarkan cahaya dingin yang semakin menegaskan kesunyian. Dia menjatuhkan diri di kursi tunggu plastik yang keras, tubuhnya gemetar. Pikirannya kosong, hanya ada bayangan Rayyan yang terbaring lemah.

Satu jam berlalu, terasa seperti satu dekade. Setiap detik adalah siksaan. Tiba-tiba, suara pilu memecah kesunyian koridor, mendekat.

"Rayyan... Rayyan..." suara itu penuh kepanikan dan tangis. Itu adalah suara Ibu Maryam.

Jessy menoleh. Di ujung koridor, Ibu Maryam terlihat dengan wajah yang basah oleh air mata, tubuhnya limbung. Dia dipapah oleh seorang pemuda—Arsya, tetangga mereka. Wajah Ibu Maryam pucat, matanya merah bengkak.

"Mana anak saya, Sus? Rayyan Albar," tanya Ibu Maryam pada seorang suster jaga, suaranya bergetar penuh harap dan takut.

"Saudara Rayyan masih dalam proses operasi, Bu. Mohon ditunggu ya di sini," jawab suster itu dengan sopan namun tegas.

Ibu Maryam mengangguk lemas, dibimbing Arsya untuk menuju bangku tunggu. Dan kemudian, seketika itu juga, pandangannya jatuh pada sosok Jessy yang duduk sendirian, dengan riasan yang luntur oleh air mata dan pakaian mahalnya yang masih bernoda debu dan darah.

Mata Ibu Maryam membeku. Segala kesedihan dan kepanikan seolah berubah menjadi sebuah pengenalan yang pahit. Bibirnya yang bergetar mengeras.

"Kamu!" geramnya, suara itu rendah namun penuh dengan dendam yang tertahan, seperti desisan ular yang terluka. Semua kenangan pahit tentang kedainya yang hancur, harga dirinya yang tercabik, dan air mata yang ditahannya di depan Jessy yang sombong, datang menghantamnya pada saat yang paling menyakitkan ini.

"Mau apa kamu di sini! Pasti kamu kan yang bikin Rayyan begini!" serunya, suara meninggi oleh kepanikan dan amarah yang tak terbendung. Tangannya yang berurat menunjuk-nunjuk ke arah Jessy, jari telunjuknya seolah menjadi senjata yang menuduh.

Jessy hanya bisa bergeleng lemah. Tubuhnya yang biasanya begitu percaya diri kini terlihat kecil dan rapuh di kursi tunggu yang keras. Matanya yang sembab dan merah semakin berlinang. "Nggak... Bukan saya," bantahnya, suara itu keluar seperti desahan, pecah oleh isakannya yang tak tertahankan. Dia ingin menjelaskan, tapi kata-kata tertahan oleh rasa bersalah yang membabi meski dia tahu ini bukan sepenuhnya kesalahannya.

"Pergi dari sini! Jangan ganggu anak saya!" teriak Maryam lagi, air mata kemarahan dan kesedihan mengalir di pipinya yang keriput. Wajahnya yang lelah itu kini memancarkan kebencian mendalam. Bagi seorang ibu, melihat orang yang pernah menghinanya berada di dekat anaknya yang sekarat adalah sebuah penghinaan baru.

Kegaduhan itu menarik perhatian seorang suster yang berwajah tegas. Dia berjalan mendekat dengan langkah cepat.

"Harap tenang,Bu. Jangan buat gaduh. Ini rumah sakit," ujar sang suster, suaranya lantang namun tetap profesional, mencoba menenangkan situasi.

Tapi Maryam sudah kalap. Dia memandang sang suster, matanya penuh permohonan yang putus asa. "Usir perempuan ini, Sus! Dia yang bikin anak saya terluka!" tuduhnya lagi, suaranya serak. "Perempuan sial!"

Kata-kata itu seperti cambuk di hati Jessy. Dia menarik napas tersedu, merasa terjebak antara pembelaan diri dan rasa hormat pada ibu Rayyan.

Tiba-tiba, dari belakang Jessy, suara Deri menggema, penuh wibawa dan dingin seperti baja.

"Jangan asal tuduh, Bu!" sergah Deri, langkahnya mendekat dan posisinya melindungi Jessy. Wajahnya yang biasanya ramah kini berkerut oleh kemarahan yang disimpan rapat. "Anda bisa dipidana atas pasal tindakan yang kurang menyenangkan," tegasnya, setiap kata terukur dan penuh ancaman terselubung.

Maryam terdiam seketika. Ancaman hukum itu seperti ember air dingin yang menyiram amarahnya yang membara. Matanya membelalak, melihat pada pria berjas necis itu yang dengan mudah mengucapkan kata-kata "dipidana" dan "penjara". Dunianya yang sederhana tidak pernah bersinggungan dengan hal-hal seperti itu. Ketakutannya akan kehilangan Rayyan kini ditambah dengan bayangan ancaman hukum, membuatnya terpana dan tak berdaya.

"Anak ibu itu mengalami kecelakaan kerja. Bukan keponakan saya penyebabnya!" sergah Deri sekali lagi, nada suaranya meninggi, menunjukkan betapa kesalnya dia.

Dia melangkah lebih dekat, mendekati Maryam, dan dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh mereka yang berdekatan, dia mengancam, "Sekali lagi saya lihat anda menuduh hal yang tidak benar pada Jessy. Saya tidak segan-segan melempar anda ke penjara."

Suasana menjadi beku. Maryam hanya bisa memandang Deri dengan rasa takut dan kebencian yang tertahan. Tangisnya tercekat di tenggorokan.

Jessy, yang menyaksikan semua ini, merasa sakit hati. Konflik ini bukanlah yang dia inginkan. "Udah, Om. Aku nggak papa," ujarnya pada Deri, suaranya lemah dan lelah. Dia ingin ini berakhir.

Deri berpaling padanya, wajahnya masih masam. "Ayo, Jes. Kita balik," ajaknya, kali ini dengan nada yang tidak bisa ditolak. Tangannya yang besar meraih lengan Jessy dengan cukup kuat untuk menuntunnya pergi.

"Tapi, Om..." protes Jessy lemah, menoleh ke arah pintu operasi yang masih tertutup. Hatinya ingin tetap menunggu, memastikan Rayyan baik-baik saja.

"Udah cukup, Jes," tegas Deri, memotongnya. Matanya mengatakan bahwa ini bukan tempat untuknya sekarang, bukan di tengah konflik dengan seorang ibu yang sedang berduka dan marah.

Dengan hati berat, dibimbing oleh Deri, Jessy berbalik dan berjalan meninggalkan koridor rumah sakit. Langkahnya gontai, bahunya yang biasanya tegak kini terkulai lemah. Dia meninggalkan bayangan Ibu Maryam yang masih terduduk lemah, dipeluk oleh Arsya, dan pintu operasi yang masih tertutup rapat, di mana pria yang dicintainya sedang berjuang antara hidup dan mati. Rasa bersalah, khawatir, dan sakit hati bercampur aduk menjadi satu, meninggalkan luka yang dalam di hatinya.

1
IndahMulya
thor dikit banget, ga puas bacanya
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Rayyan berjuang dongggg
IndahMulya
gedeg banget sama ibunya rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Arsya mundur Alon Alon aja yaaa...udah tau kan Rayyan cinta nya sama Jessy...
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
mengsedih.begini yaa...
kudu di pites ini si ibu Maryam
Naura Salsabila
lemah amat si rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
kak..disini usia Rayyan brp THN ?Jessy nya brp THN ??aku udah follow IG nya siapa tau ada spill visual RayyannJessy🤭🤭😄
Nona Lebah: Rayyan itu saat ini udah 23 tahun dan jessy 20 tahun.
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
sabarr Rayyann....
Nona Lebah: Jangn lupa mampir di novelku lainnya ya kak. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
bagussss ayo dibaca...
IndahMulya
lanjut thor.. ceritamu ini emg bikin candu banget 😍
A Qu: ter rayyan rayyan pokoknya thor... ayo kejar cinta jessy
total 1 replies
IndahMulya
makanya rayyan jgn cuma tinggal diam aja, kalau msh syg tuh ayo kejar lagi jessynya, ga usah mikir yg lain, ingat kebahagiaanmu aja kedepan...
Nona Lebah: Hay kak. Bantu aku beri ulasan berbintang ⭐⭐⭐⭐⭐ yaa untuk novel ini. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
ayo rayyan.. semangattt
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊: semangat Rayyan
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
langsung kesini kak
Nona Lebah: Terimakasih kak. Bantu aku dengan beri ulasan berbintang ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya kak untuk novel ini.
total 1 replies
IndahMulya
lanjut thor.. aku dari paijo pindah ke sini cuma buat nyari rayyan sama jessy
Nona Lebah: Makasih kak. Kamu the best 💪
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
akhirnya ketemu juga sama cerita ini...keren dan recommend
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!